🥥EXTRA PART: DADDY & DAUGTHER

497 73 16
                                    

°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°

Mesin waktu memutar kembali memori pilu, di depan sebuah pusara Sehun dan Karina duduk bersimpuh. Gadis kecil di dekat Sehun hanya bisa menangis meratapi kepergian sang bunda. Bukankah baru saja Karina dan ayahnya merayakan ulang tahun bunda Irene. Bukankah sang bunda masih memeluk dan menciumnya - ternyata itu semua adalah ulang tahun yang terakhir untuk dirayakan. Perempuan yang mendampingi Sehun sebagai istri dan ibu untuk Karina itu kini sudah tenang bersemayam di bawah batu nisan.

"Yah... kenapa bunda ninggalin kita secepet ini?"

"Kita baru aja ngerayain ulang tahunnya bunda tapi..." Karina kecil tak kuasa menahan sendu air matanya. Tangis histeris pecah, "Bundaa..."

Sehun segera memeluk putrinya yang menangis. Ia tahu perasaan putri semata wayangnya itu pastilah hancur dan sedih. "Karin, kamu gak boleh sedih ya. Nanti bunda juga ikut sedih kalo kamu sedih terus." Hati siapa yang tak remuk ditinggal orang yang berharga dalam kehidupan. Sehun juga sebenarnya sedih melihat Irene kini hanya meninggalkan kenangan selama bahtera rumah tangganya bersama Sehun.

"Ikhlas ya nak..." Dikecupnya pucuk kepala Karina.

"Masih ada ayah yang bakal nemenin kamu, Rin. Kamu doain bunda supaya ditempatkan di tempat yang terbaik ya..." Karina mengangguk, memeluk sang ayah sambil tersedu.

"Kita pulang ya Rin, bunda udah istirahat di tempat yang lebih baik."

Ayah dan anak yang berjalan saling berpegangan tangan meninggalkan tanah perkuburan. Sesekali Sehun menengok ke belakang dan tersenyum melihat batu nisan bertulis nama sang istri. Hidup harus terus berjalan, ia tak bisa terus bersedih hati. Sehun harus menjaga Karina walau hanya sendiri.

Semenjak kepergian Irene hari itu, kehidupan baru dimulai. Tidak ada lagi yang menyiapkan sarapan di pagi hari selama Sehun bersiap-siap kerja. Tidak ada lagi yang menemani Karina bercerita sebelum tidur. Irene hanya terpatri dalam bingkai foto keluarga di rumah tanpa kehadirannya lagi.

"Karin... ayo makan!"

Pintu kamar gadis kecil diketuk. Sehun mengajak Karina sarapan sebelum berangkat sekolah. "Iya yah..." Gadis berseragam putih merah itu keluar dari kamar, terduduk di kursi ruang makan — melihat nasi goreng di piring. "Yah, nasi goreng lagi?" Karina kecil cemberut.

"Iya, maaf ya — ayah gak bisa masak yang terlalu ribet."

"Hum..." Bibir Karina mengerucut, kecewa dan bosan karena hampir setiap hari sarapan dengan nasi goreng buatan ayahnya. "Coba ada bunda, pasti gak bosen makannya."

Jika Sehun egois ia memilih marah pada Karina karena sudah mencaci makanan, tapi ia ingat pesan Irene. Tidak boleh langsung marah saat anak berbuat salah, Sehun menarik nafas dan membuang semua emosinya. "Sayang, maaf ya ayah gak bisa seperti bunda. Ayah janji kalau ayah ada waktu, ayah masakin kamu yang lebih enak dari pada nasi goreng. Tapi, sekarang kamu makan yang ada dulu ya."

DUREN SAWIT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang