20

51 8 2
                                    

~Happy Reading~

***

Hari ini bertepatan dengan satu minggu lamanya ketidak-hadiran seorang Naya di JAS. Banyak dari para murid yang tak peduli dengan hal itu, namun banyak juga yang bertanya-tanya akan keberadaannya saat ini.

Seperti halnya seorang Asta, Satya, dan Reta yang diam-diam menanyakan keberadaan gadis itu di dalam benak mereka. Ya, walau Reta diiringi oleh umpatan-umpatan kasar dan sedikit menunjukkan rasa syukur karena tak ada yang mengganggunya jika gadis itu tidak masuk.

Satya menatap layar ponselnya sedari tadi, membuat teman sebangkunya keheranan.

Sedikit info, bahwasannya Satya dan Asta sudah tidak sebangku lagi dikarenakan masalah 'perselingkuhan' beberapa bulan yang lalu.

"Lo kenapa sih?" tanya teman sebangku Satya kebingungan.

"Gak papa. Gue cuman lagi chat-an sama Naya," jawab Satya.

"Sama Naya?! Lo udah tau kabar dia?!" Lelaki itu tampak sedikit terkejut.

"Kalo kabar dia, gue emang udah tau. Tapi, kalau alasannya gak mau masuk sekolah lagi, gue gak tau. Dia gak mau ngomong," ungkap Satya membuat temannya mengangguk paham.

"Gue rada kasian sih sama dia. Di bully satu sekolah coy, lo bayangin aja!" Lelaki sebangku Satya kembali menimpali.

Satya memandang lelaki itu. "Lo bener. Percayalah walau mukanya gak nunjukkin raut apapun, gue yakin kalau hatinya bener-bener ngerasa terluka. Dia tipe cewek yang bisa nyembunyiin semuanya dengan mudah. Tipe cewek kuat yang punya mental baja," ucap Satya ikut memuji seorang Naya.

Tak lama setelah perbincangan kedua lelaki itu, Guru yang mengajar pun masuk ke dalam kelas dan mulai menerangkan materi pelajaran hari ini.

***

Reta menarik tangan Asta agar mengikuti langkahnya. Gadis itu membawa Reta ke rooftop sekolah. Dia mengatakan jika ingin mengajak pacarnya untuk mencari angin segar saja.

Asta tak menolak. Ia mengikuti langkah Reta dengan perasaan yang biasa saja. Jujur, selama seminggu ini sikap dan perilaku lelaki itu seperti berubah. Ia menjadi lebih diam dan dingin dari biasanya.

Dirinya sendiri juga tidak tau mengapa sikapnya tiba-tiba berubah. Dia tak tau mengapa dia lebih suka diam akhir-akhir ini, memikirkan hal-hal random yang sering muncul di dalam kepalanya.

Keduanya kini telah sampai di rooftop. Reta melepas tanggapan tangan pada Asta, sedikit melangkah maju dan mendekati palang pembatas.

Gadis itu menghirup nafas panjang. Udara siang ini benar-benar menyejukkan jiwa raga. Walau matahari bersinar terik, namun angin masih sering lewat.

"Asta, aku mau ngomong sama kamu. Ini serius." Seketika nada suara Reta berubah menjadi lebih tegas. Ia memandang sang pacar yang berjarak beberapa centimeter di belakangnya.

Asta menatap balik Reta dengan tatapan yang seolah berkata, 'Apa?'.

"Jujur, kamu ada perasaan gak sih sama aku?" tanya Reta setelahnya. Tatapannya berubah menjadi penuh harap.

Asta tampak tak merubah raut wajahnya sama sekali. Ia masih memandang datar seorang Reta.

"Bisa gak sih kamu nganggep aku pacar kamu? Bisa gak kamu jangan tatap aku datar kayak gitu? Bisa gak kamu gak ngeliat aku sebagai pelarian doang? Bisa gak kamu lupain Naya dalam hidup kamu? Aku pengen kamu anggap sebagai pacar, bukan sebagai pelarian atas sakit hati kamu sama mantan kamu." Beribu pertanyaan mulai dilontarkan oleh gadis itu, sedikit membuat Asta kesulitan untuk menjawabnya.

N a y a [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang