27° I know

13 8 4
                                    

"Kenapa tanganmu di perban?" aku segera menyembunyikan tanganku setelah di hadapi Aldo yang menatapku dan Lala dengan tajam.

"Kalian menyembunyikan ... sesuatu?"

"Kita makan dulu saja," perintahku membuat Aldo tidak bertanya lagi dan mulai melanjutkan sesi makannya dengan nyaman.

Aku melirik Aldo yang melotot padaku membuatku sedikit terkekeh, dia lebih seperti orang yang sangat ingin tahu segalanya saat ini.

Malam mulai larut dalam kegelapan, aku segera duduk di saung belakang rumah Aldo bersama dengan Lala yang meminum teh hangat di sana.

Aldo menyuruh kami ke sini, tapi dia malah sibuk bermain dengan pasir pantai dihadapannya. Ia menggerakkan tangannya jemarinya ke sana kemari membentuk suatu hal absurd yang tidak bisa aku lihat dengan mata safirku.

Setelahnya dia mulai berjalan untuk duduk di samping Lala dengan mulai merebut teh hangat di tangan istrinya. Padahal sudah dibuat tiga gelas, memang Aldo terkadang menyebalkan saat mengerjai seseorang.

"Bisa jelaskan?" tanya Aldo dengan mata melirik ke depan.

"Kalau semua ini karena ... makhluk tak kasat mata. Kamu bisa tidur tidak?" tanyaku agak menantangnya, dia menghela napas kasar.

Aku sangat yakin dia akan ketakutan saat mendengarnya.

"Aku jelaskan sedikit saja, kamu pasti tahu aku punya malaikat putih, dia sosok yang baik. Sedangkan ada malaikat hitam, dia kebalikannya, dia punya sifat yang jahat. Dia menggoda orang-orang untuk terlena melakukan sikap yang buruk."

"Jadi kamu bisa melihat makhluk gaib?" aku menggeleng pelan saat Lala mengatakan itu. "Karena aku mempunyai malaikat penjagaku, jadi mau tidak mau aku bisa melihat semuanya. Tapi aku tidak bisa melihat makhluk lain selainnya." Aldo segera mengangguk.

"Kamu tahu kalau Ronald-ya begitu. Sebenarnya ada lagi orang yang mau membunuhku sebe-"

"Apa?! Kenapa kamu tidak bilang sebelumnya!" aku menunduk. "Maaf, aku tidak ingin merepotkan kalian."

"Ckckck, kamu ini punya keluarga. Jangan sesekali berpikir kalau kami tidak akan menolongmu." Lala mengangguk juga membuatku menatap mereka teduh.

Keluarga?

Tubuhku sedikit bergetar.

"Hey, kenapa kamu menangis?" Lala segera memelukku dan Aldo mulai mengelus kepalaku pelan.

"Aku hanya ingin minta maaf."

"Hey sudahlah jangan terlalu dipikirkan. Aku ngomong ini hanya agar kamu lebih bicara terbuka pada kami." Aku mengangguk sambil tersenyum.

"Sekarang coba jelaskan lagi, kenapa ada orang yang mau membunuhmu?"

Sepertinya aku harus menceritakan kepada mereka, walaupun Aldo tidak akan bisa tidur hingga pagi.

❃.✮:▹ ◃:✮.❃

Aku terbangun mengulat tubuhku sambil menatap Aldo tertidur di sofa sambil dipeluk oleh Lala.

Ternyata Aldo itu bisa memanfaatkan situasi, tapi dia juga 'kan sudah menikah.

Ah, sudahlah.

Aku termenung sembari melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Aku masih memikirkan segalanya yang terjadi kemarin.

Nenek itu pasti menyuruh Yessa untuk membunuhku sejak dulu, melihatnya dibawa kursi roda sepertinya dia lumpuh sejak lama.

Aku merasa suatu keganjalan saat ini, aku ingin menceritakan segalanya ke Aldo dan Lala. Tapi sebelum itu kupikir aku harus memikirkannya lebih matang dari sebelumnya.

Finding Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang