Bab 35

21.1K 3.6K 500
                                    

Assalamualaikum fren!
Saya punya janji, ya? Oh, alasan kenapa hiatus. Udah berapa lama? Kurang lebih seminggu.

Alasan hiatusnya sih karena selama sebulan ini bolak-balik ke RS. Kontrol ini kontrol itu, ronsen, minta obat, pokoknya berhubungan dengan rumah sakit. Bukan covid-19, tapi sesuatu. Biasanya sih cuma 1 kali dalam 3 bulan, ehh,, dalam sebulan bisa 10x bolak-balik ke sana.

Maaf curhat :(

Oke. Saya haturkan kalimat maaf pada pembaca setia (Bukan) Ghibran dengan senyum haru.

Happy reading!

Komen sesuai bulan kelahirannya!
Me: Mei

Komen sesuai bulan kelahirannya!Me: Mei

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*****

Ahad pagi.

Dzaka memicing matanya begitu melihat istrinya tampak rapi, apalagi gamis hitam manis yang melekat di tubuh perempuan itu membuatnya tambah manis.

"A' Dza. Aku ijin ke Alfajuni bentar, ya."

"Ngapain ke sana?"

Fatiya melihat daftar belanjaannya, Dzaka melihat itu langsung tercengang. Ternyata belanja bulanan, apa stok di lemari sudah habis, ya?

"Aku ikut!"

"Tap--"

"Aku ganti baju dulu, jangan ke mana-mana!"

Fatiya menghela napas, ia duduk di sofa sambil menunggu suaminya selesai bersiap-siap. Perempuan itu mengecek daftar belanjaan serius, takut ada yang tertinggal.

"Aku harus beli susu bumil juga deh kayaknya, dan--"

"Ayo berangkat!"

Fatiya terdiam, maniknya menatap Dzaka layaknya mata anak panah yang tajam. Kenapa, sih, suaminya manis sekali? Pakaian apapun yang dikenakan Dzaka terlihat menawan.

"Masa manisan kamu daripada aku?" sinis Fatiya cemberut.

Dzaka menganga, menatap penampilannya sendiri yang terkesan sederhana. Celana hitam, kaos hitam dan sepatu putih. Tak ada yang aneh.

"Kamu yang lebih manis, sayang," ucap Dzaka mencubit pipi Fatiya gemas.

Dzaka baru sadar kalau ucapan Fatiya tadi mengarah pada kecemburuan. Senang? Tentu saja, ia tak pernah merasa lucu seperti itu.

Tak ingin menunggu jawaban Fatiya, Dzaka langsung mengajak perempuan itu masuk ke dalam mobil. Jika biasanya Fatiya akan mengajaknya berbicara banyak hal, maka kali ini perempuan itu diam seribu bahasa.

"Fatiya~ ... jangan diem terus dong," rayu Dzaka.

Fatiya membuang mukanya ke arah jalanan, rautnya kesal dan bibirnya maju menandakan dirinya sedang ngambek.

(Bukan) GhibranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang