Bab 33

22.4K 3.8K 515
                                    

Fatiya❤ : Aku ijin ke kafe depan sekolah, ya, A'a sayang :)

"Astaghfirullah, Tiya!"

Dzaka syok mendapati pesan singkat dari istrinya itu. Ia sedang berada di pesantren dengan segala kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan, apalagi harus jadi pembawa acara yang terbilang lama.

Ada perasaan takut dan trauma yang mampir, terakhir kali Fatiya pergi tanpa dirinya saja bermandikan darah. Dzaka bergetar.

Lebih baik Fatiya ikut saja dengannya tadi daripada ditinggal, yang ada Dzaka yang jantungan. Apalagi ada calon anaknya!

"Ya Allah, istri hamba," desah Dzaka lelah.

Melihat situasi yang aman terkendali, Dzaka mengeluarkan handphone dan menekan nomor Ican. Farhan takkan bisa diandalkan karena laki-laki itu juga berada di posisi yang sama dengannya.

Setidaknya saat ini ia tahu di mana Fatiya berada.

"Yaa ... maap, Dza. Aku nggak bisa ninggalin pesantren," celetuk Farhan begitu melihat raut wajah Dzaka.

"Hm."

Saat memasukan handphone ke dalam saku baju, Dzaka dikejutkan dengan kedatangan Ning Fitri dan Ning Annisa. Dzaka menatap lantai yang tampak menggoda untuk dilihat, Farhan menatap langit.

"Dza, awannya kayak istri kamu!" Farhan menunjuk awan antusias.

"Mana-mana?! Wah, cantik banget!" seru Dzaka.

"Foto cepet foto!"

"Gelo, handphone nggak boleh ada di pesantren!'

"Oh, iya."

Farhan mengangguk sok mengerti, ia melupakan satu fakta kalau anak santri non asrama boleh membawa handphone agar mudah dihubungi orang tua mereka.

Farhan memukul lengan Dzaka gemas, ia telah ditipu sahabatnya sendiri.

"Heh! Kitakan non asrama!"

"Siapa suruh langsung percaya," ledek Dzaka.

Mereka tak mempedulikan keberadaan kedua Ning yang tengah berdiri di depan mereka, Ning Fitri berdehem sekali dan diacuhkan. Kedua kalinya baru ditanggapi.

"Ada apa, ya, Ning yang terhormat?" tanya Dzaka datar.

"Kamu sama Farhan dipanggil Buya di halaman depan," balas Ning Fitri sambil menunduk.

"Baiklah, kami permisi." Farhan menarik Dzaka menjauh dari kedua perempuan itu.

Helaan napas lega begitu menyejukkan diri, Farhan sampai menahan napasnya cuma karena kedua perempuan itu. Ia tadinya mengira kalau akan ada hal aneh, ternyata tidak. Salahkah dirinya soudzhon?

"Udah, jangan soudzhon dulu, yang boleh di soudzhonin itu cuma setan," nasehat Dzaka.

"Ya, kamu bener."

Dzaka kembali memperhatikan handphonenya, belum ada tanda-tanda Ican atau Fatiya yang akan menghubunginya. Ia gelisah, kalau ia tiba-tiba pergi pasti besok akan ada masalah yang harus dihadapi.

"Dza."

"Apaan?"

"Percayain aja semua sama Allah, lo juga udah nyuruh Ican, 'kan? Berbaik sangkalah kau wahai anak muda."

Dzaka tersenyum kosong, memukul kepala Farhan gemas lalu melarikan diri.

****

Kafe depan sekolah terlihat sepi, Fatiya ragu kalau Resya benar-benar mengundang untuk bertemu. Terakhir kali dirinya dan Resya malah bertengkar.

Fatiya menoleh tajam ke area sekolah, ia merasa diawasi sepasang mata.

(Bukan) GhibranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang