🥥5

789 170 32
                                    

°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°

"Kamu dari mana neng, tumben sore banget pulangnya?" Mama yang sedang menjahit celana bolong milik abah melihat anak sulungnya baru pulang, biasanya Yoona sudah di rumah sebelum pukul lima sore. "Loh kan udah neng bilang kalo mulai hari ini, neng ngelesin dulu anaknya pak dokter Sehun." Yoona duduk di sisi sofa yang kosong, di samping mama yang sedang menjahit celana bolong abah.

"Sampe kapan kamu teh mau sibuk kerja, inget kamu teh awewe. Kudu cepet nyari lalaki buat jadi suami atuh bisi keburu jadi parawan lapuk." Lagi-lagi mama selalu menyeret topik pembicaraan ke sana, Yoona selalu ditodong soal pernikahan. Apalagi ia anak paling besar dan satu-satunya anak perempuan mama dan abah.

"Ya ampun ai si mamah..."

"Mah, jodoh sama maut udah ada yang ngatur."

"Iya mamah juga tahu, tapi kamu juga harus usaha neng. Adek kamu si Jaehyun udah mau nikah Na, masa kamu santai dilangkahin adek." Yoona hanya bisa mengelus dada jika dicerca seperti ini, adik laki-lakinya yang pertama sudah mau naik pelaminan — sementara bagi dirinya hilal tanda-tanda jodohnya datang belum kunjung muncul. Mama dan abah selalu resah dengan anak perempuan satu-satunya sekaligus anak tertua mereka belum kunjung naik pelaminan.

Meski tersenyum, ada hati yang meringis di balik wajah Yoona. Daripada makin teriris, lebih baik ia masuk ke kamar dan melakukan kegiatan yang lain daripada kena omel mama terus soal masalah jodoh. "Ah napa sih jodoh lagi, jodoh lagi yang dibahas." Sampai di kamar — Yoona duduk di tepi ranjang, meraih guling di kasur dan memeluknya sambil duduk cemberut. "Gue bukan gak prioritasin tapi ya abah sama mamah kan juga udah pensiun, modal dari duit pensiunan doang mah kagak cukup kali." Keluh Yoona sendirian di kamar.

"Ya mending kalau keluarga gue turunan sultan, ini... udah pas-pasan, cicilan masih banyak, gue masih punya adek yang nanggung biaya sekolah." Di depan mama, Yoona akan terlihat baik-baik saja. Namun, siapa yang tidak kesal kalau terus ditodong soal jodoh dan dibandingkan sendiri dengan adiknya. "Si Jahe lagi ngadi-ngadi, nekat amat langkahin gue kawin. Ya gue gak masalah, omongan mamah sama tetangga yang bikin gedeg." Yoona melempar guling yang semula dipeluknya.

Sudah dilempar, eh dipeluk lagi tuh guling. "Bentar-bentar deh!" Yoona tiba-tiba terpikirkan sesuatu, "Apa gue nyari laki yang tajir aja ya?" Ia menyeringai dengan akal bulusnya. "Hmm... jadi istri pejabat keknya sabi tuh." Kalau sendirian di kamar memang sikapnya jadi random. Cara Yoona mengekspresikan dan meluapkan emosinya ya saat-saat sendiri seperti ini.

"Kalau enggak, apa gue pepetin pak Sehun aja ya?"

"Mayan...mayan, duren sawit."

"Apa jangan-jangan pak Sehun emang jodoh gue?"

"Ah kalo iya sempurna hidup gue akh..."

"...udah ganteng, tinggi, kaya, sayang anak, dokter, bikin meleleh lagi." Terbayang kembali senyum Sehun yang manis dan mempesona seperti waktu itu.

DUREN SAWIT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang