9 I Alkisah

18.4K 197 0
                                    

Aku memilih duduk dengan posisi tepat di sudut sebelah televisi, di depan cermin, agar bisa melihat proses pertandingan mereka secara leluasa.

Jangan ditanya apa mereka malu atau tidak melakukannya di depanku, atau di depan saudara kandung mereka sendiri. Sepertinya tidak sama sekali melihat mereka terbiasa untuk memainkannya sedari tadi.

Mungkin karena memang sudah kepalang, atau juga suasana yang mendukung atau mungkin gairah mereka meledak juga melihat film yang berisi adegan-adegan panas di depan mereka.

Aku sekarang yang hanya duduk dan memerhatikan mereka, terkadang timbul desir di tubuhku. Ada perasaan yang ikut bergejolak, membayangkan apa jadinya jika dua orang itu bermain di atas tubuhku.

Ah, sudahlah. Itu hanya pikiranku saja.

Sekarang sambil melihat mereka berproses dan terkadang menggodaku dengan banyak kata-kata --terutama Geraldi tentu saja--, aku berjalan kaki ke arah pantry di ruangan ini. Membuka kulkas dan berniat membuat sirup. Upayaku agar pikiran lebih jernih dan tenang menghadapi situasi ini.

Aku jadi teringat pertama kali dulu aku memulai semua petualangan ini.

Maukah kuceritakan sekilas sambil menunggu mereka?

×××

Sejak kecil aku yatim piatu, tinggal di panti asuhan. Aku memiliki masa kecil yang cukup suram. Orang-orang mengejekku karena aku berkulit hitam dan tidak rupawan, seperti gadis lainnya seumuranku.

Suatu hari aku jatuh cinta, ah mungkin hanya sekadar suka, dengan seorang lelaki yang umurnya di bawahku. Beda 3 tahun. Saat itu aku berusia 15 dan dia 12. Iya, aku waktu itu belum tertarik secara s**sual, hanya menyukainya karena dia lelaki yang imut, tampan dan menggemaskan.

Waktu itu dia sepantaran denganku, cowok memang cepat tumbuh tinggi, ini sudah tidak aneh. Dan aku tak tahan untuk tidak mendekatinya. Jadi kuberanikan diri untuk mencoba berkenalan dengannya.

Dia awalnya menyambutku dengan baik.

Namun semua berubah saat semua orang di sekitar mulai mengejeknya karena dia mau bermain denganku, berkenalan denganku. Mereka mengejeknya terus-menerus hingga kurasa dia tak tahan. Dia mendorongku sampai aku jatuh dan meneriakiku. Dia meneriakiku dengan kata-kata yang sama persis dilontarkan orang-orang padaku.

"Dasar jelek, hitam, gimbal. Enyah kamu dari kehidupan aku!"

Aku yang sejak awal memang memiliki sikap selalu memberanikan diri karena aku mendapat kebajikan serta kebijakan dari dongeng-dongeng atau banyak cerita yang kubaca, aku memilih berdiri dan mendekatinya.

Aku menyentuh bahunya walau dia segera menyingkirkannya. Dia melihatku dengan sangat jijik. Tapi aku sungguh tak peduli.

Ada pepatah, "what doesn't kill you makes you stronger." Aku sudah terbiasa dihina semenjak aku di panti, atau di sekolah saat aku berusaha mengajak yang lain bermain denganku. Awalnya sedih, namun aku terus membaca buku-buku yang mampu menenangkanku. Memberikanku pola pikir yang baik di usiaku. Aku selalu merasa makin kuat sejak itu.

Jadi untuk lelaki di depanku kini, aku langsung memberikan kekuatan pada lenganku dan memegang kedua bahunya. Dia sementara tak bisa mengelak. Lalu aku tarik dia, hingga dia jatuh dalam pelukanku, lalu segera aku membisikkan satu kalimat di tengah dia meronta, "Dengar!" Aku agak membentaknya dan dia mulai diam.

"Aku tidak masalah kalau kamu tidak menyukaiku sekarang hanya karena terpengaruh omongan orang-orang. Tapi di usiaku 19 nanti dan usiamu 16, kamu akan sangat tergila-gila padaku."

Aku melepaskannya dan menyeringai, memperlihatkan sesungging senyum yang mengejek. Aku menepuk-nepukkan kedua tanganku. Lalu aku pergi meninggalkan lelaki itu yang hanya mematung setelah kuperlakukan demikian.

Brondong Hot LoversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang