19 ─ marah

252 93 10
                                    

Nari membuka matanya karena merasa terganggu dengan bunyi notifikasi dari ponsel yang tergeletak di atas meja. Setelah benar-benar tersadar, Nari merentangkan kedua tangan ke atas sambil menguap.

"Hoammm, tanganku pegal sekali," keluhnya. Sedetik kemudian Nari terdiam. Matanya melihat ke arah Beomgyu yang sedang tidur di sofa dengan kedua kaki yang berada di pangkuannya.

"Astaga! Bagaimana bisa aku tertidur di sini? Ah, menyebalkan sekali, ini gara-gara Beomgyu yang ingin dipijat terus!" Nari mendengus kesal. Lalu tangannya mengangkat kaki Beomgyu dengan hati-hati agar dia bisa beranjak dari sofa.

Tentang syarat yang diberikan Beomgyu, lelaki itu ingin Nari menuruti semua perintahnya selama sebulan. Awalnya Nari sempat protes, tapi Beomgyu membuat pilihan untuk Nari. Nari memilih mengikuti semua perintah Beomgyu selama sebulan atau seumur hidup, dan Nari terpaksa memilik opsi yang pertama.

Nari berdiri memandang Beomgyu yang terlihat nyenyak tidur, padahal dia tertidur di sofa. Kalau Nari, dia pasti sudah tidak nyaman.

Setelah memandangi Beomgyu, atensi Nari segera melihat ke arah ponsel Beomgyu yang sudah membuatnya terbangun. "Ponsel, terima kasih sudah membuat tidurku terganggu," kata Nari sambil tersenyum. Setelah itu tangannya segera meraih ponsel milik Beomgyu untuk melihat notifikasi apa yang berbunyi sebegitu banyaknya.

"Ibu?"

Atensi Nari kembali melihat Beomgyu sebentar.

"Beomgyu itu sedang tidur atau berhibernasi, sih? Masa iya tidak mendengar ponselnya yang terus berbunyi?" Nari berucap seiringan dengan tangannya yang membuka lock screen Beomgyu yang hanya di geser ke atas saja.

"Tujuh panggilan tak terjawab dari ibu, dan sembilan pesan dari dua obrolan." Nari kembali melihat ke arah Beomgyu. Ada niatan untuk membangunkan lelaki itu, tapi ... Nari malah mengurungkannya.

"Biar aku lihat saja, maaf, ya, Gyu."

Nari membuka room chat untuk membaca pesan dari kontak bernama Yeonjun lebih dulu.

Yeonjun

|Ya, kau sudah memberitahu ibu? [22.05]
| Choi Beomgyu [22.05]
| Pasti belum, ya? [22.05]
| Biar aku saja yang memberitahu ibu. Kau lambat. [22.06]
| Aku sudah memberitahu ibu. [22.13]

Nari menekuk alis.

"Memberitahu apa? Hmm, mencurigakan sekali. Sebenarnya Beomgyu itu sedang menyembunyikan apa dari ibunya?" Nari bertanya-tanya. Tangannya segera menekan tombol kembali, lalu masuk ke room chat ibunya.

Ibu♡

| Beomgyu-ah, kau tidak di Jepang? [22.25]
| Angkat panggilan dari ibu [22.25]
| Beomgyu, kenapa kau berbohong? Jika ayahmu tahu bagaimana? [22.26]
| Ibu tahu kau tidak ingin sekolah kedokteran di Jepang, tapi jangan mengambil risiko seperti ini. Kakakmu memberitahu bahwa kau masuk sekolah seni di Seoul. Jika ayahmu tahu itu bagaimana? Dia tidak akan memaafkanmu. [22.27]

Nari membekap mulut dengan satu tangan. Dia merasa terkejut setelah membaca pesan-pesan dari ibunya. Jadi, Beomgyu seharusnya sekolah di Jepang?

"Apa? Apa ini? Beomgyu ..."

"Nari-ya, kau belum tidur?" Pertanyaan itu sukses membuat Nari menoleh. Dilihatnya sang nenek yang berjalan ke arah ruang tamu.

"Ah, Nenek. Aku—aku habis minum, ini akan kembali ke kamar. Tapi ... Nari melihat Beomgyu tidur di sofa ini." Nari menjawab setelah menyembunyikan ponsel Beomgyu ke belakang.

[✓] GYUNARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang