12 ─ dandelion

283 97 5
                                    

Nari duduk di meja makan sambil memotong beberapa bawang, cabai, dan kawan-kawannya untuk menjadi bumbu masakan. Hari ini adalah hari libur, jadi Nari akan membantu nenek seharian. Mulai dari memasak hingga membersihkan rumah. Sebagai cucu perempuan satu-satunya yang ada di rumah, Nari harus bisa membuat nenek merasa senang.


Nari menoleh pada neneknya yang hendak mencuci piring. "Nek, biar Nari saja yang mencucinya nanti. Nenek diam saja, ya?"

"Tidak perlu, kau memotong itu saja. Biarkan nenek bergerak. Sudah biasa juga," balas nenek. "Oh iya, nanti selesai sarapan ikutlah dengan Beomgyu ke toko bunga," sambung nenek kemudian yang langsung membuat Nari terdiam.

Dalam pikirannya, untuk apa dia ikut ke toko bunga dengan lelaki itu?

Malas sekali.

"Tidak mau. Nari bersama nenek saja di rumah, ya?"

"Nenek akan baik-baik saja. Jika kau ikut ke toko bunga, kau bisa membantu Beomgyu di sana."

"Tapi, Nek. Dia itu menyebalkan. Nari tak bisa jika harus membantunya, yang ada kita akan bertengkar. Sebaiknya Nari di rumah saja, ya?"

"Tidak. Nenek ingin kau pergi ke toko bunga juga. Temani Beomgyu, dan bantu orang-orang yang ada di sana."

Nari menghela napas. Wajahnya berubah cemberut. Dia benar-benar malas. Malas jika harus menemani Beomgyu di toko bunga. Dia tidak mau hari liburnya dipenuhi oleh perdebatan di antara mereka.

Setelah dipikir-pikir, Nari merasa tidak cocok dengan laki-laki semacam Beomgyu. Sama sekali tidak ada kecocokan di antara mereka. Setiap kali berhadapan, selalu saja ada keributan. Heran juga. Tapi Nari pikir itu semua karena Beomgyu yang terlalu menjengkelkan hingga membuatnya merasa naik darah setiap kali berbicara dengan lelaki itu.

"Nari-ya, kau akan ikut, 'kan?"

"Hufft ... iya, Nek. Ini semua karena perintah nenek."

Di tempat cuci piring, neneknya tersenyum. Hingga tiba-tiba saja piring yang sedang dibersihkan menggunakan sabun pencuci piring jatuh menimpa beberapa piring yang ada di bawahnya. Hal itu membuat Nari terperanjat dan langsung berlari menghampiri neneknya.

"Nenek, Nenek tidak apa-apa?" tanya Nari dengan panik.

"Ah, piringnya licin. Nenek tidak apa-apa."

"Syukurlah, biar Nari saja yang melanjutkan, ya?"

Nenek mengalah. Nenek pun mengangguk setuju. Setelah itu, Nari segera mengambil alih pekerjaan nenek untuk mencuci piring, daan membiarkan nenek memotong beberapa sayuran di meja.

Namun, tiba-tiba saja nenek terbatuk-batuk. "Uhuk. Astaga ..." Nenek beranjak. "Nari, nenek ke kamar dulu, ya?"

Nari menoleh dan mengangguk. "Iya, Nek."

Setelah itu, nenek pergi meninggalkan area dapur. Kini tinggal Nari seorang di ruangan tersebut. Dia masih sibuk mencuci piring. Hingga beberapa menit setelah nenek pergi ke kamar, seseorang datang dan langsung membuka lemari pendingin.

Nari menoleh.

"Ya! Masih pagi tidak boleh meminum yang dingin. Kau ingin sakit?" tegur Nari saat melihat Beomgyu yang sedang membuka penutup botol air.

"Kau peduli padaku?"

"Aku hanya memberitahu. Aku sama sekali tidak peduli."

"Ya sudah, diam saja. Tidak usah menegurku."

"Diberitahu malah melunjak. Dasar beruang menyebalkan!"

"Ya, diam. Tidak usah memancingku untuk berdebat denganmu," ucap Beomgyu yang kemudian meneguk air minum yang dingin itu. Setelah menyimpan kembali botol minum ke tempat semula, Beomgyu yang sudah menutup pintu dan hendak meninggalkan dapur langsung dihentikan oleh Nari.

[✓] GYUNARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang