14💚

149 17 2
                                    

Akan ada hadiah yang tak terduga dari sebuah keikhlasan
.
.
.
.
.

Halaman parkir apartmen mulai terlihat kosong karena penghuninya rata-rata para pekerja yang pergi bekerja di pagi hari dan pulang pada sore hari.

Pagi ini Zeya mengiyakan ajakan Panji untuk pergi dan pulang kuliah bersama seterusnya. Zeya sedang belajar untuk terus nyaman bersama Panji, meski tidak langsung sebagai suaminya.

"Gue yang bawa sini Ji," pinta Zeya seraya menengadahkan tangannya.

"Oke." kemudian Panji memberikan kunci mobilnya kepada Zeya.

Zeya merasa senang duduk di kursi kemudi. Ia gulung rambutnya sampai leher jenjangnya terlihat dengan jelas.
"Keren, akhirnya gue bisa nyobain mobil sport, Jefran pelit banget nggak pernah ngizinin gue bawa lambornya," ujar Zeya sambil mempernyaman posisi duduknya.

"Lo mau mobil kayak gini?" tanya Panji setelah memasang sabuk pengamannya.

Zeya mulai mengendarai mobil itu dengan hati-hati.
"Mau si, tapi gue nggak sanggup bayar pajaknya, jajan aja masih dikasih dari papa." Zeya terkekeh lalu mulai menyalakan musik dari radio mobil. Di tambah dengan sound yang mendukung, suara bass dari musik tersebut menggema di dalam mobil.

"Lo se chil ini ternyata." Panji menatap Zeya penuh kagum.

"Gue juga pernah seusia lo Ji."

Zeya teringat masa-masa ketika masih single dimana ia pulang pergi kuliah, sepanjang jalan selalu menyalakan musik di dalam mobil sambil bernyanyi dan berjoget-joget tidak jelas.

Panji tersenyum tipis. Zeya memakai celana Jeans panjang, kaos hitam dan sweater abu senada dengan warna jeansnya, sangat sederhana. Namun, bagi Panji penampilan Zeya selalu istimewa di matanya. Di tambah lagi Zeya mengendarai mobil sport, membuatnya terlihat semakin keren.

"Jangan ngeliatin gue terus Ji," ucap Zeya tiba-tiba saat mobil mereka terhenti karena lampu merah. Jujur saja ia gugup karena sejak tadi Panji sering mencuri-curi pandang ka arahnya.

"Mata gue punya hak kan untuk itu?"

Zeya melirik sebentar ke arah Panji lalu menelan salivanya dengan kasar, ia pun kembali fokus mengemudi tanpa menanggapi pertanyaan Panji.


















💚💚💚

Mobil mereka sudah memasuki area parkir kampus. Zeya menghela napas lega setelah mesin mobil dimatikan.
"Akhirnya sampeee," seru Zeya dengan perasaan bahagia.

"Eh kenapa Ji?" Zeya terkejut cepolan rambutnya dilepas oleh Panji.

"Leher lo bisa mancing vampire buat ngegigit."

"Hmfftt hahaha. Bilang aja leher gue terlalu indah," cibir Zeya seraya merapihkan rambutnya lagi.

"Iya emang indah, dan cuma gue yang boleh liat itu."

Zeya menoleh karena terkejut lagi mendengar ucapan Panji.

"Panji, jangan ngomong sama natap gue kayak gitu kalau di hati lo udah yang punya."

"Kalau gue maunya natap yang udah sah dan resmi emang salah?"

Lagi-lagi perkataan Panji membuat Zeya menelan salivanya dengan kasar. Jika sedang serius, Panji terlihat seperti pria dewasa di mata Zeya.

Cinta Lama Mahasiswa Baru | (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang