Fase Limapuluh Empat

155 27 17
                                    


Hai! I'm back! Do you miss me? Wkwk

And everything I know tells me that I should walk away
But I just want to stay
And my friend said
"I know you love him, but it's over, mate
It doesn't matter, put the phone away
It's never easy to walk away, let him go
It'll be okay
It's gonna hurt for a bit of time
So bottoms up, let's forget tonight
You'll find another and you'll be just fine
Let him go, it'll be allright

Now playing
Be Allright (female version) - Dean Lewis cover by Jada Facer






"Pa, habis beli siomay terus beli gula kapas ya, sama beli sosis bakar terus..emm beli es teh ya? Aku haus bangeet.."

Sudah lima menit totalnya Caleya duduk mendengar ocehan anak kecil yang sedang beli siomay dengan Papanya itu. Jujur saja, kalau dirasa-rasa telinganya sedikit sakit mendengar ocehan dengan suara cempreng itu tak henti-hentinya terlontar, namun semua itu terabaikan karena Caleya melihat pemandangan ayah dan anak itu semacam wisata masa lalu. Mereka seolah me reka adegan masa kecilnya dengan Papanya dulu. Bahkan saking menikmati aksinya itu, Caleya bersender santai macam di bioskop dan mulutnya tanpa sadar hampir menghabiskan es batu sisa es teh yang tadi ia beli.

"Iyaa iyaa, anak Papa daritadi nggak mau diem deh.. Ngomooong mulu.." Ayah anak itu menjawab, kasihan juga dengan pak tukang siomay yang mulai sakit telinga.

Masih di posisi yang sama, Caleya melengkungkan bibir, kembali memutar ulang kenangannya dengan Papanya dulu. Ia rindu, padahal baru beberapa jam lalu Caleya mengunjungi Papanya, tapi walaupun ia menunggu sampai jadi batu nisan, rindunya itu tak akan berujung temu.

Caleya merasakan lapisan kaca di matanya siap pecah, namun buru-buru ia menepuk pipinya sendiri. Ia sudah terlalu banyak menangis, bahkan sampai kantung matanya mulai menghitam, ia harus menepati janjinya kepada Bunda untuk mencoba mengikhlaskan yang terjadi dan belajar bahagia.

Pagi-pagi tadi Caleya memutuskan untuk lari pagi mengitari kompleks saja sebenarnya, namun gagasan mengunjungi makam Papanya itu muncul saat ia melewati kompleks pemakaman, begitu juga dengan gagasan lain seperti jalan-jalan di carfreeday seperti ini. Lagipula, kapan lagi Caleya bisa mengikuti semua ini lagi, malam nanti ia akan berangkat ke kota kelahiran Bunda Vanya, meninggalkan kota kecil tempatnya tumbuh ini, mungkin untuk selamanya. Oleh karena itu, Caleya memutuskan untuk berkeliling hari ini, sebagai tambahan kenangan yang mungkin akan ia biarkan menetap di kepalanya dari banyak bagian yang mungkin akan ia lupakan nantinya.

Caleya menggigit es batu terakhirnya. Gadis kecil dan ayahnya tadi sudah pergi, menuju penjual gula kapas, namun mata Caleya masih setia memperhatikan.

"CALEYAA!"

Panggilan keras secara tiba-tiba itu membuat es batu yang baru masuk ke mulut Caleya langsung terjun bebas masuk ke kerongkongan tanpa melalui tahapan dikunyah. Cewek itu memegangi lehernya, ia terbatuk beberapa kali. Namun dengan laknatnya si pemilik suara keras tadi malah tertawa tanpa beban.

"Sorry, sorry cal, gue nggak tau lo lagi ngunyah es batu" ucap cowok itu di sela tawanya. Caleya menoleh tak habis pikir.

"Gila lo ga! Lo mau gue mati?! Tau nggak suara lo bikin gue jantungan!!" Omelan dengan nada nge-gas itu disambut kekehan oleh Rega.

"Iyaa, kan gue nggak tau.. Lagian lo sih, pagi-pagi cerah begini masih ngalamun aja"

"Siapa yang ngalamun sih? Gue tu lagi me time!" Jawab Caleya cepat. Semoga Rega nggak tahu kalau barusan Caleya sudah hampir menangis.

ARTERI (A1- ARKA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang