Hari ini Ghibran punya dua janji yang harus ditepati, pertama ia harus menemani Farhan menemui Mama dan berencana membatalkan aksi jodoh-jodohan.
Ghibran sendiri hanya bisa mengikuti apa yang ingin Farhan lakukan, sebagai sahabat ia tahu siapa yang saat ini tengah bersemayam di hati Farhan.
"Nggak usah sok panik lo!"
"Nyetir yang bener, Dza! Gue belum mau mati!"
"Ehhh! Motor weh!"
"Berisik, Han!" ucap Ghibran gemas.
Ghibran menginjak rem mendadak karena sebuah motor melintas, Farhan hampir saja mengacungkan jari tengahnya kalau tak mengingat siapa dirinya. Laki-laki itu mengelus dada sambil beristigfar.
"Astaghfirullah, sabar. Ade-ade aje ye kelakuan orang jalanan, gue sampe lupa gue ini sekolahnye di mane," gumam Farhan.
Ghibran tak peduli, ia kembali menjalankan mobil sambil mendengar musik religi. Rumah Farhan sedikit jauh dari rumahnya, jadi harus banyak melewati lampu lalu lintas dan sebuah rel kereta api.
Tak jauh dari persimpangan rel kereta, ada seorang remaja yang tengah melambai pada Ghibran, tanpa banyak kata laki-laki itu berhenti sambil menyuruh remaja itu mendekat.
"Abang Dzaka mau ke mana? Qiqi nebeng, ya!" seru Frisqi, dengan seenak jidatnya ia langsung duduk di jok belakang.
"Mau ke rumah Farhan, nggak sekolah, Qi?" Ghibran menatap Frisqi lewat pantulan kaca.
"Nggak, Bang. Ada rapat jadi pulangnya cepet."
Farhan yang sedari tadi diam menoleh ke belakang. Ternyata adiknya Fatiya itu sangat mirip dengan Fatiya, mereka hanya berbeda gender dan cara menatap.
"Tatapan kamu teduh, ya, Frisqi. Kakakmu kok sinis," celetuk Farhan yang membuat dua orang itu menoleh.
"Wah, apa nih, Bang? Kak Tiya nggak sinis, cuma ya nggak suka aja liatin cowok, jaga pandangan gitu," ucap Frisqi santai.
"Dza, lo diapain Fatiya pas pertama ketemu?"
"Dipukul."
Farhan dan Frisqi tertawa sambil membayangkan bagaimana Fatiya memukul Ghibran. Ghibran tak membalas, ia memilih fokus ke jalanan daripada meladeni dua orang yang sudah mulai kompak itu.
"Bang Farhan siapanya Bang Dzaka?"
"Temen."
"Mondok juga?"
"Iya."
"Kok gantengan Bang Dzaka ya dari Bang Farhan?" Frisqi menatap Farhan polos.
Bisa dibilang Farhan sudah terbiasa dibanding-bandingkan dengan Dzaka. Kalau kata santriwati, dirinya memang tampan tapi Dzaka itu kelewatan manis apalagi saat tersenyum.
Sepertinya Farhan mulai memuji Dzaka.
"Gue tau gue manis, nggak usah iri," cibir Ghibran.
"Banyak tingkah lo! Fokus nyetir sana!"
"Gue bilangin sama Mama lo, kalo anaknya tercinta menerima perjodohan. Kece kali kayaknya."
"JANGAN!"
Frisqi memilih mengabaikan acara ancam-ancaman dari mereka. Ia menatap handphonenya sambil membalas pesan seseorang, Frisqi sebenarnya malas meladeni pesan itu, karena yang ditanya sedang tidak bersama dirinya.
Ares tempat kak Tiya latihan manah : Bujukin cepet kakaknya biar latihan di sini!
Frisqi : Sp lo ngtur-ngtur gw?
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Ghibran
General Fiction{Sudah Terbit} Fatiya tak mengenal siapa yang menjaganya secara posesif, yang ia tahu adalah laki-laki itu tulus menjaganya. Ke mana pun ia pergi akan selalu diikuti, bukan risih tapi terasa nyaman. Tatapan teduh milik Ghibran terasa menenangkan hat...