Twelfth

736 117 4
                                    

I'm back 🙋🏻‍♀️
Long time no see guyss 🙈
Apa masih ada yang stay sama cerita ini ?
Maaf banget updatenya lama :(
Jujur aja, aku sempet kepikiran untuk unpub cerita ini karena takut cerita ini banyak yang ngga suka. Apalagi jadwal update aku yang ngga menentu. Tapi aku bersyukur banget, yang baca cerita ini udah lebih dari 1K orang. Makasih banyak untuk kalian yang selalu support cerita ini. Makasih udah mau baca cerita ini. Makasih juga atas vote dan comment kalian ❤️ It's very precious to me. Selain itu, makasih juga karena kalian cerita ini masuk lagi ke beberapa peringkat yang sebelumnya sempet turun, bahkan ngga masuk. This makes me happy. You make me excited. Let's be together until this story is finished. I always hope you will support me

Happy reading guys. Hope you like it 💜

***

Rosé terdiam dalam kamarnya. Cahaya matahari yang masuk melalui celah jendela membuat kamar Rosé nampak estetik. Warna biru melekat di setiap sisi tembok kamarnya. Foto keluarga yang terpajang di dinding membuat dirinya seketika merindukan rumah. Ya rumah, tempat ternyaman bagi seorang Roséanne Park.

Mata Rosé berhenti pada gitar yang berada di pojok lemari. Gitar pemberian dari sahabat kecil Rosé di Auckland. Orang yang selalu ada ketika Rosé dijauhi oleh teman-teman di sekolah. Orang yang selalu menenangkan Rosé saat dirinya gugup untuk tampil di depan banyak orang.

'I miss u so bad.'

Rosé tersenyum melihat kamarnya. Ia benar-benar suka kamarnya ini. Kamar impiannya dulu saat kecil. Rosé selalu ingin memiliki kamar yang penuh dengan keestetikan. Tak lama pandangannya beralih melihat dirinya sendiri di cermin. Rosé tersenyum masam.

'Kurasa hidupku sudah tamat.'

Rosé melihat dirinya sendiri yang terlihat jauh dari kata baik. Dahi dan sikunya terdapat plester berwarna biru. Lututnya terdapat perban. Dan yang paling parah, kakinya terasa sakit untuk berjalan. Rosé terkilir. Rosé mendengus pelan mengingat kejadian sebelumnya. Ia tidak tau bagaimana bisa ada orang yang sembrana saat berkendara.

'Aku tidak tau tapi aku merasa itu disengaja. Lihat saja, siapapun dirimu dibalik hoodie hitam, aku pastikan akan menemukanmu dengan caraku sendiri.'

Rosé tersenyum. Ralat, bukan senyuman manis yang sering ia berikan, melainkan sebuah seringaian yang mengerikan.

'Aku akan membuatmu membayar semua yang kau perbuat. Kau bermain dengan orang yang salah, baby.'

"Ada apa dengan dirimu ?"

Rosé menatap seseorang yang kini berada di ambang pintu kamarnya. Ya, dia Jeon Jungkook. Orang yang menyebalkan dan menyenangkan di waktu bersamaan.

"Apakah insiden tadi membuatmu gila ?"

"Apa maksudmu ?"

"Tidak ada. Bagaimana keadaanmu ?"

Jungkook mendekat ke arah Rosé. Ia mengambil kursi dan meletakkannya di dekat Rosé. Rosé yang melihat itu hanya menghela nafasnya pelan. Mungkin jika orang lain yang di posisi Rosé akan senang karena seorang Jeon Jungkook duduk di dekatnya, tetapi tidak untuk Rosé. Dekat dengan Jungkook adalah hal yang menjengkelkan.

"Sudah membaik, dan akan lebih baik jika kau tidak ke sini."

"Kau mengusirku ?"

𝙸'𝙼 𝙾𝙺 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang