"Gimana, udah tegang?" tanyaku berusaha tetap terlihat netral dan tenang. Bagaimanapun, aku tidak boleh terlihat antusias dan seolah sangat menginginkannya. Sebab sekali jatuh, permainan ini sungguh tidak akan mengasyikkan lagi.
"Sudah nih," jawab Geraldi spontan.
"Zriel, kamu gimana? Segitu udah tegang?"
"Mm... iya kak,"
"Ini meterannya udah kakak bawa. Mau diukur sekarang, atau masih nyoba membuatnya lebih keras lagi, atau mungkin... lebih panjang?"
"Hahaha. Ekspektasi lo emang sejauh mana sih? Emang bisa dibikin lebih dari ini? Noh punya adek gue, ternyata sekarang besar juga ya. Dulu gue lihat waktu masih kecil, ukuran dia masih jauh sama gue. Sekarang, gue ga tahu dah, kayaknya beda-beda tipis sama punya gue. Lo pake apaan dek, bisa jadi kayak gitu?"
"Ya kan tumbuh, Bang. Aku juga ga tahu, tahu-tahu udah bisa segini."
"Ceritanya reuni kepunyaan nih? Jadi bisa saling liat-liatan gitu sama ngenang memori?"
"Hahaha. Iya nih, gue kaget aja, bisa ada momen kayak gini lagi. Bisa liat kepunyaaan adek gue sendiri setelah sekian lama. Gue kira punyanya dia masih segitu-gitu aja, taunya..."
"Punya abang tetep gede juga kok, Bang,"
"Ups. Stop complementing each other, guys. Time to measure... ready?"
Mereka berdua mengangguk, aku mendekat. Posisi bertekut lutut, menopang beban tubuh. Pertama aku berada di depan Geraldi.
"Aku ukur diameternya dulu ya,"
Dia mengangguk. Matanya berfokus padaku yang sedang mengukur, aku bisa dengan sangat mudah merasakannya.
Aku melilitkan meteran, dan menggunakannya seperti aku biasa menggunakan untuk mengukur lingkar pinggangku.
Ketika aku pegang, aku bisa merasakan denyutan dan tegangannya makin terasa. Keras. Kulirik Geraldi sekilas, dia langsung memalingkan muka. Aku menahan ketawa. Kalau udah kayak gini aja, dia so-so an merasa blushing.
Demi shandy yang kantung oksigennya ga abis-abis padahal berada di dasar laut, ukuran diameternya Geraldi lumayan besar.
Aku mencatatkannya secara rahasia di buku kecil yang sudah aku sediakan di atas laci, aku mengambilnya sebentar. Berusaha meredakkan ketegangan yang kurasa, dan pasti Geraldi juga. Sebab setelah kupegang, memang kadar ketegangannya berbeda.
"Oke, aku menuliskannya di sini."
"Berapa emang?"
"Still become a secret," kataku meliriknya nakal, lalu berpindah tatap ke arah Gazriel.
"And now it's your time, babe. Are you ready?" Aku mengedipkan sebelah mataku sembari menjilat bibir dengan lidahku. Aku tahu ini menjijikkan, but it's a little thing I called as a teasing. I have to do that.
Gazriel mengangguk dan aku melangkah ke arahnya. Aku melakukan apa yang kulakukan terhadap Geraldi. Aku mengelusnya sebentar, dan kurasakan tubuhnya bergetar. Mungkin dia merinding? Ah, entahlah. Aku hanya akan menyelesaikan tugasku. Menyelesaikan apa yang harus kuselesaikan.
Dan, mm, oke, memang seperti yang kurasakan pada kepunyaan Geraldi, kepunyaan Gazriel juga mengeras sesaat setelah kugenggam. Hasrat lelaki muda memang selalu luar biasa. Aku kagum pada darah muda mereka yang begitu menggelora. Dipenuhi hasrat dan angan-angan yang kuat.
Ah ya, bagaimanapun, aku juga merasa masih muda sih. Usiaku hampir seperempat abad, namun ini adalah kesempatan yang tak boleh disia-siakan. Aku harus menikmati hidupku dengan baik, itu pasti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brondong Hot Lovers
RomancePERINGATAN!! JANGAN DIBACA! (Membaca ini bisa membuat kamu mengerti sisi lain wanita: sebuah hasrat liar yang disembunyikan oleh mereka) Namaku Syakila Maharani. Sejak kecil sebatang kara hidup di panti asuhan. Namun karena aku terlihat aneh jelek d...