Fase Sembilan

266 39 15
                                    


Tarik napas.. Jangan dibuang, mubazir. Siapin mental buat part panjang ini

But I'm only human
And I bleed when I fall down
I'm only human
And I crash and I break down
Your words in my head, knives in my heart

Now playing
Human - Christina perri

"Menurut lo satu semester Jaeden di antariksa gimana?" Keenan membuka pembicaraan setelah lama diam-diaman dengan Galen yang juga sibuk berlari kecil di sampingnya.

"Brilian" Galen menyahut sambil memutar topinya ke belakang. Gerah.

"Kalau itu dari dulu nyet."

"Bukan otaknya beb, kalau itu gue juga tau."

Keenan menoleh pada Galen. Memelankan larinya. Ia melihat sohibnya yang tampak lebih serius.

"Tapi suasana hatinya." Galen menghela napas. "Dia lebih beda setelah masuk SMA, lebih tepatnya setelah ketemu Caleya. Lo tahu sendiri dia dulu jarang dan bahkan cuma berinteraksi sama kita, sama kitapun juga jarang haha-hihi. Jarang ketawa jarang ngomong. Seringnya malah baca buku dan belajar."

Keenan mengangguk-angguk. Mereka memutuskan duduk di bangku taman yang kosong.

Siku Galen bertumpu pada pahanya. Tangannya bertaut, pandangannya menatap lurus jalanan di depannya yang ramai pejalan kaki.

"Lo lihat perbedaannya sama sekarang, dia cuma lihat video Caleya marah-marah aja bisa ketawa, hal yang gampang banget Caleya lakuin tapi susah banget di kita, gue dulu selalu berusaha mikir keras buat bikin jokes yang sampai ke humor dia. Tapi ternyata nggak ketawa juga."

Keenan tersenyum. "Jokes lo dosisnya kurang tinggi mungkin, atau ada sesuatu di Caleya yang nggak kita punya."

"Ya, itu cewek memang ajaib. Selama beberapa tahun gue sering ngerjain orang, baru kali ini ada yang berani buat ngelawan balik. Apalagi dia ngelawan A four."

Keenan dan Galen sama-sama menarik sudut bibir. "Tapi gue seneng Jaeden bisa berubah sedikit-sedikit." ucap Keenan tulus. Bertahun-tahun melihat sahabatnya terpuruk membuatnya ikut sedih. "Gue bakal bikin Caleya lebih dekat sama Jaeden. Cewek itu punya potensi buat masuk lebih banyak." Keenan mantap dengan keputusannya. Galen juga terlihat setuju.

"Tapi kadang gue juga cemburu sama Caleya. Segampang itu dia ngerubah Jaeden yang kaku kayak batu kali." Galen berujar melow. Keenan memandangnya jijik.

"Lo beneran masih normal kan len?" ia memandang sahabatnya yang kini lebih memilih melepas topinya itu.

Galen balas memandang keenan kemudian mengedipkan satu matanya. "Masih kok beb, tapi kalau lihat kamu keringetan gini lama-lama ya nggak kuat" Galen meraih lengan kanan Keenan dan menyender padanya bahkan nyaris memeluknya. Keenan yang geli menarik tangannya paksa dan mengumpati sahabatnya yang tingkat kewarasannya sering naik turun itu. Beberapa cewek yang tadi terpesona melihat mereka, tampak jijik.

"Sianjir." Galen dan Keenan terbahak. Tidak buruk juga tampil di depan publik dengan sifat asli mereka yang bar-bar. Buktinya dulu mereka yang menginginkan untuk dilihat secara biasa-biasa saja kini mendapatkan itu. Bahkan lebih.

◇◆◇

Caleya menambahkan detail-detail kecil di gambarnya. Kalila yang tak sabar melihat hasil gambaran temannya itu berseru-seru sambil bertepuk tangan. Persis seperti anak Tk. Caleya itu sejak kecil hobi banget menggambar, terlebih menggambar desain-desain baju. Hobi itu di dapat dari Bundanya yang dulu sempat bekerja sebagai fashion designer, walau sekarang bundanya sudah keluar dari perusahaan tempatnya bekerja dulu, Bunda Vanya masih sering menjahit di rumah dan masih mendapat pesanan baju walau tak banyak. Biasanya, Caleya yang mendesign sedangkan bundanya yang menjahit, soalnya tangan Caleya yang sering ceroboh itu nggak bisa mengoperasikan mesin jahit. Kalau dipaksakan, bisa-bisa tangannya malah ikut kejahit atau stok kain habis untuk bahan percobaan Caleya.

ARTERI (A1- ARKA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang