"Jefran jangan!"
Zeya menahan lengan sang adik yang tengah menarik kerah Ajun. Bagaimanapun Ajun adalah sahabatnya, Zeya tidak ingin Ajun terluka lagi."Gue nggak akan maafin siapapun yang udah berencana ngebunuh lo sama calon ponakan gue Kak!"
Zeya bangkit seraya berusaha melepaskan cengkraman Jefran. Zeya kembali menangis memperhatikan kondisi Ajun yang terlihat pasrah, Zeya tidak ingin masalah semakin runyam.
"Jef please lepasin, jangan main hakim sendiri.""Lepas Zey, biarin adik lo sampe puas ngehajar gue," desis Ajun seraya menepis lengan Zeya di bahunya.
"Lo juga udah puas kan kaki balas kaki? Gue nggak sangka lo bakal jodoh sama anak yang udah lo tolongin.""Banyak bacot lo anj*ng!"
Satu pukulan mendarat di wajah Ajun dari Jefran."Som bawa kakak gue, gue mau bawa bajingan ini ke pos keamanan," titah Jefran dengan raut wajah yang penuh amarah. Siapapun akan takut melihatnya.
Somi menganggukan kepalanya, ia rangkul bahu Zeya yang sudah terlihat lemas.
"Ayo Zey kita ke dalam dulu," ucap Somi.Jefran mengambil tongkat Ajun di dalam mobil Alin. Setelah menyuruh salah satu temannya untuk membawa mobil tersebut kembali ke area parkir, Jefran menuntun paksa Ajun menuju pos keamanan.
Para mahasiswa yang berkerumun sudah dibubarkan oleh Sadam dan Rendi.
Langkah Zeya dan Somi sama-sama terhenti saat melihat Panji merangkul Alin. Jika dari arah yang dilihat, sepertinya Panji akan membawa Alin menuju ruang kesehatan. Alin terlihat shock, ia terus menangis di dalam pelukan Panji.
Zeya semakin terisak, ia pejamkan matanya merasakan nyeri di dalam hati. Suaminya di depan sana lebih memilih mengkhawatirkan mantan kekasihnya daripada istri dan calon anaknya sendiri.
"Zey ayo jalan, ke kantin ya," ucap Somi.
Zeya menggelengkan kepalanya. "Gue mau pulang aja Som," lirih Zeya yang semakin terisak.
"Oke yuk gue anter, gue temenin lo di Apartmen sampai lo tenang."
Somi dengan setia merangkul sahabatnya itu. Zeya sedang mengandung, Somi khawatir Zeya akan stress setelah apa yang di alaminya hari ini.
♡♡♡
"Permisi, benar ini saudara Xiao Alin?"
Panji dan Rendi kompak menjaga jarak dari Alin saat dua orang polisi datang memasuki ruang kesehatan.
"Benar, ini Pak orangnya," jawab Rendi seraya menunjuk Alin.
Alin dengan cepat menggelengkan kepalanya menolak di dekati oleh kedua polisi tersebut.
"Pak saya mohon jangan tangkap saya Pak," lirih Alin.Salah satu polisi wanita yang datang segera merangkul bahu Alin. "Silahkan nona memberikan penjelasan nanti di Kantor."
Alin beralih memegangi lengan Panji.
"Ji maafin aku, aku mohon Ji tolong aku. Kasian Kak Ajun kalau sampe aku di penjara, aku mohon."Panji tak bergeming sampai tangis Alin hilang di balik pintu ruang kesehatan. Kedua polisi tadi telah membawa Alin menuju Kantor Polisi untuk di proses hukum.
"Ngapain lo bengong bego, susul Zeya sana!"
Panji tersentak mendengar teguran Rendi, kemudian bergegas meninggalkan ruang kesehatan.
♡♡♡
"Ris!" seru Panji saat berlari di koridor fakultasnya.
"Oi Ji." Haris mengangkat salah satu tangannya. Ia masih bersama Felix memperhatikan seorang montir panggilan yang tengah memperbaiki motornya.
"Nih buat ganti rugi kerusakan motor lo atau mau beli kendaraan baru juga nggak apa-apa. Ntar kurangnya gue transfer."
Meski ragu akhirnya Haris menganggukan kepalanya sambil menerima uang dari Panji.
"Gue pergi dulu, makasih sebelumnya lo udah menyelamatkan Zeya dan calon anak gue," pamit Panji. Setelah mengatakan itu Panji segera berlari mencari Zeya.
♡♡♡
Somi mulai menyelimuti Zeya yang sudah tertidur pulas di kamarnya, tatapan nanarnya mengarah pada wajah Zeya yang masih memerah dan kedua matanya yang sembab. Bahkan di dalam tidurnya pun Zeya sesekali masih terisak.
Zeya menangis selama di perjalanan sampai di Apartmennya. Somi tak banyak bicara menghadapinya, ia hanya memberi usapan lembut untuk menenangkan Zeya. Sampai akhirnya Zeya tertidur pulas.
Setelah menyelimuti Zeya, Somi kembali ke ruang tamu.
Apartmen Zeya dan Panji terlihat sangat rapih. Somi memperhatikan seluruh penjuru ruangan, Zeya sepertinya tidak mendominasi dalam menjalani rumah tangga. Buktinya tidak ada barang-barang yang warnanya sesuai warna kesukaan Zeya yaitu hijau. Hampir semua barang berwarna netral.
Somi terkekeh kecil saat meminum tehnya, ia melihat foto pernikahan Zeya dan Panji dengan ukuran yang cukup besar. Kemudian ingatannya saat berlari malam-malam mengejar Panji, Rendi dan Haris terlintas lagi dalam benaknya.
"Kalian lucu, gara-gara jatoh jadi ketemu jodoh," gumam Somi yang kemudian menggelengkan kepalanya dengan senyum yang mengembang.
Lelah bediri, Somi duduk di sofabed yang menghadap ke televisi. Belum ada bayi saja Somi merasa nyaman, apartmen Zeya memiliki aroma khas bayi. Mungkin salah satunya karena Panji sering memakai minyak telon atas perintah Zeya.
Baru saja Somi ingin memejamkan matanya, pintu Apartmen terbuka.
"Som, Zeya mana?" Panji datang dengan napas yang tersengal dan raut wajah khawatir.
"Sssttt.
Jangan berisik Ji, Zeya baru tidur," ucap Somi dengan nada berbisik.Panji menghela napas lega mendengar jawaban dari Somi. Ia bergegas menuju kamar, melihat Zeya yang tengah bernapas dengan teratur.
Setelah menutup pintu kamarnya, Panji duduk di kursi yang bersebrangan dengan posisi Somi duduk. Panji menyandarkan punggungnya seraya mendongak dan menghela napas dalam-dalam.
"Gimana Alin sama Kakaknya Ji?"
Panji kembali menegakan posisi duduknya. "Jefran yang urus semuanya di kantor polisi Som," jawab Panji.
"Syukurlah."
"Gimana Zeya tadi? Ada yang luka nggak?"
"Ada," jawab Somi datar.
Kedua mata Panji membola. "Apanya Som, kenapa nggak lo bawa ke rumah sakit?"
"Hatinya yang luka Ji."
Panji mendengus kecil kemudian menyandarkan punggungnya lagi di kursi.
"Kalau itu si gue udah tau."Somi beranjak dari tempat duduknya, ia raih kunci mobil yang berada di atas meja.
"Lo harus selesain semuanya Ji, gue pulang dulu," pamit Somi.Panji bangkit untuk mengantar Somi sampai pintu Apartmennya.
"Makasih Som udah nemenin Zeya."Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Lama Mahasiswa Baru | (TAMAT)
Fiksi PenggemarHanya karena insiden kecil saat dirinya menjadi panitia Ospek, Zeya terpaksa harus menikah dengan Panji adik tingkat yang baru saja ia kenal selama dua hari. "Lo cuma butuh waktu buat nerima gue dan lepasin Teddy secara baik-baik, gue bakal tungg...