22

52 10 0
                                    

~Happy Reading~

***

Reta mendudukkan dirinya di bangku kafe. Ia baru saja menyelesaikan sekolahnya dan langsung mampir ke kafe yang tak berada jauh dari wilayah sekolah.

Dia butuh waktu sendirian, dan kafe bisa jadi tempatnya untuk sekedar bersantai sejenak.

Reta menghela nafas panjang. Telapak tangannya menumpu dagu serta pipinya bagian kanannya. Matanya berfokus pada jalanan ibu kota yang ramai dengan kendaraan berlalu lalang, namun pikirannya malah terbang jauh entah kemana.

Kriet...

Reta dikejutkan dengan suara kursi yang ditarik, membuatnya menengadah dan mendapati Satya yang duduk tepat di depannya.

"Lo sendirian aja di sini?" tanya Satya meletakkan tas sekolahnya di samping kursi tempat ia duduk.

Reta melirik Satya sebentar lalu kembali memandang jalanan. "Mau sama siapa lagi? Semua orang udah benci sama gue, sedangkan sahabat gue satu-satunya udah menghilang entah ke mana." Reta menjawab.

Satya diam, tak lanjut membalas, menciptakan keheningan di antara mereka berdua.

"Lo sendiri kenapa ke sini dan duduk di depan gue?" Reta kembali bersuara, balik bertanya.

Satya masih diam, namun tak lama ia menjawabnya. "Emang salah kalah gue duduk di sini? Terserah gue dong mau duduk di mana pun, toh ini juga bukan kafe nenek lo punya," tutur Satya singkat. Pemuda itu tersenyum, tampak meremehkan Reta.

"Kalo ini beneran kafe punya nenek gue lo mau apa?" Reta bersila dada ikut menantang seorang Satya.

Satya mengangkat satu alisnya. "Pergi."

"Ya udah sono pergi! Ni kafe memang punya nenek gue." Reta tertawa senang pasalnya ia menang debat.

Satya mendengus. "Gak percaya gue." Ia memutar bola mata malas.

"Lah, emang lo gak sadar apa dari tadi gue duduk tenang di sini dan gak ada satupun pelayanan yang ganggu?"

Satya terdiam. Ia pun mulai menolehkan kepalanya ke sekitaran isi kafe. Memang benar, tak ada satupun pelayanan yang terlihat menghampiri meja mereka sedari ia masuk tadi.

"Percaya, kan?" Reta membeo, kembali mengarahkan pandangan Satya pada dirinya.

"Ck! Iya-iya gue percaya, Nona." Decak Satya kalah, memunculkan gelak tawa Reta.

"Lo kayak Naya ih!" seru Reta di sela tawanya.

"Kenapa jadi kayak Naya?" tanya Satya kebingungan.

Reta berhela, menghentikan tawanya. "Pas pertama kali dia tau ini kafe punya nenek gue, dia juga gak percayaan, sama kayak lo tadi," jelas gadis itu. Satya mengangguk-angguk.

"Ngomong-ngomong soal Naya, lo mau ngapain lagi setelah ini?" Satya menghentikan gerakan Reta.

Reta diam di tempatnya. Sesekali ia menunduk lalu menghela nafas, membuat Satya jadi merasa bersalah karena telah bertanya.

"Kalo lo gak mau jawab gak papa, kok. Sorry karena udah gak sopan." Satya tiba-tiba bangkit, berniat hendak pergi.

N a y a [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang