29° Jawaban

9 6 0
                                    

"Kalian tidak menemukannya di rumah sakit mana pun?" Aldo bertanya heran membuat kami menggeleng pelan.

Tentu saja ini seperti yang tidak diharapkanku, Yessa pasti akan menjaga neneknya dengan sangat baik untuk tidak ditemuiku.

"Kalau kita tahu di mana, kita pasti akan tahu sejak pagi," keluh Lala sambil mengambil kacang di meja untuk segera ia makan dengan lahap.

Aku tidak tahu sejak kapan, tapi semua ini menjadi sangat jelas. Ayahku yang tidak pernah lagi pergi berlibur bersama kami pasti karena perempuan itu, Nenek Yessa yang sangat ingin aku cemooh.

Aku masih ingat di mana ibu menangis memanggil nama ayahku, aku tidak pernah mengetahui betapa sakitnya ibuku selama ini.

Nenek Yessa yang bernama Ratna itu sangat salah, bahkan aku sangat benci mengetahui faktanya. Fakta menjijikan yang bertahan hingga saat ini.

Aku merasa jika ayahku tidak mati, pasti mereka masih menjalani hubungan gelap itu hingga akhir.

"Aku benci kenyataan ...."

"Kenyataan bahwa ayahku sangat jahat, bahkan aku seperti terperangkap dalam bayangannya. Bagaimana ibuku mempertahankan rumah tangganya, aku melihat mereka bertengkar, semua terasa sangat jelas saat ini."

Aku berandai-andai menjadi sebuah bulu yang selalu terbang tanpa hambatan, tapi aku tidak tahu bagaimana dia menghadapi terjangan musim dan sekian milyaran makhluk yang tidak pernah mempedulikannya.

Itu terasa sangat sulit ...

Aku berjalan masuk ke dalam kamarku di lantai 1, aku segera mengunci pintu dan mulai terduduk mengetuk lantai kencang menahan tangis yang mengalir.

Tangisan itu buruk, untukku dan semuanya.

Kenapa ibu menyuruhku tetap hidup karena ini? Ini menyakitinya, bahkan menyakitiku dan saudaraku yang lain.

"Semua terasa menyedihkan." Aku segera menarik bajuku dan segera mengelap wajahku yang basah dibanjiri air mata yang tak pernah malu untuk datang.

"Semua orang pernah punya rasa marah, tapi marah itu tidak akan pernah selalu berakhir. Mereka pasti akan mencari sesuatu untuk meredakannya, seperti kekesalanmu saat ini. Semua pasti akan berakhir baik kalau kamu mampu meredakan semua emosimu." Aku menyender ke pintu dan memeluk kakiku erat masih mencerna semua yang ia katakan.

"Kita ditakdirkan punya masalah, tapi apa kita tahu sebuah masalah membuat manusia bangkit jauh lebih baik?" aku segera menengadah menatap malaikat putih dengan pandangan teduh.

"Terima kasih," tuturku canggung.

"Tenang saja, aku bukan orang yang pendendam kok." Dia mengelus rambutku saat aku merasakan bagaimana merasakan halusan lembut tangannya yang muncul.

"Aku seperti merasakan kamu pertama kali datang, mengelus rambutku pelan." Aku tersenyum dan mulai murung saat dia mulai tak mengelusku lagi. Dia terbang menjauh hingga bersender di tembok.

Dia terdiam menunduk hingga aku menatap sesuatu tetesan yang jatuh dari balik tudungnya.

"Kamu ... menangis?" aku mendekat padanya dan segera memeluk bayangannya walaupun aku tahu dia tak akan pernah bisa kusentuh.

"Aku kuat kok, jangan menangis ya ...."

Aku merasakan tetesan di kakiku dari balik tudungnya.

Kalau aku bisa menyentuhnya, aku ingin mengulas air matanya agar tidak kembali terjatuh. Menangisi hidupku merupakan hal yang tidak ada untungnya bagi siapapun termasuk makhluk di depanku.

Finding Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang