Epilog💚

166 13 0
                                    

Tepat pukul delapan pagi Panji terbangun dari tidur lelapnya. Panji meraba bantal yang ada di samping kanannya, Zeya sudah tidak ada disana.
Panji bergegas keluar dari kamar, tercium aroma masakan yang ternyata berasal dari beberapa menu sarapan yang tersedia di meja makan.

Panji melanjutkan langkahnya menuju balkon, jarak beberapa meter Panji tersenyum saat melihat punggung sang istri yang tengah sibuk mengetik sesuatu pada laptopnya.

Panji memundurkan langkahnya kembali sampai di dekat sofa ruang tengah.

"Zey, kamu dimana?" Panji berpura-pura seolah tidak tau Zeya ada di balkon. Panji melirik ke arah balkon, Zeya sedang terburu-buru menutup laptopnya.

Setelah laptop ditutup, Panji bergegsas menghampiri Zeya.

"Oo kamu disini."

Zeya menoleh seraya tersenyum tipis ketika merasakan belaian lembut di pucuk kepalannya.

Panji berlutut di hadapan Zeya, hatinya merasa teriris melihat kedua mata Zeya yang masih sedikit sembab. Kejadian kemarin pasti membuat Zeya shock, Panji harus berhati-hati setiap mengeluarkan kalimat dari mulutnya.

"Kamu udah sarapan?" tanya Panji seraya mengusap lembut pipi Zeya menggunakan ibu jarinya.

"Udah," jawab Zeya.

"Baby Ji udah sarapan?"

"Udah, ini susunya baru abis." Zeya menunjukan gelas yang berada di samping laptopnya. Gelas tersebut tadinya berisi susu ibu hamil, sekarang sudah habis.

Perasaan Panji sedikit lega Zeya masih mau berinteraksi dengan baik bahkan sudah menyiapkan sarapan juga untuknya.

"Kamu nggak sarapan Ji?"

"Nanti aja aku belum laper, belum sikat gigi juga."

"Sarapan dulu sana nanti kita ngobrol."

Panji sudah bisa menebak ke arah mana obrolan dirinya dengan Zeya nanti.
Panji kemudian duduk di samping Zeya, salah satu tangannya menggenggam erat jemari istrinya tersebut.

"Zey, Alin udah aku serahin ke Polisi," ucap Panji seraya menatap langit pagi yang begitu cerah. Helaan napasnya terdengar berat oleh Zeya.

Zeya sedikit terkejut mendengar ucapan Panji.
"Bukannya kamu bawa dia ke ruang--"

"Mana ada si Zey seorang suami ngebelain orang yang mau ngebunuh istri dan calon anaknya." Panji menoleh sejenak ke arah Zeya kemudian lanjut menatap langit lagi.

"Aku bisa aja lebih marah dari Jefran, bahkan mungkin Ajun udah mati saat itu juga. Dia udah dua kali nyakitin kamu bahkan hampir ngebunuh calon anak kita, tapi Zey kalau keburukan dibalas dengan keburukan lantas apa bedanya aku sama dia? Meski aku sakit dipukul Jefran, aku puas amarah ku ke Alin dan Kakaknya udah terwakilkan.
Aku bawa Alin ke ruang kesehatan untuk nenangin dia sekaligus biar dia nggak kabur. Nggak cuma aku, Rendi juga ikut. Di ruang kesehatan aku tanya dia baik-baik. Dia mengakui semuanya, diam-diam Rendi merekamnya. Nggak lama kemudian Polisi datang. Karena sebelum ke ruang kesehatan aku minta tolong ke Echan supaya hubungi polisi."

Cairan bening lolos di pipi Zeya. Ia kembali terisak, Panji dengan sigap menarik tubuh Zeya ke dalam pelukannya.

"Maaf Ji," lirih Zeya. Zeya menyesali perbuatannya pagi ini. Hampir saja ia melakukan kesalahan fatal yaitu mengajukan gugatan cerai atas dasar prasangka buruknya. Bahkan surat gugatan perceraian tersebut sudah Zeya ketik dengan rapih di laptopnya.

"Kenapa kamu yang minta maaf, harusnya aku. Semua salah aku yang udah sayang dan suka sama kamu dari awal kita ketemu."

Zeya kemudian memukul-mukul pelan bahu Panji.
"Nakal banget kamu waktu masih kelas enam SD udah suka sama cewek SMA," ucap Zeya yang masih terisak.

Cinta Lama Mahasiswa Baru | (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang