25 ─ ciuman

419 98 22
                                    

Nari membuka matanya perlahan-lahan. Objek pertama yang dia lihat adalah lampu yang tak dinyalakan. Masih dengan rasa bingung, Nari menengok ke samping kiri. Beomgyu duduk di kursi yang ada di sebelah ranjang.

"Aku kenapa?" tanya Nari kemudian.

"Kau pingsan. Sekarang sudah baik-baik saja?"

Nari mengangguk.

"Ini di klinik, ya?" tanya Nari lagi setelah melihat sekeliling ruangan.

"Iya, tadi orang-orang panik karena kau tak sadarkan diri. Untung saja tak jauh dari tempat kejadian ada klinik ini," jelas Beomgyu.

Nari mengembuskan napas. Merasa lega sekali karena bisa selamat dari kejadian itu. Jika Beomgyu tak langsung menariknya untuk menghindar, dia mungkin bisa saja sudah tiada sekarang.

"Terima kasih, Tuhan. Aku masih hidup. Rasanya begitu beruntung sekali." Nari memegang dadanya untuk merasakan jantung yang berdebar.

"Terima kasih juga padaku, aku yang menjadi malaikat penyelamatmu tahu," timpal Beomgyu, membuat Nari menoleh padanya.

"Iya-iya, terima kasih, Choi Beomgyu sang malaikat penyelamat."

Beomgyu tersenyum senang mendengarnya. Tidak biasanya Nari cepat menurut seperti ini.

"Tapi...," Nari menjeda kalimatnya. Dia bangun dari posisi terbaringnya. "Bagaimana kita membayar biaya kliniknya?" lanjutnya setelah duduk di ranjang.

"Aku yang membayar. Biayanya tak mahal karena kau hanya pingsan ringan saja," jawab Beomgyu.

"Terima kasih." Nari mengacak rambut Beomgyu. Kemudian dia menurunkan satu persatu kakinya yang hanya memakai kaos kaki. "Ayo pulang saja. Nenek pasti menunggu. Oh iya, rahasiakan kejadian ini. Jika nenek tahu, dia akan khawatir," jelas Nari sembari mengenakan kembali sepatunya.

Beomgyu tak membalas. Dia malah terdiam. Masih sedikit terkejut karena Nari mengacak rambutnya.

"Kenapa diam saja?" Nari menoleh sebentar sebelum kembali memakai sepatunya.

"Eo? Iya-iya, aku akan merahasiakan ini," kata Beomgyu akhirnya.

"Kau tak ada yang luka?" tanya Nari setelah selesai memakai sepatu.

"Tak ada."

"Sungguh? Lenganmu tak merasa sakit sama sekali?"

"Iya."

"Coba kulihat. Aku rasa tadi lenganmu melindungi kepalaku agar tak membentur trotoar." Nari meraih tangan kanan Beomgyu. Saat itu juga Beomgyu sedikit meringis kesakitan.

"Ah, kau berbohong. Lenganmu pasti terluka. Coba kulihat." Nari hendak melepas blazer yang dikenakan Beomgyu, namun Beomgyu melarangnya.

"Tak perlu, hanya lebam sedikit. Tak lama lagi akan sembuh. Sebaiknya kita pulang sekarang."

***

Beomgyu duduk di kursi belajarnya. Namun, bukannya menyelesaikan tugas, dia justru terdiam. Ingatannya memutar kembali kejadian yang hampir membuat dia dan Nari hampir masuk rumah sakit, atau yang paling parahnya membuat dia dan Nari kehilangan nyawa.

"Beomgyu." Panggilan itu membuat Beomgyu menoleh. Dia melihat Nari berdiri di ambang pintu kamarnya.

"Apa?" tanya Beomgyu dari tempat belajarnya.

"Temani aku."

"Mau ke mana malam-malam begini?"

"Aku ingin membeli makanan ringan. Temani aku ke minimarket, ya?"

[✓] GYUNARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang