Sore hari.
Seluruh anggota Xevora tengah berkumpul di Kansur demi membahas masalah yang baru saja Pedro perbuat, anggota yang berjumlah 253 orang itu merasa gelisah, sebab mereka sangat jarang dikumpulkan karena SMANSA sedang dalam situasi yang aman.
Ghibran tak peduli pada mereka semua, tujuannya mengumpulkan pun alasannya karena Farhan. Laki-laki itu dengan kekanakkannya meminjam handphone Ghibran dan menyuruh mereka semua ke Kansur secepat mungkin.
"Komandan kayaknya marah," bisik Jerry.
"Jangan-jangan karena gue bilang cupu!" panik Rivan.
"Mampus lo, Panci gosong! Gue nggak bakal nolong!"
"Mati gue!"
Farhan menatap mereka sengit, jabatan wakil ketua Xevora benar-benar pantas untuk disandang, pengecualian untuk sikapnya saat ini. Laki-laki itu menggebrak meja menggebu, mata tajamnya menatap Pedro yang sudah berkeringat dingin.
Kemarin, Farhan terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena Ghibran tak mau orangtua Farhan tahu laki-laki itu berantem. Farhan itu terkenal sabar, cuek, dan ahli menyembunyikan perasaan khusus pada orangtuanya, tapi jika dipuji manis atau tampan oleh laki-laki lain, ia tak segan-segan membuat orang itu sekarat.
Beruntung Aldi melerai mereka walau harus memukul Farhan.
"Gue peringatin buat kalian semua!" teriak Farhan menggema.
Semuanya terkesiap, panas dingin di tempat sambil melirik satu sama lain. Mereka bahkan dengan gamplangnya menyalahkan Pedro karena tak pernah menyaring kata-katanya.
"Gue tau ini kekanakkan, tapi gue paling nggak suka dipuji sama cowok kayak kalian!"
"Terutama Pedro!" lanjut Farhan emosi.
Ghibran menghela napas lelah, bahkan anggotanya sekarang menatapnya terang-terangan meminta bantuan. Ghibran menatap mereka semua, memberi isyarat untuk terus mendengarkan apa yang dikatakan Farhan.
"Oke, tutup pembahasan ngawur itu dengan baca alhamdulillah," titah Farhan tak sadar.
Ghibran menahan tawanya mati-matian, ia sampai menyembunyikan diri agar tak dilihat oleh Xevora geng. Sadar melakukan kesalahan Farhan mengusap wajahnya kasar, lihatlah mereka semua, ada yang mengucap hamdalah dengan bingung dan ada juga yang cuma diam.
"Cukup, kalian boleh bubar!" titah Ghibran.
Sebagian dari mereka ada yang langsung bubar, ntah itu pulang ke rumah atau lainnya. Sebagian lagi menetap di sana sambil mendengar pembicaraan Ikel dan Ican yang konyol.
"Gue ada tugas buat kalian yang ada di sini," ucap Ghibran masih menatap handphonenya datar.
Semuanya menatap Ghibran penasaran.
"Kita tawuran, Ran?" tanya Rafif.
"Atau jadi keamanan sekolah?" tanya Dika.
Lama mereka menunggu Ghibran berbicara, tapi laki-laki itu tak menjawab selain memainkan hanphone dengan serius. Ia tersenyum tipis saat menemukan nama akun yang ia cari.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Ghibran
General Fiction{Sudah Terbit} Fatiya tak mengenal siapa yang menjaganya secara posesif, yang ia tahu adalah laki-laki itu tulus menjaganya. Ke mana pun ia pergi akan selalu diikuti, bukan risih tapi terasa nyaman. Tatapan teduh milik Ghibran terasa menenangkan hat...