7

54 7 0
                                    

~Happy Reading~

***

"Hey, Nay."

Lagi-lagi tepukan di pundak. Naya mendengus melepas earphone-nya. "Siapa lagi sih yang hobi banget gangguin gue pagi-pa--"

"Eh, Atan!" Naya langsung memotong kalimat kurang ajarnya usai ia melihat sosok Asta yang sedang tersenyum di belakangnya. "K-kenapa?" Ia gugup, takut salah bicara lagi.

Asta menggeleng. "Mau ke rooftop?" Asta tiba-tiba mengajak.

Naya tampak berpikir sejenak.  Tak lama ia menjawab dengan aggukan.

Asta semakin sumringah, ia menjulurkan tangan di depan Naya. Naya yang segera tahu maksud juluran tangan itupun langsung meraihnya. Mereka berjalan, bergandengan seperti biasa menuju ke rooftop sekolah.

.

"I want say something to you, Nay."

Naya mengalihkan pandangannya dari lapangan sekolah menuju ke Asta yang berada di sampingnya. Alisnya berkerut seolah bertanya, 'Mau ngomong apa?'

Asta menghela napas, ia bergerak tiba-tiba menggenggam tangan Naya dengan erat. Kedua mata tajam itu melunak, memandang sepasang manik indah di depannya selama beberapa saat.

"Atan?" Naya bersuara lembut, memanggil nama Asta. Asta menyahut singkat. "Mau ngomong apa, hm?" Sekali lagi Naya bertanya hal yang sama. Namun, sekali lagi pula Asta masih diam tak bergeming.

"Ish, Atan! Kalau gak mau ngomong biarin gue ke kantin. Laper tau nungguin lo ngomong dari tadi!" Naya mendengus melepas genggaman tangan Asta. Ia berbalik, bersiap hendak pergi.

Grep!

Sebelum sempat pergi tangan kiri Naya sudah lebih dulu dicegat oleh Asta. Gadis itu sontak menghentikan langkahnya.

"Diem dulu di sini!" Asta sedikit berseru. Suaranya terdengar tegas dan serius.

"Aihs apa lagi? Gue capek nunggu lo ngomong, Atan. Buruanlah laper, nih!" Naya mulai kesal berusaha melepaskan genggaman tangan Asta sekali lagi. Namun...

Buk!

Posisi Naya seketika dibalikkan, punggungnya persis menyatu pada tembok saat ini. Di depannya Asta berdiri tegap, kedua tangannya mengunci Naya dari kiri dan kanan.

"Bisa diem sekarang?" Suara berat Asta terdengar, membuat jantung Naya berdegup kuat.

Dengan susah payah Naya meneguk salivanya. Ia mengangguk sekali.

Asta menghela napas. Perlahan ia menundukkan kepala, menyatukan dahinya di pundak Naya. Ia bersandar. "Kalo dari awal lo diem, gue gak bakal kayak gini, sorry." Naya mengangguk lagi dengan cepat sebagai balasan.

Beberapa detik setelahnya Asta kembali menegakkan kepala. Ia kembali menatap kedua manik milik Naya. "So, kali ini lo dengerin gue bener-bener. Understand?"

"Y-yeah, Sir!"

Asta terkekeh, mengacak rambut Naya gemas. "Gak usah gugup kayak gitu. Hati kecil gue gak sanggup liatnya."  

"Hah, maksudnya?" Naya mengerutkan dahinya. Ia mulai kebingungan.

Asta sumringah. Perlahan tangan kanannya terangkat, bergerak menuju pipi kiri Naya, menyampirkan helaian rambut yang mengganggu ke belakang telinga. Dengan lembut ia berucap, "Lo sebenarnya emang polos atau gimana, sih." Naya masih bingung dengan kata-kata Asta. Ia melongo mendengar Asta melanjutkan kalimatnya. "Naya Arunika. Gue... suka sama lo."

N a y a [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang