23 ─ kesialan

253 88 8
                                    

"Nari-ya!!"

Panggilan yang terdengar sedikit keras dari arah ruang tamu membuat Nari yang sedang minum air dingin di dapur berbalik badan. Tangannya yang satu memegang gagang pintu kulkas agar tidak tertutup.

Nari berhenti minum. Dia kembali memasukkan botol ke dalam kulkas. Setelah pintu kulkas tertutup kembali, Nari segera melangkah meninggalkan dapur. Dia pergi ke ruang tamu.

"Apa?" tanya Nari setelah berada di ruang tamu. Terlihat Beomgyu sedang berbaring di sofa panjang sambil melihat ke arah televisi yang menyala.

Beomgyu menoleh pada Nari.

"Ambilkan aku air dingin," perintahnya dengan enteng.

"Apa-apaan. Enak sekali menyuruh. Tidak mau. Aku akan ke kamar. Bye!" Nari kembali melanjutkan langkahnya. Beomgyu segera bangun dari posisinya, lalu melihat Nari yang melangkah menjauh.

"Ya! Kau melupakan persyaratan yang kita sepakati?" tanya Beomgyu. Pertanyaan itu mampu membuat Nari berhenti melangkah. Beomgyu tersenyum melihatnya.

"Bukankah kau harus menuruti apapun perintahku selama sebulan? Kau ingat?" Beomgyu kembali bersuara.

Nari meringis karena mengingatnya. Beomgyu yang semula melihat ke arah Nari kembali memilih untuk melihat acara televisi.

"Cepat ambilkan air. Aku haus. Oh iya, sekalian buatkan aku ramyeon. Aku merasa lapar lagi," kata Beomgyu dengan enaknya. Di belakang sana, Nari mengepalkan kedua tangan karena kesal mendengar berbagai perintah Beomgyu. Namun, karena sudah terlanjur menyepakati kesepakan, tak ada yang bisa dilakukannya lagi. Marah pada Beomgyu pun percuma. Akhirnya, Nari menghela napas. Dia mendengus dan berjalan kembali ke dapur dengan langkah yang dihentak-hentakkan agar Beomgyu tahu bahwa dia sedang kesal.

Bukan Beomgyu namanya kalau dia tidak peka. Beomgyu tahu bahwa Nari sedang kesal, tapi perempuan itu tetap menuruti perintahnya.

Saat Nari masuk ke area dapur, Beomgyu memeletkan lidahnya. Selama sebulan, sepertinya Nari akan selalu memanjakannya. Perempuan itu akan selalu menuruti apa perintahnya. Beomgyu merasa sangat senang dan juga puas.

Di sisi lain, Nari mulai memanaskan air untuk digunakan merebus ramyeon. Tentunya dengan perasaan kesal. Mulut Nari tak henti-hentinya menggerutu meskipun dia sedang memotong bawang daun untuk pelengkap mie-nya.

"Tambahkan tteokbokki!! Sepertinya akan enak jika ada tteokbokki-nya!"

Nari menghela napas. Dia kembali mendengus sambil menghentakkan kaki. Beomgyu baru saja bersuara. Kesal sekali rasanya. Mana bisa Nari bertahan seperti ini selama sebulan.

"Menyebalkan sekali! Kenapa waktu itu aku menyepakati persyaratannya? Ish! Lagi pula kenapa aku harus takut dia marah dan malah menyetujui syarat yang diberikan? Dasar Nari bodoh— ADUH!"

Nari refleks memekik ketika pisau yang digunakan untuk memotong bawang daun malah mengenai jari telunjuknya. Alhasil darah keluar cukup banyak. Nari langsung menangis saat itu juga. Selain karena sakit, Nari juga tidak terlalu suka melihat darah.

"Apa yang terjadi?!"

Nari berbalik badan setelah mendengar suara Beomgyu. Sambil menangis tentunya. Beomgyu yang melihat darah menetes ke lantai langsung membulatkan mata dan refleks berlari ke arah Nari. Beomgyu segera membawa Nari menuju kran air di tempat pencuci piring. Dengan gerakan cepat, Beomgyu membersihkan jari Nari yang terluka dengan air mengalir.

"Kenapa bisa sampai begini? Kau juga kenapa malah menangis bukannya segera membasuh dengan air mengalir?" tanya Beomgyu.

Jujur, Beomgyu juga merasa panik saat ini. Namun, dia berusaha menutupinya dengan mengomel.

"Lain kali jika sedang memotong itu fokus!" Beomgyu kembali mengomel. Nari masih menangis. Sesekali Nari merintih karena merasa perih saat air yang mengalir membasuh jari telunjuk bagian kirinya yang terkena sayatan pisau.

Beomgyu mematikan kembali kran. Setelah itu dia mematikan kompor yang sedang merebus air. Kemudian, Beomgyu membawa Nari menuju ruang tamu untuk mengobati lukanya.

"Jangan menangis, nanti nenek dengar bagaimana?" kata Beomgyu mencoba menghentikan tangis Nari.

Setelah mendengar itu, Nari segera memelankan tangisnya. Benar juga, jangan sampai nenek mendengarnya menangis, itu malah akan membuat nenek panik dan cemas apalagi ini hanya kecelakaan kecil saja.

Nari duduk di sofa panjang. Dia tidak berani melihat jari telunjuknya. Akibat tidak sengaja tersayat pisau membuat kulit di jari telunjuknya terbelah dalam. Itu benar-benar mengerikan bagi Nari. Tadi, ketika sedang menggerutu sambil memotong bawang daun, Nari memang memotong tanpa hati-hati karena kesal.

Beomgyu datang dan meletakkan kotak obat di meja. Dengan cepat Beomgyu mengambil obat merah dan juga kain kasa dan plester. Nari mulai berhenti menangis, dia malah meringis ketika jari telunjuknya diberikan obat merah.

"Aduh, perih. Pelan-pelan," pinta Nari dengan sedikit mengomel.

"Ish, tentu saja perih, kan ini luka. Sebaiknya kau diam saja, hanya akan perih sebentar," balas Beomgyu.

Nari menurut. Dia diam sambil memperhatikan Beomgyu yang sedang mengobati lukanya.

"Di balik sifat menyebalkannya, dia adalah orang yang sangat peduli." — Nari.

***

Nari terbangun dari tidurnya tanpa bantuan alarm. Nari merasa tubuhnya sangat pegal dan dia tidak bisa bebas bergerak.

"Eo?" Nari kebingungan. Sebab, dia tertidur di sofa. Pantas saja seluruh tubuhnya terasa pegal.

Nari melihat ke arah bawah. Tepat di sebelah sofa yang digunakannya tidur, ada Beomgyu yang masih memejamkan mata. Laki-laki itu masih berada di alam mimpinya.

Nari bangun dari posisi, dia menggeliatkan badannya ke kiri dan kanan sampai terdengar suara tulang. Setelah itu, Nari diam sebentar. Kakinya berada berpijak di atas kaki Beomgyu.

Dengan keadaan rambut yang acak-acakan, Nari melihat Beomgyu yang masih tertidur pulas. Setelah itu matanya melihat ke arah dua mangkuk dan satu panci kecil yang ada di meja.

Nari ingat, semalam setelah Beomgyu mengobati lukanya, Beomgyu melanjutkan apa yang tadi Nari kerjakan: membuat rabokki. Mereka berdua makan bersama karena Nari meminta Beomgyu menambahkan satu ramyeon agar dia bisa ikut makan juga.

Setelah menghabiskan rabokki, Nari yang langsung terserang rasa kantuk pun malah tidur di sofa. Dan mungkin, Beomgyu membiarkannya dan tidak membangunkan atau memindahkannya ke kamar. Kemudian Beomgyu sendiri malah tidur di bawah, untungnya ruang tamu mereka dipasangi karpet.

"Eo, sudah jam berapa, nih?" Nari segera melihat jam dinding yang ada di dinding bagian atas televisi. "Jam lima pagi," katanya setelah melihat jam. Saat hendak berdiri, Beomgyu malah membuatnya terkejut karena tiba-tiba saja laki-laki itu memekik. Dan Nari sadar, bahwa dia baru saja menginjak kaki Beomgyu.

***

Nari dan Beomgyu berjalan di halaman sekolah. Mereka berdua hendak menaiki tangga.

"Bagaimana lukamu? Masih terasa sakit?" tanya Beomgyu setelah mereka menaiki tangga.

"Tidak. Tapi kalau di tekan tentu saja sakit," jawab Nari.

Beomgyu hanya mengangguk. Setelah itu sebuah suara yang memanggil membuat Nari dan Beomgyu menoleh ke belakang bersama.

"Jung Sungchan?" gumam Nari setelah tahu bahwa Sungchan yang memanggilnya.

Laki-laki itu berdiri di sebelah Nari. "Ayo ke kelas bersama," ajak Sungchan yang mampu membuat Nari mengerutkan kening.

Apa Nari tidak salah dengar? Sungchan baru saja mengajaknya ke kelas bersama?

"Ayo." Sungchan menarik tangan Nari dan membawa Nari pergi. Mereka meninggalkan Beomgyu yang sedang memperhatikan.

"Apa-apaan. Ya! Jung Sungchan!!" Beomgyu berseru kesal.




G Y U N A R I
-to be continued-

Double up hari ini
♡(> ਊ <)♡

[✓] GYUNARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang