16💚

139 16 0
                                    

Fungsi dari sebuah kesabaran adalah untuk mencegah diri dari emosi yang tak terkendali
.
.
.
.
.

"Ini Tuan," ucap sang asisten seraya menyerahkan ipadnya.

Boss muda itu terlihat sedang berpikir untuk memilih mobil sport terbaru mana yang akan dia beli. Jari telunjuknya men slide layar ipad tersebut
"Saya mau ini," tunjuknya.
"Tapi jangan dibeli dulu saya khawatir dia nggak selera."

"Baik Tuan," asisten itu kembali mengambil ipadnya.
"Oiya Tuan, penanaman saham di Perusahaan Na Company sedang di proses."

Si Boss mengangguk bahagia. "Bagus, dan ingat namanya tolong di ganti."

"Baik Tuan."
Asisten pribadi itu membungkuk lalu kembali meninggalkan ruangan pimpinannya.





















💚💚💚

Zeya sedang menikmati embusan angin di balkon apartmen. Hatinya sejak tadi tak berhenti gelisah mengingat Panji yang belum juga pulang padahal waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam.

ZeyaNa
Panji lo dimana?

Sudah berapa pesan yang Zeya kirim
tapi tak kunjung ada balasan dari Panji. Prasangka buruk mulai timbul di dalam hatinya mengingat suaminya yang pergi tergesa-gesa dari kampus tadi sore.

Zeya mengerang kesal di sofa balkon. Entah kenapa akhir-akhir ini pikirannya di penuhi oleh Panji dan Panji.

"Lo bisa nggak cuma fokus ke gue Zey?"
"Buat apa lo muji mereka tampan kalau nggak bisa dimiliki selamanya?"
"Termasuk muji si ketua BEM."

Apa secara tidak langsung Panji memintanya untuk memutuskan Teddy?
"Aaaarrhhh, tau ah."
Zeya menghentak-hentakan kakinya di kursi.

Posisi tidur mereka yang saling memeluk, Panji yang sering menerima telepon sambil tersenyum, siapa yang membayar biaya kuliahnya ditambah lagi skripsi yang belum selesai benar-benar membuat kepala Zeya rasanya ingin pecah. Terlalu banyak yang ia pikirkan saat ini.

Zeya menenggelamkan wajahnya di kedua lutut yang dilipat.
"Mama Papa Zeya kangen."

Akhirnya terdengar suara pintu dibuka.
Zeya berjalan menghampiri sumber suara dengan perasaan kesal.
"Dari mana? Sama siapa?
Kenapa chat gue nggak dibales?
Nggak punya pulsa? Perlu gue beliin?
Rrrhh terserahlah susah ngomong sama orang yang taunya cuma main!"

Zeya bergegas masuk ke dalam kamar diiringi suara bantingan pintu. Hatinya kalut, rasa kesal dan khawatir melebur jadi satu.

Di lain sisi Panji yang mendapat rentetan pertanyaan itu hanya bisa menghela napas dalam-dalam sambil mengusap dadanya.
Sabar-sabar.

Panji memilih untuk mandi terlebih dahulu, gerah rasanya memakai kemeja sejak sore tadi.

Setelah makan malam sendiri, Panji memberanikan diri untuk masuk ke dalam kamar. Di dapatinya Zeya yang sedang terisak kecil sambil menyembunyikan wajahnya di balik guling.

"Zey." Panji mengelus pundak Zeya dengan lembut.
"Lo kenapa?"

Tak ada jawaban apa-apa, Zeya masih terisak.
Seluruh tubuh Zeya tiba-tiba menghangat isakannya pun terhenti saat Panji mulai memeluknya dari belakang.

"Nangis dulu aja sampe lo merasa lega setelah itu lo cerita ke gue itupun kalau lo mau," ucap Panji.

Zeya merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Deep voice dan sikap Panji membuat perasaannya semakin tak karuan.

Cinta Lama Mahasiswa Baru | (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang