14° Pasir Pantai

25 10 27
                                    

Seharusnya aku sudah tertidur nyenyak di kamar kosanku hari ini, tapi nyatanya Ronald malah membawaku ke dalam rumahnya. Aku sekarang sedang tertidur di kamar tamu di lantai satu. Kamar ini cukup luas, bahkan aku terpana melihat kamar ini disediakan televisi sendiri.

Ronald menyuruhku untuk tinggal di sini berhari-hari, katanya dia yakin Mbak Yessa akan kembali datang dengan penuh amarah yang memuncak. Tapi aku menyuruhnya untuk tidak melakukannya, aku akan menginap di sini sampai besok pagi, setelahnya aku akan pulang ke kos-kosan untuk tidur di sana.

Hari sudah mulai malam, Ronald mengajakku untuk makan di ruang makan yang sangat luas. Bahkan kursinya ada belasan di sini. Aku seperti makan di istana.

Tidak perlu diragukan makanannya, chef ternyata memasakkan kami steak yang sangat lezat. Ketika Ronald makan dengan pisau dan garpu, aku bahkan memakannya dengan menancapkan daging itu ke garpu lalu memakannya dengan cara menggigitnya.

"Lihatlah bagaimana caraku memakannya, Tante." Ronald mempraktikkannya dan aku hanya melenggang malas.

Ngomong-ngomong soal Tante, ternyata dia memanggilku dengan perkataan yang benar. Aku memang Tantenya, walaupun wajahku tidak menandakan aku tua sekalipun.

"Hey, kamu tidak melihatku ya?" tanyanya menatapku tajam.

"Untuk apa, aku akan mati sebentar lagi."

"Deep sekali." Dia melanjutkan makannya dan aku juga segera menggigitnya daging itu kembali.

Beberapa pembantu sedang berbisik melihatku, aku tersenyum menyapa mereka. "Kalian tidak makan? Ini enak loh!" aku segera melahapnya.

"Sombong sekali, belum saja aku kasih makanan mahal lain," cibir Ronald membuatku memeletkan lidahku.

Tampaknya aku seperti remaja sekarang.

Setelah menyelesaikannya, Ronald membawaku ke taman belakang rumahnya. Dengan berjalan agak jauh, aku menemukan tamannya yang luas dengan kolam renang diantaranya.

Aku seperti merasa berpiknik di sini, menikmati taman luas di ujung sana dan adanya kolam di sini. Aku segera menyentuh air di dalam kolam yang terasa sangat dingin.

"Aku mau ambil minum dulu, kakak tunggu sebentar." Ronald berjalan pergi dan aku mulai berkeliling menatap sekeliling taman, aku menemukan saung di sana dengan berbagai tanaman yang menyejukkan mata.

Tapi apa ini? Kenapa ada pasir pantai di sini?

Pasir pantai ini dari sudut pandangku yang saat ini berada di saung, berada di belakang kolam renang.

"Kebetulan ternyata pelayan sudah membuat minuman tadi." Ronald berjalan menaruh es jeruk di saung.

"Di mana orang tuamu?" tanyaku pelan. "Mereka sedang ada pekerjaan di luar kota." Aku terdiam paham sambil menunjuk pasir pantai yang tak jauh di depanku.

"Kenapa ada pasir pantai di sini?" Pasir itu dikelilingi bebatuan putih, aku melihat ada beberapa ember dan sekop mainan di sana.

Ronald berjalan di sampingku sembari menggaruk tengkuknya pelan. "Sebenarnya rumah ini buatan Ayahku ketika aku berumur 10 tahun, dia menginginkan suasana ini seperti di pantai. Katanya mengingatkan sesuatu pada masa lalunya ...." Aku kembali mengingat pada foto dirinya di masa kecil yang terpajang di ruang kerjanya. Itu suasana di pantai, dia sepertinya sangat menyukai pantai itu.

"Kamu tahu foto ini menyimpan sesuatu, ada foto seseorang yang aku cari selama ini."

Aku terdiam mendengar perkataannya.

Foto itu ... ada aku didalamnya.

Aku dan Aldo selama ini seperti seorang sahabat, alasannya karena umur kita setara. Tapi bagiku pemikiran Aldo jauh lebih dewasa, aku menganggapnya bahkan seperti kakakku sendiri.

Finding Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang