Aku terdiam menunduk saat melihat Aldo menatapku tajam.
Tidak hanya Aldo saja bahkan istrinya, Lala juga memasang wajah marah setelah Aldo menjelaskan kepadanya.
Kebetulan kami sekarang sedang ada di ruang tamu. Aldo dan Lala duduk di depanku dan aku duduk di seberang mereka dengan wajah cengengesan.
Aku yakin malaikat akan tertawa melihatku seperti ini.
"Coba jelaskan lebih detail kenapa kamu di sini dan ... wajahmu masih saja muda?" aku menggaruk kepala bawahku sambil tersenyum tidak tahu harus bicara darimana.
Muka Aldo cukup seram, padahal beberapa jam yang lalu dia habis menangis karena aku yang kembali bertemu dengannya. Kenapa dia sekarang seperti iblis yang akan mencekikku?
"Ronald mungkin hanya menceritakan sebagian ... tapi intinya aku kena kutukan yang ... ya sebenarnya aku juga bingung. Tapi karena kebakaran itu, aku dapat kutukan menjadi muda hingga saat ini. Malaikat bilang—"
"Malaikat?" aku terdiam mulai menggaruk kepalaku kasar. Aku jadi bingung menjelaskannya.
"Dia yang menemaniku hingga saat ini. Kalian bisa saja menyebutku aneh, tapi itulah kenyataannya." Mereka terdiam membuatku cuma tersenyum pelan.
Semoga mereka mengerti.
"Sebenarnya aku paham," ucap Lala kepadaku membuatku tersenyum. "Tapi kutukan? Kamu hidup di zaman apa?"
Duh, gimana cara ngomongnya.
"Aku tidak tahu, katanya semua ini karena takdir. Aku cuma menjalankannya." Lala menatapku sedikit melembut.
"Sebenarnya aku tidak ingin kalian percaya semudah itu. Tapi percayalah untuk saat ini, kebakaran itu ... meninggalkan luka dalam. Aku bahkan masih merasakan suara teriakan ayahku yang tidak bisa ku tolong. Aku juga melihat rumahku hancur di depan mataku, itu beberapa kenangan yang sungguh menyakitkan apalagi ... saat itu tidak ada yang selamat selain aku."
"Mau sampai kapanpun aku akan tetap percaya padamu." Aku tersenyum mendengar perkataan Aldo.
"Okee aku percaya." Aku tersenyum mendengar istri Aldo juga mempercayai ucapanku.
Semudah itu ....
Aku merasakan kehadiran keluargaku kembali.
"Aku ingin mengucapkan sesuatu, ini tentang Ronald." Mereka mulai menatapku kembali saat aku membicarakan anak mereka.
Aku menceritakan segalanya, dari awal kita bertemu hingga dia meninggal beberapa hari yang lalu. Lala kembali menangis mendengarnya, sedangkan Aldo hanya terdiam membisu, tapi matanya memerah menahan pilu yang aku ucapkan.
"Apa dia berbicara tentang membunuh orang tuanya ... semudah itu?" tanya Aldo membuat istrinya kembali terisak kencang, dia bahkan memanggil nama anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya.
"Aku yakin Ronald sayang pada—"
"Tidak, dia ... dia pasti kecewa pada kami." Lala mengelap hidungnya yang berair seiring mendengarkan ucapanku yang menyedihkan.
"Kami tidak pernah ada bersamanya, kami bahkan sulit sekali berkumpul bersama. Kenyataan kalau dia dibully oleh temannya, bahkan kami tidak tahu sama sekali. Orang tua macam apa aku ...." Lala kembali menangis membuatku bergerak ke sampingnya dan mengelus punggungnya pelan.
"Aku hanya bisa berterima kasih padamu, Kak. Aku berbicara kepada para pembantu di sini, mereka melihat tawa Ronald kembali. Walaupun dia mempunyai niat buruk padamu, aku meminta maaf atas nama anakku, dan terima kasih telah memberikan senyuman di hari terakhirnya." Aku menunduk sedih mendengarnya.
Aku melupakan bagaimana Ronald memperlakukanku kasar pada hari itu.
Kejadian ini menjadi sebuah kisah panjang yang terhubung dengan suatu ikatan tipis yang tak pernah terlihat, keluarga bukanlah suatu ancaman bagi diri mereka, melainkan sebuah kotak berdimensi tipis yang dinamakan kasih sayang dan juga cinta dalam suatu anugrah yang tak ternilai.
Ronald ... aku berharap Tuhan ringankan seluruh kesalahanmu.
❃.✮:▹ ◃:✮.❃
Hari demi hari masih saja terdengar suara tangisan dari istri Aldo, dia mengurung diri di kamar bahkan berhenti bekerja di entertainer yang telah melahirkan dia menjadi sangat terkenal hingga saat ini.
Ia mengatakan hatinya mati, profesi bukanlah alasan baginya untuk tetap hidup, Lala berakhir tinggal di rumah untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik. Ia tidak mau kejadian Ronald kembali terulang. Aldo bagaikan harapan terakhirnya agar Ronald mau memaafkannya.
Berbeda dengan Lala, Aldo kembali bekerja di perusahaannya. Dia sudah terlanjur sibuk untuk pergi pagi dan pulang larut malam. Tapi karena kejadian ini, dia jadi mengurangi jam kerjanya dengan pulang sampai jam 7 malam. Aldo akhirnya bisa makan bersama kami setelah kesibukan yang dia tinggalkan telah mereda.
Karena hal itu juga, Aldo dan Lala memaksaku untuk tinggal. Aku bahkan mengingat bagaimana semangatnya mereka memindahkan barang-barang di rumah milik malaikat itu, padahal barangnya cuma sedikit.
Malaikat hanya melambai tersenyum. Setelah itu, rumah yang aku tempati menghilang menjadi tanah kosong.
Aku selalu menghibur Lala membuatnya merasakan tawanya kembali terbit. Aku tersenyum sembari memeluknya jika kembali teringat kepada anaknya, memang tidak akan semudah itu untuk tidak mengingatnya.
Bahkan setelah 20 tahun berlalu, aku masih teringat bagaimana kejadian keluargaku yang meninggalkan goresan pisau di dalam hatiku.
Keluarga adalah napas terhormat dalam diri, jika satu tumbang, maka semua akan saling menunduk pilu tanpa berniat kembali hidup seperti sedia kala.
Sekarang kami berada di meja makan, waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Aldo kebetulan telat karena ada kemacetan di jalan.
Aku tersenyum pilu mengingat Ronald di meja ini. Sepertinya kejadian itu baru kemaren, saat dia mengejekku juga saat dia tertawa ... itu mengundang tangisanku yang semakin membuatku perih.
Ronald adalah satu-satunya yang memberikan aku kehidupan baru, tapi dia juga menjadi seseorang yang memberikanku luka pilu dalam hati.
Aku mulai menyadarkan diriku dengan menikmati mie goreng kesukaan Aldo, tentu saja Aldo memakannya dengan lahap hingga dua piring. Lala bahkan sampai memukul pundaknya memperlihatkan kejelekannya di depanku.
"Tenang saja, dia bahkan pernah melihat aku makan mie tiga piring."
Aldo, itu bukan sesuatu hal yang patut dibanggakan ....
"Oh iya, saat kebakaran itu ... apa kamu tahu sesuatu hal yang aneh saat itu?" tanyaku menatap Aldo yang menatap langit-langit memikirkan sesuatu.
"Coba nanti ku ingat lagi." Aku mengangguk pelan.
Perjalanan ini mungkin akan sangat lama, akan tidak mudah menemukan teka-teki ini.
Aku sudah mendapatkan info kalau terjadi sesuatu antara ayahku dan seorang perempuan dalam mimpiku. Aku yakin itu nyata karena aku pernah merasakan kejadian itu saat pulang sekolah.
Aku membutuhkan malaikat yang entah di mana. Akhir-akhir ini dia sudah tidak terlihat lagi. Aku bahkan terakhir melihatnya saat dia melambaikan tangan padaku ketika aku membawa barang seadanya untuk pindah ke rumah Aldo.
Cukup mengherankan, saat aku terlihat bahagia, dia menghilang. Saat aku tidak tahu arah, dia juga menghilang.
Soal malaikat yang aku bicarakan, Aldo dan Lala tentunya percaya tidak percaya. Aku hanya bisa menjawab terserah saja, lagian jika malaikat menampakkan diri, aku takut mereka akan kaget. Apalagi Aldo yang biasanya berada di garda terdepan untuk bersembunyi di balik kursi saat dulu menonton film horor.
"Eyla, ayo cepat makan, kita mau jalan-jalan setelah ini."
"Aku tidak—"
"Kamu harus ikut!" aku menghela napas setelah Lala memaksaku.
Sehabis ini, aku akan merasakan drama romansa dengan menjadi orang ketiga yang hanya diam membisu.
❃.✮:▹ ◃:✮.❃
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding Secret
Fantasy-TAMAT- Eyla terkena kutukan setelah ia berniat bunuh diri di umurnya yang ke-17. Semua tidak lain karena ia berniat bunuh diri atas kematian seluruh keluarganya. Semua keluarganya mati, Eyla stres setiap saat dan ingin bunuh diri. Ia ingin mati...