6° Rebahan

39 12 26
                                    

Setelah sebulan aku tinggal di kos-kosan, aku menemukan sebuah jembatan yang letaknya satu kilometer di sebelah timur tempat tinggalku.  Jaraknya lumayan jauh tapi bagiku ini hanya seperti aku berjalan sebentar, biasanya bahkan aku bisa berjalan sampai 5 km. Itu pengalamanku dulu saat menghemat duit dan berjalan hampir 1 jam ke tempat kerjaku sebagai buruh.

Aku mencari tempat duduk yang cocok dan menemukannya dengan menaiki jembatan dan duduk di atasnya. Memang jembatan ini bisa dibilang tidak megah, hanya ada dua besi berwarna kuning lurus yang terhubung ke dua beton yang dibuat persegi panjang, aku duduk di beton itu sambil menatap air yang di bawahnya sedang surut.

Mungkin akan sangat menyenangkan bisa menjatuhkan diri disini ....

Tapi ini terlalu pendek, aku tidak mau mati konyol.

Aku segera turun dan mulai berjalan menyamping hingga aku sadar menjadi bahan pandangan warga sekitar.

Ckckck, seharusnya aku kesini malam saja. Muka mereka seakan-akan mengatakan aku akan bunuh diri hari ini.

Padahal kalau dipikir-pikir, itu menyenangkan juga ....

"Mau bunuh diri lagi? Enggak ingat kamu kemarin nangis-nangis kenapa?" aku menatap malaikat yang sedang menjadi Pak Adri itu dengan pandangan bodoh amat.

"Kenapa semua orang berpikir aku akan bunuh diri hari ini?" tanyaku jengkel, aku mulai menatap tajam orang yang menghampiriku, beberapa dari mereka langsung saja berjalan pergi.

"Mereka itu khawatir, salah satu sifat manusia yang tahu kalau ada orang yang kesusahan." Aku cuma terdiam tidak menampik, aku rindu diperhatikan, apalagi dengan keluargaku.

"Okee, kamu benar. Aku seharusnya tersanjung dengan sikap mereka," ucapku mengalah.

"Ada yang benar menolong, bahkan ada yang sedang merekam, coba kau lihat beberapa orang di sekelilingmu." Aku menatap tajam saat ada beberapa orang dari berbagai sekeliling sedang asyik mengaplikasikan kegiatanku dengan cara yang tidak sopan.

"Apa kamu mau diabadikan dengan cara yang menjijikan seperti itu?" tanyanya membuatku menggeleng.

"Sifat manusia yang saat ini sudah berkembang, terlalu ingin tahu sesuatu yang bahkan tidak ada artinya. Biasanya orang seperti itu akan merasa tertekan saat ada orang lain yang ingin tahu tentang mereka. Benar-benar seseorang yang tidak tahu adab dan kesopanan," ujar malaikat telak dan aku tidak sengaja melihat Pak Adri menggerakkan jari jemarinya perlahan.

"Ada beberapa orang yang perlu diberi pelajaran." Aku menatap kaget saat ada lelaki muda yang hilang keseimbangan dan ponselnya jatuh ke lautan deras di bawah.

"TIDAK PONSELKU?!" teriaknya membuat Pak Adri terkikik sebentar dan menatapku tajam.

"Aku yakin kalau aku tidak menenggelamkan ponsel itu, kamu akan viral karena dalam hatinya sudah ada niat buruk untuk membuat konten busuk itu." Aku menatap lelaki itu yang menangis kehilangan membuatku sedih, tapi aku sedikit senang karena malaikat menyelamatkanku.

"Tidak perlu berterima kasih, aku itu memang hebat. Semua orang tahu itu." Paman Adri memutar tubuhnya melakukan pose tangannya membentuk centang di dagunya yang membuatku jijik dan segera meninggalkan manusia jadi-jadian itu dengan segala tindakan narsisnya.

"Hey, apa kamu tidak ingin mengucapkan terima kasih?"

"Tidak." Aku segera berjalan pergi menjauhi orang aneh itu yang sebenarnya sudah menolongku.

Entah mengapa malaikat ini selalu mengikuti zaman yang ada, aku bahkan masih ingat saat dulu dia mengajakku ke sebuah mall hanya untuk membeli beberapa barang yang akan dipakainya untuk menyamar menjadi ibuku.

Finding Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang