Perempuan manis dengan balutan jilbabnya itu turun dari tumpangannya. Ia menatap sekeliling dengan damai, manik cokelatnya tak sengaja menatap seorang laki-laki yang sedang bersandar di pagar SMA Sailendra atau disingkat SMANSA. Tatapan mereka bertemu, hal yang tidak disadari perempuan itu adalah laki-laki yang ia tatap tersenyum tipis padanya.
Perempuan dengan name tag Fatiya G.A itu menyerngit heran, ini hari keduanya di sekolah ini, dan ia baru tahu kalau ada anak-anak geng motor. Sebab ada segerombolan anak geng motor gede yang melintas di depannya. Selama berada di Padang bahkan sampai sekolah di sana, Fatiya jarang menemui geng motor, seperti di SMANSA misalnya.
"Tiya!"
Fatiya menoleh, lalu menatap teman barunya tenang. Namanya Resya Aulia Putri, perempuan ramah yang menyapanya pertama kali saat pindah ke SMANSA. Resya memeluk lengannya erat, mengajak ke kelas dengan langkah ringan.
"Lo udah ngerjain Bio?" Fatiya bisa melihat tatapan menantang dari Resya, ia tersenyum tipis dan mengangguk.
"Wih, sama dong! Soalnya di kelas pada mager semua bikin Bio, minta contekan mulu!" gerutu Resya seperti tak ikhlas.
Laki-laki dengan name tag Ghibran Bellatrix itu tersenyum melihat kepergian gadisnya. Ia bersyukur kalau Fatiya terlihat senang pagi itu, walau ada rasa sesak mengingat Fatiya tidak tahu mengenai dirinya. Ghibran beranjak dari posisi, menghampiri segerombolan anak geng motor.
"Mantep, kita-kita nggak telat, 'kan, komandan?" celetuk Ikel sambil merapikan rambut di kaca spion.
"Lo kalo nggak dibangunin udah gue gampar!" ucap Ican sinis.
"Mimi peri nyaut!"
"Upil badak nggak boleh jawab!"
"Nggak ada kerjaan banget, diem lo pada!" Ghibran menatap mereka satu persatu.
Inilah Ghibran Bellatrix, walaupun di luar sana ia dikenal sebagai Dzaka, tapi di sekolah ini dikenal sebagai Ghibran. Ketua geng Xevora yang memiliki wajah tampan dan hati yang beku, dalam sekejap namanya melejit begitu pindah ke SMANSA.
Geng Xevora sendiri telah ia bentuk sebelum masuk ke pondok pesantren, sesekali akan ia pantau kalau ada waktu luang. Xevora bukan geng sembarangan yang akan tawuran atau membully orang yang lemah, kebanyakan anggota Xevora adalah anak SMANSA yang solidnya tiada batas, ada juga Farhan yang merupakan anak santri. Jangan salah sangka, tampang mereka memang sangar tapi hatinya lebih cantik dari bidadari.
"Mau ke mana lo?" Farhan menatap Ghibran datar.
"Kepsek."
"Masalah apa yang lo buat sampe dipanggil kepsek?"
"Nggak ada."
Farhan menyerngit. Farhan Fanadam, laki-laki yang irit bicara dan yang paling pengertian dalam Xevora, statusnya bisa dibilang sahabat untuk Ghibran. Hanya Farhan yang bisa ia percaya kalau ada masalah apapun.
Mereka beranjak dari parkiran, mengikuti langkah Ghibran ke arah ruangan kepala sekolah. Semua anggota Xevora, minus Farhan, tidak mengetahui apa misi Ghibran di sekolah ini. Laki-laki tampan itu juga tak berminat menceritakannya, karena merepotkan.
"Loh, katanya ke kepsek, kok nyampe di kelas, sih?" celetuk Dika celingukan, was-was kalau ada guru yang nyamperin.
"Emang lo berani ngadep kepsek yang garang kek megalodon?" balas Rafif.
"Bahasa lo, Pip! Megalodon paan?"
"Kasian otaknya ilang," ucap Ikel prihatin.
"Sembarangan lo, Kel! Orak gue ada, bolong dah tuh kepala kalo gue tumbuk ama batu!" sungut Dika.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Ghibran
General Fiction{Sudah Terbit} Fatiya tak mengenal siapa yang menjaganya secara posesif, yang ia tahu adalah laki-laki itu tulus menjaganya. Ke mana pun ia pergi akan selalu diikuti, bukan risih tapi terasa nyaman. Tatapan teduh milik Ghibran terasa menenangkan hat...