Hanya karena insiden kecil saat dirinya menjadi panitia Ospek, Zeya terpaksa harus menikah dengan Panji adik tingkat yang baru saja ia kenal selama dua hari.
"Lo cuma butuh waktu buat nerima gue dan lepasin Teddy secara baik-baik, gue bakal tungg...
Selama kita bernapas akan selalu ada masalah yang datang bahkan detik berikutnya kita tidak tau apa lagi yang akan terjadi. . . . . .
Langit cerah menaungi halaman kampus Neo University yang sudah dipenuhi oleh beberapa Bus. Seluruh panitia sibuk dengan tugasnya masing-masing, ada juga yang sedang mempersiapkan keperluan pribadi contohnya Zeya. Gadis itu sudah selesai mengecek data-data para maba dan sekarang ia beralih pada tas pribadinya.
"Udah siap? Obat-obatan udah kamu bawa?"
Zeya yang mendapat pertanyaan itu langsung mengacungkan ibu jarinya. "Udah sayang," jawab Zeya dengan senyum manisnya.
"Nanti disana dijaga ya matanya kalau ada yang caper jangan diladenin," ucap Teddy dengan manja sambil memeluk tubuh Zeya.
Zeya terkekeh sambil melepaskan pelukan sang kekasih. "Iya bubu bawel," ledeknya diiringi cubitan lembut di pipi tirus Teddy. Selesai merapihkan semuanya, Teddy mengambil alih tas yang akan Zeya bawa.
Mereka berdua keluar dari ruang serba guna menuju lapangan. Dimana para maba sudah berbaris rapih disana.
Zeya berusaha mengacuhkan Somi yang sedang bahagia berdiri disamping maba incarannya. Tanpa ragu Somi terus mengajak maba itu berbincang bahkan bercanda garing. Tentu saja kelakuan sahabatnya itu membuat Zeya tak bisa menahan untuk tidak tersenyum. Senyuman itu membuat siapapun akan terpesona. Tak sedikit maba yang bergosip ria tentang kecantikan Zeya apalagi si gadis berambut panjang itu berdiri tepat disamping Teddy. Bak pangeran dan putri dari negeri dongeng.
Zeya, Teddy, Jeffry, Qian, Jovian dan kawan-kawan tingkat akhir lainnya sudah berjejer dihadapan para maba. Mereka satu persatu memperkenalkan nama dan tugas masing-masing.
"Salam kenal semuanya saya Teddy ketua BEM periode ini." Setelahnya terdengar suara tepukan tangan dari seluruh maba, khusus maba perempuan bukan hanya bertepuk tangan, tapi sambil memuji ketampanan Teddy juga.
Setelah Teddy, kemudian panitia lain yang memperkenalkan diri secara bergiliran.
Terakhir Zeya, saat gadis itu memperkenalkan diri dan tugasnya tak sedikit maba laki-laki yang melemparkan candaan. Ada yang meminta id line, menanyakan jurusan bahkan yang meminta alamat juga ada. Zeya hanya membalas dengan senyuman dan ucapan 'terima kasih atensinya, belajar yang baik ya sebelum belajar ngegombal' sontak saja jawaban manis itu membuat si maba yang bertanya jadi salah tingkah. Tidak dengan Teddy, hatinya merasa terbakar melihat sang kekasih digoda oleh para maba. Namun, ia tahan untuk tidak marah.
"Biasa aja ngeliatinnya, bucin lo?" Salah satu maba menepuk bahu temannya yang tengah fokus memperhatikan Zeya. Si pemilik bahu hanya tersenyum tipis kemudian fokus kembali memperhatikan para seniornya yang lain.
Selesai pengarahan, Zeya, Somi dan Teddy jalan menuju bus dua. Itu bus kelompoknya Zeya dan Somi yang diketuai oleh Jeffry.
"Kalau ada apa-apa telepon aku ya," ucap Teddy setelah merapihkan barang bawaan Zeya di dalam bagasi bus.
"Iya nanti aku chat," jawab Zeya.
"Woi udah cepetan naik ke bus masing-masing!" teriak Somi yang memumbulkan kepalanya di salah satu kaca jendela bus sampai Zeya dan Teddy sedikit terkejut.
"Aku masuk dulu," Zeya kemudian berbalik badan sedangkan Teddy sudah bergegas menuju bus nomor tiga.
Zeya terkejut saat tasnya jatuh tepat di tangga pintu masuk bus setelah bertabrakan dengan seorang maba--yang kemarin ia lihat sedang duduk di pinggir lapangan.
"Sorry, lo nggak apa-apa?" tanya maba tersebut seraya berdiri di ambang pintu bus. Lengannya hampir terulur untuk membantu. Namun, tidak jadi karena Zeya sudah mengambil tasnya kembali.
"Nggak apa-apa, masuk aja sana," titah Zeya seraya membersihkan bagian bawah tasnya yang kotor. Mentang-mentang tinggi, jalan sembarangan! monolog Zeya dalam hati.
Maba itu melanjutkan langkahnya untuk masuk ke dalam bus tanpa berkata apa-apa lagi.
Setelah menaruh tasnya, Zeya berdiri di depan untuk membacakan absen dan memimpin doa.
"Udah selesai Zey?" tanya Jeffry.
"Udah," jawab Zeya dengan tatapan curiga ke arah Jeffry.
"Guys are you readyyy????" teriak Jeffry di dekat pintu depan, seluruh atensi masih belum faham apa maksud dari ekspresi Jeffry yang terlihat sangat bahagia itu.
Zeya memperhatikan Jeffry yang mulai sibuk mengutak atik tv bus, perasaanya mulai tidak enak.
Nah kan!
Suara musik dangdut mulai menggema di dalam bus.
"Sini Zey joget bareng gue," Jeffry memainkan kedua alisnya sambil joget-joget menarik lengan Zeya.
"Nggak ah apaan si lo!" Zeya menepisnya, lalu menghindari Jeffry yang mulai berjoget ria.
Tak lama kemudian ada yang mengacungkan jari telunjuknya. "Jeff sama gue aja yaaa," itu teriakan Somi, tanpa rasa malu ia maju ke depan langsung bernyanyi dan berjoget bersama Jeffry.
Ruang tengah bus mendadak ramai.
Zeya memijat keningnya yang sudah mulai nyut-nyutan melihat kelakuan para sahabatnya. Andai bisa memilih Zeya ingin pindah kelompok saja saat itu juga.
"Kak aku ikutan ya," Haedar Kachandra biasa dipanggil Echan maju ke depan ikut berjoget ria.
"Aku juga kak," Mina mengangkat tangan ikut maju ke depan juga.
Lagu dangdut semakin kencang terdengar di dalam bus.
Begitulah Jeffry, setiap ada yang se frekuensi ia akan semakin menjadi.
Zeya mundur secara perlahan karena sudah banyak maba yang mulai ikut berjoget ke tengah.
Ini mau ospek kan bukan audisi nyari biduan? Zeya benar-benar pusing melihat keadaan bus yang sudah chaos akibat kelakuan Jeffry.
Karena di tengah ramai, Zeya semakin terdorong ke belakang. Keseimbangannya pun mulai hilang.
Grep
Zeya terjatuh tepat diatas pangkuan seorang maba yang menabraknya ketika akan menaiki bus. Bahkan lengan Zeya mendarat dengan nyaman di dada bidang maba tersebut.
Ketidaksengajaan itu sontak saja membuat Zeya kikuk campur malu. "Eh sorry ya," ucap Zeya yang kemudian berdiri dan berusaha untuk kembali ke kursi depan tanpa menunggu tanggapan apa-apa dari si maba.
Bus bergerak menikung saat memasuki jalur yang berkelok, tubuh Zeya kembali jatuh di paha maba itu sampai tangan si maba reflek merangkul pinggang Zeya. Namun, segera ia lepaskan kembali.
"Maaf ya maaf." Zeya menggigit bibir bawahnya seraya bangkit lalu bergegas kembali ke kursinya. Pipinya sudah memanas karena semakin malu.
Meski sedikit susah karena ada yang berjoget-joget, Zeya tetap memaksakan dirinya untuk kembali ke depan.
Zeya kembali duduk di kursinya dengan dahi yang mengernyit samar. Panji Juanda Permana nama yang Zeya baca di nametag si maba tadi. Zeya masih terdiam sambil mengingat wajah Panji. Mukanya kayak nggak asing, apa gue pernah ketemu sebelumnya?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.