Cerita ini sepi like, sepi komen, sepi sepi sepi. Terima kasih Tuhan atas karunianya. 😉😇
♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡
"Jadi mau kamu apa Kil?" Helda memulai diskusi dengan tenang. Suaranya kembali bisa ia atur. Dia tampak kembali berekspresi sebagai wanita elegan. Hal itu pulalah yang juga menarik perhatianku saat kali pertama berkenalan dengannya. Aku belajar banyak darinya tentang cara terlihat elegan. Kemampuan ini sangat baik untuk dipelajari agar bisa menghadapi orang-orang yang menyebalkan tanpa kita ikut terlihat menyebalkan.
Berkaca pada dirinya saat ini yang terlihat demikian, aku mencoba meniru dan menenangkan diri. Aku menarik dan mengeluarkan napasku perlahan, agar membuat diriku jauh lebih tenang. Jauh lebih rileks.
"Aku mau mereka," jawabku akhirnya. Aku bisa melihat kembali Sheryl yang memelotot kepadaku. Tapi aku segera mengabaikannya. Aku harus menyelesaikan situasi ini dengan sangat tenang.
"Kenapa?" Helda kembali yang bertanya.
"Karena sejak awal, sebelum kedatangan kalian, aku sudah menginginkan mereka bukan? Aku yang membawa mereka akhirnya datang ke sini."
"Ya.. tapi, kamu hanya akan menjadikan mereka 'mainan baru' kamu 'kan? Kamu pasti nyadar perubahan gerak tubuh kita, kata-kata kita kepada mereka menunjukkan ketertarikan yang lebih. Kenapa kamu tak menyerahkan saja mereka pada kami?"
"Memangnya kamu pikir mereka tawananku?" aku menatap kepada mereka yang bahkan Geraldi yang biasanya tak sabar menyela pembicaraan, kini justru terlihat sangat diam. Mungkin pertengkaran di antara dua wanita terlihat cukup menakutkan baginya. Ya, mungkin saja, who knows, rait?
"Ya, mereka bakal jadi seperti tawanan kalau bersamamu," ucapnya tegas. Dia sangat bisa menguasai diri.
"Iya, lo itu.." belum sempat Sheryl menyelesaikan kata-katanya, Helda sudah menahan dia dengan tangannya. Memintanya untuk diam. Biar aku yang urus, kurang lebih seperti itulah maksud Helda kepada Sheryl. Sheryl akhirnya menurut. Ia diam.
"Let's see..." kataku tenang sembari menggerakkan kepalaku ke arah dua lelaki itu. "Coba kita dengar pendapat mereka, apakah mereka emang bener-bener pengen sama kalian, atau itu cuma halusinasi kalian aja?" aku memprovokasi.
"Atau cuma halusinasimu."
Perkataan Helda sangat singkat namun menusuk. Ia kembali berkata, "ya udah mari kita mendengar pendapat dua anak lelaki muda ini. Apakah ada keinginan dari kalian untuk melakukan pendekatan dengan kami, atau.. tetap bertahan dengan... em, dia?"
Aku merasakan dia sangat ingin melabeliku dengan istilah jelek di akhir kata-katanya. Namun ia cepat sadar diri, dan mengubah kata-kata itu menjadi kata yang canggung. Dia selalu bisa menahan diri. Tak seimpulsif Sheryl dalam mengatakan atau melakukan sesuatu.
Geraldi tampak diam berpikir, dia tak langsung menyatakan isi kepalanya. Jangan ditanya tentang Gazriel, sejak awal dia memang diam, eh tapi..
"Boleh aku bersuara kak?"
Sungguh tak diduga, dia lah yang pertama kali menanggapi pertanyaan Helda. Mewakili pertanyaan kami semua.
Helda mulai bergerak terlihat seperti gelisah, sepertinya dia gugup dengan putusan yang akan diambil Gazriel. Dia mungkin tak menyangka, Gazriel akan jadi yang pertama bersuara. Seseorang yang disukainya, aku yakin.
"Aku ingin bersama kak Kila. Kak Kila benar, sejak awal aku memang bersamanya."
Singkat, padat, jelas. Sebuah ungkapan yang pas untuk menilai ucapan Gazriel barusan. Apa dia bilang? Wohoo... dia ingin bersamaku, katanya. Aku tak pernah sebahagian ini dalam hidupku karena dijadikan putusan di antara pilihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brondong Hot Lovers
RomancePERINGATAN!! JANGAN DIBACA! (Membaca ini bisa membuat kamu mengerti sisi lain wanita: sebuah hasrat liar yang disembunyikan oleh mereka) Namaku Syakila Maharani. Sejak kecil sebatang kara hidup di panti asuhan. Namun karena aku terlihat aneh jelek d...