"Minum dulu di sana, gpp. Ambil sendiri. Kalian bisa ambil waktu istirahat sebanyak yang kalian mampu. Cuman aku bakal memperhatikan, siapa dari kalian yang kepunyaannya bisa kembali tegak duluan. Itu bakal jadi tambahan nilai," kataku berusaha sedatar mungkin, menggunakan nada tajam, berusaha menguasai keadaan.
Mereka sepertinya menurut karena tak lama kemudian mereka melangkah ke arah pantry. Kepunyaan mereka kuperhatikan mengendur, seperti padi, kembali merunduk.
Aku berusaha lebih santai dengan minum minuman di gelasku yang belum tandas, diiringi scroll hp, melihat aplikasi tempat menulisku. Penasaran berapa jumlah bintang (vote) yang bertambah, hingga membaca beberapa ulasan yang masuk untuk bab yang kemarin kubuat.
Aku tersenyum-senyum sendiri membaca ulasan yang diberikan pembaca. Ada yang merasa terhibur, penasaran dengan apa yang terjadi di bab selanjutnya dan entah ada banyak lagi. Banyak komentar yang kulihat saling menimpali satu sama lain.
Sebab aku tak ingin menjadi sosok yang sombong atau tidak ramah kepada pembaca, sebisa mungkin aku membalas komentar-komentar yang mereka berikan. Aku kembali ingat bagaimana waktu itu aku menjadi penulis pemula, yang harus menandatangani ratusan buku dan mengucapkan terima kasih.
Waktu itu, aku mulai terus menulis kisah kelanjutan dari buku pertama. Aku tidak merencanakannya dari awal untuk menjadi cerita berlanjut, namun sang tokoh utama dalam imajinasiku, memintaku untuk melanjutkan cerita yang sudah ada karena memang belum usai.
Awalnya waktuku memang agak terhambat dengan proses pre-order, tanda tangan buku, hingga kesibukan mempercantik diri di sekolah. Ah, jangan lupakan pula belajar. Aku sudah kelas 3 dan aku harus melakukan banyak persiapan untuk ujian nasional dan persiapan masuk kuliah.
Aku benar-benar sibuk dan hanya menyempatkan waktu seminggu sekali untuk menulis bab baru, mengingat ada banyak sekali hal yang harus kulakukan. Aku harus membagi sebagian besar waktuku untuk melakukan hal-hal yang memang harus kulakukan.
Menulis, tuk sementara menjadi jalan hiburan, keluar dari penat rutinitas yang harus dijalani. Berkomunikasi dengan segenap pembaca seminggu sekali rasanya cukup menyenangkan bagiku, karena mereka bisa mengerti kondisiku setelah kujelaskan.
Aku menjalani hidupku dengan cukup baik setelah masa-masa itu. Hingga tiba saatnya aku mulai mengalihkan sedikit demi sedikit tulisanku ke sebuah platform menulis berbayar. Maksudku, pembaca bisa menggunakan koin untuk membeli setiap bab baru yang kutulis. Ini kumaksudkan agar pembaca tidak perlu menanti karyaku hingga kelar, lalu menunggu buku cetak untuk membaca.
Dan kupikir, di masa depan, orang-orang sudah tidak mau repot lagi membaca di suatu kondisi dimana harus membawa buku kemana saja. Walau aku percaya, masih ada begitu banyak orang yang melakukan itu. Terbiasa dengan cara konvensional dan merasa nyaman saat pertama kali mencium aroma buku.
Tetapi dalam hidup, kita harus terus memutuskan keputusan sedemkian rupa untuk menghadapi masa-masa yang akan datang. Dimana dan harus bagaimana kita bertahan. Sebab tanpa begitu, kita akan jauh ketinggalan dan kita hanya akan memandang orang lain telah melakukan banyak hal, sedangkan kita masih stuck di situ-situ saja.
"Hey, lu ngelamun?"
Aku melihat ke arah Geraldi yang sedang meminum air susu di gelas yang ia ambil sendiri di pantry. Aku bisa melihat perawakan tubuhnya yang begitu s*xy di bawah lampu cahaya kuning yang temaram.
Sekali lagi, kalau aku lupa tak bisa menahan diri, maka sudah sedari tadi aku akan membawanya ke atas kasur dan memagut rasa yang kuinginkan darinya. Ah, dia memang bisa memesona dengan caranya.
Konon, selalu ada part atau bagian dari lelaki dimana mereka bisa sangat terlihat s*xy, entah itu ketika menyetir, membuka helm selepas turun dari motor mereka, saat mengganti baju mereka (dan ah, ini selalu jadi part yang aku sukai setiap berhubungan dengan seorang lelaki muda yang baru kutemui) atau khusus bagi Geraldi, dia sangat terlihat seksi saat memegang gelas minuman di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brondong Hot Lovers
RomancePERINGATAN!! JANGAN DIBACA! (Membaca ini bisa membuat kamu mengerti sisi lain wanita: sebuah hasrat liar yang disembunyikan oleh mereka) Namaku Syakila Maharani. Sejak kecil sebatang kara hidup di panti asuhan. Namun karena aku terlihat aneh jelek d...