Kalau kehancuran seseorang bisa dinyatakan dalam persentase, mungkin sekarang lelaki ini sudah mencapai fase limit. Hanya tinggal 10 persen mungkin. Penampilannya sama sekali tidak menunjukkan semangat hidup. Celana jeans nya kotor terkena cipratan lumpur, jaket denim nya juga robek di beberapa bagian, dan mungkin ada 4 atau 5 luka lebam di wajah dan tangannya. Raut mukanya tak kalah menyedihkan, atau malahan tak bisa di definisikan. Dia tertawa namun di detik selanjutnya menangis seperti kehilangan harapan. Sesekali meracau tak jelas, membuat orang orang takut untuk berjalan di sebelahnya. Pupil mata nya membesar menandakan dia 'minum' terlalu banyak. Kalau bukan karena parasnya yang menonjol, mungkin dia sudah di cap sebagai orang gila.
Mungkin kata 'bahagia' tak pernah cocok untuknya. Rasanya baru sebentar dia mengerti definisi bahagia-nya. Baru sebentar dia merasa hidup. Namun otaknya juga berpikir kalau lamanya dia merasa bahagia tak akan menjamin hidupnya berubah menjadi lebih baik dari sekarang. Karena bahagia-nya bukan tentang seberapa lama, tapi tentang siapa. Kalau dulu arteri nya ada bersamanya, menyalurkan kebahagiaan ke seluruh tubuh, maka kini arteri nya telah pergi. Denyut nya tak lagi ada. Mau tak mau dia harus kembali berkata 'selamat datang' pada luka dan rasa sakit. Pada dirinya yang kembali merasa mati. Dirinya yang bernafas tanpa arteri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARTERI (A1- ARKA)
Teen Fiction[Jaeden Martell FanFiction] Kehidupan SMA menyenangkan Caleya Stephanie Faraish sirna setelah cowok bernama Jaeden Arka Lieberher dan ketiga antek-anteknya dengan sengaja menempelkan red card sialan di pintu lacinya. Pasalnya,siapa saja yang mendap...