8

52 6 0
                                    

~Happy Reading~

***

"Bang Sat!" Sebuah seruan mengejutkan Satya tengah bermain handphone di dalam kelas. Ia menoleh, mendapati Naya yang sedang berjalan menghampirinya dengan senyuman lebar.


Satya melotot. "Besar banget suara lo, Anj*r! Mana manggilnya kayak gitu lagi!"  bentak Satya dengan suara kecil, tak ingin orang-orang di sekitarnya mendengar.

Naya terkekeh, mendudukkan dirinya di depan Satya. "Tapi Bang, bukannya Abang udah ngebolehin aku manggil kayak gitu?"

"Heh, gue cuman ngebolehin lo manggil  'Sat' aja. Bukannya malah lo tanbahin 'Bang'. Lagian kita cuman beda dua bulan. Gak usah tambahin kata-kata 'Abang' lagi!"

"Ih Abang, itu 'kan sebagai wujud penghormatan. Nih ya, walau beda kita cuman dua bulan, Abang tetaplah Abang. Abang yang paling tua!" Naya tertawa keras, membuat Satya mendelik tajam ke arahnya.

"Diem lo, gak lucu tau! Jadi heran deh gue kenapa Atan bisa suka sama cewe kayak lo. Lo pake santet, ya?!" Satya menunjuk Naya, menuduh.

"Bukan santet Abang, tapi pelet." Naya membenarkan.

"Iya... sama itu. Tapi bener 'kan, lo pasti pake salah satu di antaranya buat mikat sahabat gue. Iya, kan?" Satya memicingkan matanya, curiga.

Plak!

"Sembarangan aja kalo ngomong!" Naya menabok pipi Satya dengan sedikit kuat, membuat Satya menghentikan kecurigaannya sembari meringis, memegang pipinya yang terasa nyeri karena telapak tangan Naya.


"Nih ya Bang, denger! Walaupun gue gak diem-diem banget juga kadang suka keceplosan ngomong kasar, gue ini teteplah Primadona di sini tau!" Naya berseru, membanggakan diri.

Satya memandangi Naya. "Lo? Primadona?" Ia terkekeh, "lo mah bukan Primadona, lo itu Primata! HAHAHA...!!!" Satya tertawa keras, menepuk-nepuk meja.

Naya menatap aneh seorang Satya yang tertawa terbahak-bahak mendengar lawakannya sendiri. Menurutnya itu sama sekali tidak lucu.

"Udah ah, berenti gak! Gue mau ngomong ini!" Naya menyuruh Satya berhenti. Satya perlahan menghentikan tawanya sembari memegangi perut.

"Ngomong apaan?" Dengan suara yang masih seperti menahan tawa, Satya bertanya.

"Gue mau nanya, lo liat Atan gak?" Naya balik bertanya, menjelaskan maksud dan tujuan awalnya datang ke kelas usai dari ruangan guru karena ada tugas sejenak. Sepulangnya dari kelas dirinya malah tak menemukan keberadaan Asta lagi, membuatnya penasaran.


"Lah mana gue tau, dia 'kan pacar lo." Satya mengangkat kedua bahunya dengan acuh.

"Ck! Dia memang pacar gue, tapi bukan badan gue yang bisa gue bawa ke mana-mana, Setan!" Naya mengumpat, kata-kata mutiara andalannya terdengar.

"Kasar banget lo."

"Bodo! Udah ah mau nyari Atan, bye!" Tanpa ada niat mendengarkan Satya lagi, Naya pun pergi meninggalkan kelas juga seorang Satya yang sudah mengumpatinya dengan sumpah serapah.

N a y a [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang