Bab 8

38.5K 5.6K 42
                                    

Ares admin panahan: Mbak, Alwi :( kenapa nggak mampir sama nggak pernah ikut lomba lagi, Mbak? :(

Fatiya melempar handphonenya ke tempat tidur, ia malas meladeni pesan Ares yang menyuruhnya ikut pertandingan panah. Fatiya sudah 2 tahun tak terjun ke sana, bisa jadi skill panah itu menurun.

Alwi Ghasani.

Nama yang kerap Fatiya pakai ketika ikut sebuah pertandingan. Ia hanya tak ingin ketahuan oleh orang lain, cukup keluarga besar saja yang tahu kalau ia ikutan berkuda sambil memanah, sambil mengikuti sunnah Rasul tentunya.

Ghibran: Liat keluar

Fatiya menyerngit, baru saja mengambil handphone ia disuguhi perintah oleh ketua Xevora. Senyum terbit di bibir perempuan itu, ia menatap Ghibran yang tengah melambai di luar pagar.

"Assalamualaikum, hei, Fatiya!"

Hati Fatiya tergelitik disapa seperti itu.

"Waalaikumussalam, hei juga, Ghibran!"

"Ikut gue, nggak terima penolakan!" Ghibran tersenyum.

"Kok maksa, sih. Coba minta ijin Umi Abi, kalo kamu berani!" tantang Fatiya dengan sombong.

"Jangan nangis kalo diijinin," sinis Ghibran.

Tanpa aba-aba Ghibran langsung masuk dan mengetuk pintu. Fatiya berjalan cepat dan bersembunyi sambil mengintip Abi yang sedang membuka pintu.

"Assalamualaikum, Abi. Dza minta izin buat ajak Fatiya jalan boleh enggak, Abi?" tanya Ghibran dengan senyum manis.

"Waalaikumussalam, kenapa kamu minta izin segala, sih. Itu hak kamu buat ajak Fatiya keluar," ucap Abi sambil menepuk bahu Ghibran.

Mampus, Fatiya diizinkan keluar sama Abi. Ia tak percaya ini, malam-malam seperti ini seorang Ayah mengijinkan anaknya keluyuran sama seorang laki-laki yang bukan mahramnya?

Fatiya harus apresiasi keberanian Ghibran meminta izin sama Abi, terlebih laki-laki itu mengajaknya malam hari. Di mana hari ini adalah malam minggu.

"Fatiya, ada Ghibran ini ngajak kamu jalan. Cepet turun!"

"Otw Abi!"

Fatiya berlari ke kamar, segera mengambil rok dan sweter lengan panjang, tak lupa jilbab pasmina untuk ia kenakan. Tak lama ia berselfi dulu di depan cermin.

"Narsis banget lo!"

Fatiya menoleh kaget. "Heh! Kok bisa sampai di sini? Jangan masuk!"

"Serah gue."

"Seenaknya banget, kok bisa Abi ngijinin pergi?"

"Lo punya gue, jadi boleh."

"Nggak, nggak, nggak, mana bisa gitu!"

Ghibran mengedik bahu, tanpa banyak kata Ghibran menarik Fatiya keluar, menggandeng tangannya lembut. Fatiya gelagapan saat Umi menatap mereka serius.

"Mau ke mana, Dza?" tanya Umi.

"Malmingan taman, Umi. Kasian Tiya," ucap Ghibran melirik Fatiya sebentar.

(Bukan) GhibranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang