19° Selamat Tinggal

26 11 33
                                    

Saat ini aku menatap jalanan yang lenggang karena sudah larut malam. Aku tidak tahu sekarang jam berapa, tapi aku yakin sebentar lagi jam akan menunjukan pukul 12 malam. Ronald akan menjalankan kehidupannya kembali dan aku mungkin akan ditemukan dengan tubuh yang sudah tinggal tengkorak di lautan lepas.

Aku terdiam menatap Ronald yang mengendarai mobilnya sangat cepat, di sampingnya ada malaikat hitam yang selalu menjaganya. Aku duduk di belakang dengan keadaan tangan terikat erat tanpa bisa melepas.

Aku benci kedua orang tuaku.

Di saat perkataan itu hadir, aku yakin Ronald menyalahi takdirnya.

Aku merasa sedih karena mungkin kehidupan ini bukan tempat yang terbaik baginya.

Tapi dia salah, Ronald sudah besar dan tahu apa yang baik dan buruk baginya.

"Jika kamu menyalahkan hidupmu pada orang tuamu, kenapa kamu malah ingin nyawaku?" tanyaku yang memandang Ronald mengendarai mobil ini dengan kecepatan penuh. Aku bahkan sampai terbanting ke segala arah saat dia beberapa kali mengerem mendadak karena jalanan terhalang kendaraan lain.

Laju mobil mulai menurun dan dia menoleh menatapku sambil menyeringai. "Kau bisa dengar itu nanti, Tanteku sayang."

Cih, menjijikan.

Aku tidak mau tahu alasannya lagi. Sudah, lebih baik aku diam memenangi jantungku yang mulai berdetak cepat.

Aku takut, tapi inilah akhirnya.

Aku memilih untuk merebahkan kepalaku di kursi yang lumayan empuk ini, ini adalah hari terakhirku untuk rebahan. Aku bahkan sudah tidak tahu bagaimana bisa meloloskan diri dari Ronald.

Aku yakin malaikat di sebelahnya akan menolongnya, aku jadi malas membuang tenagaku untuk itu.

Tapi aku memikirkan bagaimana jika aku beralih untuk berenang saat kami berada di laut nanti.

Tapi sayangnya aku sadar kalau aku tidak bisa berenang.

Sebenarnya aku tidak mengerti bagaimana cara kerja pertukaran nyawa itu. Aku tidak diberitahu oleh siapapun bahkan malaikat putih itu sekalipun. Sepertinya hanya orang seperti Ronald yang tahu bagaimana caranya. Tapi semuanya tampak ajaib buatku. Aku bahkan tidak menyangka sebenarnya nyawa bisa ditukar-tukar.

Aku kembali menatap jalanan dengan pandangan aneh. Aku seperti pernah melewati jalan ini, tapi di mana?

"Sekarang sudah jam setengah dua belas," ucapnya dan aku menatap mobil yang berhenti membuatku terbelalak.

Jembatan ini ... inilah jembatan saat aku pertama kali bertemu dengan Ronald.

"Kita kembali, tapi bukan untuk menolongmu tentu saja." Dia membuka pintu mobilnya sambil mengutak-atik ponselnya entah untuk apa. Aku merasa malas melihatnya dan mulai bergeser ke pinggir kiri menatap laut yang sedang pasang. Ombaknya bergelung menyeramkan, aku yakin jika ada yang terjebak di sana, hanya akan ada doa yang menolong mereka.

Aku hampir tertidur kalau saja suara pintu tidak dibuka kasar, aku bahkan merasakan tubuhku tertarik hingga aku merasakan kepalaku kesakitan karena bergesekan dengan jalanan beraspal.

DASAR TIDAK PUNYA HATI?!

"Cepetan jalan?!" aku meringis dan mulai berdiri kaku sambil menatap dia yang menendang kakiku untuk segera berjalan ke pinggir jembatan.

"Ada kata-kata terakhir?" aku menatap ke langit bagaimana bulan purnama yang tertutupi awan hitam tak lama mulai terlihat jelas.

"Aku hanya ingin kamu tidak melakukannya."

Finding Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang