24° Ubur-ubur

23 12 36
                                    

Aku terdiam menatap Pak Adri alias malaikat yang sedang bermain ayunan di taman bermain. Dia tampak sangat senang, bahkan dia sampai rebutan dengan anak kecil yang langsung menangis karenanya.

Aku berada di area perosotan sambil melihat malaikat itu yang sekarang sedang bermain bersama dengan anak kecil itu. Anak kecil itu tertawa kesenangan saat Pak Adri mengayunkan ayunannya.

Tak lama ada perempuan agak tinggi datang membawa anak kecil itu. Mereka segera pergi setelah berterima kasih kepada Pak Adri yang tersenyum mengelus rambut mereka.

Aku menatap mereka yang berjalan bersama hingga tak sadar Pak Adri sudah ada di sebelahku.

"Kamu mau aku spoiler hidup anak kecil itu? Tau 'kan spoiler?" aku mengangguk aneh pada malaikat itu yang tersenyum kesenangan seperti ketiban rezeki nomplok.

"Dia akan hidup sebagai pemimpin, pemimpin yang baik hati yang masih hidup di zamannya." Aku hanya diam mengangguk. "Ternyata kita tidak pernah tahu apapun tentang masa depan sebelum kita menjangkaunya. Anak itu hidup sebagai pembantu di area sini ... perempuan tadi itu anak majikannya. Aku tidak menyangka masih ada orang sebaik mereka." Aku tersenyum pelan, menganggap mereka seperti aku dan adikku yang selalu bermain bersama sepanjang waktu.

"Kita dilahirkan sebagai wujud kebahagiaan orang tua, jika mereka mendidik anaknya dengan buruk dan menyalahkan anaknya, itu bukanlah salah mereka, tapi salah bagaimana orang tua mendidik mereka selama ini." Aku terpaku saat dia menjelaskan apa yang dia tuangkan.

"Saat ada seorang bayi dibuang, orang tua menyalahkan kenapa bayi itu lahir ke dunia, perasaan mereka sungguh sangat buruk, para malaikat bahkan sulit untuk menerima mereka."

"Tiga puluh tahun yang lalu, aku menemukan seorang bayi dibuang oleh orang tuanya, dia menangis bahkan hampir dimakan oleh binatang buas. Aku tanpa banyak pikir membawanya menuju ke panti asuhan. Saat aku melihat hidupnya saat ini, aku bahkan bersyukur dia masih hidup. Dia sekarang menjadi pengusaha kaya yang selalu memberikan sebagian uangnya kepada orang miskin, aku bahkan tersanjung melihat orang sebaik dia masih hidup hingga saat ini."

"Apa kamu bertemu malaikatnya?" dia terdiam lalu menggeleng. "Tidak semua orang punya malaikat. Yang punya malaikat ... hanya orang yang diberi petunjuk kebaikan atau keburukan yang dapat melihatnya. Orang dengan pemikiran sangat terpuji atau tercela tidak akan pernah menerimanya."

"Jadi aku ...."

"Kamu termasuk orang yang dikirim Tuhan untuk kuberi petunjuk... ya kamu tahu lah ...."

Aku bersyukur mendengarnya.

"Apa kamu mau ke jembatan tempat Ronald bunuh diri?" aku terdiam bingung. Aku belum siap akan hal itu.

Tapi melawan ketakutan bukanlah sesuatu kelemahan. "Aku mau."

Dia mengulurkan tangannya membuatku segera meraihnya.

"Tutup matamu dan buka setelah aku perintah!"

Aku segera menutup mataku sambil merasakan hembusan angin di sekelilingku. Aku merasa melayang sebentar dan mulai menginjakkan bumi kembali.

"Bukalah ...."

Aku membuka mataku dan terpana menatap jembatan yang sama saat terakhir aku bertemu Ronald.

"Apa mereka menyadari kalau aku tiba-tiba datang?" tanyaku menunjuk pada kendaraan yang berlalu lalang.

"Tidak akan, mereka akan merasa kita sudah lama di sini." Aku mengangguk pelan sambil melirik garis polisi yang menutupi sebagian jalan pejalan kaki. Di dalamnya bahkan ada sebuah garis kapur seperti menandakan sesuatu yang pernah terdapat di sana.

Finding Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang