12💚

140 16 1
                                    

Tak jarang rasa sakit timbul karena ulah kita sendiri
.
.
.
.
.

Cuaca cerah di hari minggu ini membuat Zeya bersemangat untuk bangun lebih awal dari biasanya. Ia berharap pipinya tak mengeluarkan rona merah saat Panji melihatnya nanti. Sungguh tindakan Panji semalam masih membuatnya berdebar.

Ketika Zeya sedang sibuk menuangkan makanan dari wajan ke mangkuk, Zeya mendengar Panji baru saja keluar dari kamar dengan piyama hitam dan rambutnya yang terlihat messy. Menurut Zeya lucu dan manly melebur jadi satu disetiap suaminya itu bangun dari tidurnya.

"Pagi," sapa Zeya yang sedang menata makanan di meja makan seraya tersenyum manis.

"Lo mau kemana?" tanya Panji seraya memperhatikan penampilan Zeya dari ujung kaki sampai kepala. Zeya sudah berpakaian rapih dan cantik tentunya. Memakai celana jeans hitam, kaos putih dan cardigan coklat, tak lupa tas berwarna hitam sudah berada di bahunya

"Gue mau jalan sama Somi. Ini udah gue masakin buat sarapan sekalian buat makan siang juga, gue nggak tau pulang jam berapa," ucap Zeya setelah itu Zeya jalan ke arah pintu utama.

"Tunggu Zey!"

Zeya menoleh, kedua alisnya terangkat dengan sempurna "Kenapa Ji?"

"Pake ini." Panji menyodorkan ikat rambut ke arah Zeya yang ia ambil dari samping televisi.

"Nggak Ji, gue lebih suka rambut gue digerai." Jawaban Zeya tersebut membuat bahu Panji merosot karena kecewa.

"Gue pergi ya Ji," pamit Zeya. Sebenarnya bukan tak ingin memakai ikat rambut, tapi rambutnya masih sedikit basah jadi Zeya menolaknya.

Panji masih mematung di tempatnya menatap punggung Zeya yang sudah hilang di balik pintu. Ia genggam ikatan rambut yang tadi Zeya tolak.
Ternyata lo lebih nurutin seleranya Teddy, Zey.











💚💚💚

"Yaahh mateng deh tuh," celetuk Somi dengan ekspresi jengahnya.

"Lo kira gue gorengan!" sahut Zeya.

Semenjak datang ke kostsanya Somi, Zeya hanya bergulang-guling tak jelas di atas kasur. Di satu sisi ia merasa senang karena Panji mengajaknya untuk lebih dekat, tapi bagaimana dengan Teddy?

Somi membawa satu wadah roti dan selainya, ia letakan di depan kakinya yang sudah sila.
"Ada apaan si Zey, cerita jangan cuma bikin kasur gue berantakan gitu," dengus Somi seraya mengoleskan selai ke rotinya.

Zeya turun dari tempat tidur lalu duduk di samping Somi dengan rambutnya yang sudah acak-acakan dan kaosnya yang kusut.

Somi merotasikan kedua matanya saat melihat Zeya yang saat ini sedang tidak karuan.
"Lo mau jadi psikiater apa jadi pasien sih?"

Zeya meremas bantal yang ada di dalam pelukannya.
"Panji ngajak gue mulai semuanya dari awal Som."

"Trus?"

"Ya gue bingung aja. Gue jawab setuju, tapi gue sering lihat dia teleponan dengan ekspresi bahagia gitu."

"Nggak usah berprasangka buruk dulu deh, siapa tau lagi telepon orang tuanya," ujar Somi yang sudah sibuk mengunyah roti.

"Ya tetep aja gue nggak suka kalau dia ngajak dari awal, tapi dia punya pacar juga."

Somi menghentikan makannya lalu ia tatap wajah Zeya lamat-lamat.
"Lo cemburu? Lo suka sama dia?" suara Somi terdengar pelan, tapi seolah sedang menuntut jawaban yang benar-benar serius.

Cinta Lama Mahasiswa Baru | (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang