17° Terminal

32 15 40
                                    

Perjalananku ke Malioboro terasa sangat menyebalkan. Saat di sana aku harus menghabiskan uang untuk membeli topi dan juga kacamata. Aku juga rela membeli baju ganti. Setelah itu aku langsung pergi makan siang dengan uang yang ada.

Sekarang aku sudah pulang dari malioboro, jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Aku segera mandi dan mulai rebahan di kasur.

Aku masih memikirkan wanita tua yang berteriak ke arahku. Aku yakin dia Nenek Yessa, orang yang membuat Yessa berkeyakinan membunuhku.

Tapi dia terlihat punya gangguan jiwa, mana bisa dia menyuruh Yessa untuk membunuhku?

Aku tidak bisa mengingat wajahnya. Jika dulu aku pernah bertemu dengannya, itu pun saat dia muda. Sekarang wajahnya saja sudah sangat keriput.

Dia mungkin sudah membenciku sejak lama, karena aku tidak terlalu kontak wajah dengan banyak orang selama 20 tahun terakhir.

Aku rasa dia punya dendam padaku karena keluargaku. Tapi apa itu mungkin?

Aku yakin keluargaku baik-baik saja selama ini. Tidak ada masalah apapun.

Aku mulai berpikiran pada hal yang lain, apalagi kalau bukan Ronald dan juga nyawaku yang tersisa dua hari lagi.

Aku merasa perasaanku tak enak. Aku segera membuka jendela kamar dan tidak mendapati siapapun yang mencurigakan. Hanya ada satpam dengan bapak pemilik kos-kosan yang sedang bermain catur.

Aku menghela napas lega, mungkin karena aku terlalu berpikiran buruk, aku jadi punya perasaan aneh.

Aku mulai mengernyit pusing memikirkan semua ini. Besok Ronald sudah kembali, aku harus sudah membuang semua barang-barangku karena tepat larut malam aku akan pergi.

"Jangan pergi?!" aku menatap suara di belakangku.

Malaikat tepat terjatuh ke lantai dalam keadaan tidak baik-baik saja. Ia bahkan tidak bisa bangun membuatku menolongnya, tapi aku lupa dia tidak bisa kusentuh membuat aku hanya bisa memandangnya khawatir.

"Apa kamu baik-baik saja?"

"Aku baik, kamu yang sedang tidak baik-baik saja." Malaikat mulai bersender di kasur dengan helaan napas kasar.

"Kamu tampak sakit, aku—"

"AKU TIDAK SAKIT?!" teriaknya sambil menghela napas kasar.

"Kamu kenapa?" dia menggeleng dan tampak jubahnya yang agak kusut. Dia seperti orang stres karena sesuatu.

"Aku berusaha—PERGI?! CEPAT PERGI?!"

BUK!

Suara itu membuatku terdorong ke arah pintu. Aku meringis kesakitan dibuatnya.

"Aku tidak punya banyak waktu untuk mengatakannya lagi, cepat pergi ...."

Suaranya tampak melemah dan aku bisa merasakan sosoknya mulai meremang dan akhirnya menghilang.

Aku tidak bisa mengubah takdir.

Aku harus mendengarnya, aku yakin dia bertindak gegabah dengan menolongku.

Seluruh ucapannya pasti benar, aku yakin dia memang tidak bisa menemuiku agak lama. Tapi ... dia sepertinya memaksa untuk datang karenaku.

"Aku harus pergi." Aku mulai menaruh seluruh barang di dalam tasku dan mulai berpikir bagaimana cara keluar dari sini.

Aku tidak tahu siapa musuhku, tapi malaikat menyuruhku untuk pergi dan aku tidak tahu untuk siapa aku bergantung.

Setelah berpikir untuk turun dari jendela ke lantai satu, aku mulai mencari tali yang tepat.

Finding Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang