52

1.2K 192 25
                                    

BAB 52
KETENTUAN UNTUK TIDAK BERTINDAK GEGABAH

—Kadang kala emosi dan perasaan menghasilkan sikap yang tak dipikirkan oleh neoron terlebih dahulu secara tepat, —
"***"

Ivana dan yang lain tengah asik bercanda ria, mereka baru saja keliling mall setelah sepulang sekolah hari ini, tas jinjing berisi berbagai belanjaan penuh tangan mereka genggam.

Sebelum pulang mereka memutuskan untuk makan disebuah cafe terdekat terlebih dahulu, haduh ... nikmat mana yang engkau dustakan. Ivana tertawa lepas hari ini, ternyata kubu dari antagonis bisa seseru ini saat bermain bersama.

"Pulang guys, udah sore. Takut digusur gue dari rumah sama mommy!"ujar Falda heboh sendiri setelah mendapat panggilan dari sang Mamah.

"Dasar anak mommy! Cupuu Lo huuu,"ejek Salsa membuat Falda berdecak kesal, yang lainpun ikut menyoraki dengan tidak berperasaan.

"Jahat! Ternistakan dede gimoy disini," Falda memasang wajah memelas dan sedih dengan bibir mengerucut.

"Mirip gembel diperempat rumah gue jirr, liat si Falda begitu bwhahaha!"ucap Kalla memukul-mukul meja didepannya.

"Jijik banget dahh, kuping gue tercemar dengan kosa kata dede gimoy Lo itu!" Ivana ikut menimpa membuat Falda mencak-mencak semakin kesal.

Bwhahahahaha ...

Mereka tertawa kembali, setelah makan mereka tersaji, mereka pun langsung makan dengan khidmat kecuali Falda yang langsung ngacir setelah telfon kedua dari Mamahnya berdering, pffftt ... Wajah panik Falda benar-benar menjadi hiburan tersendiri bagi mereka.

Selesai makan mereka tak lupa berselfi ria tanpa Falda, tentu saja untuk memanas-manasi anak bungsu keluarga Wilma tersebut.

Falda adalah salah satu anak pengacara ternama paling mahal di Indonesia urutan ketiga menurut Wikipedia, keluarga dari marga Wilma memang banyak yang berkecimpung dalam dunia hukum. Ivana saja sampai berdecak kagum beberapa kali setelah mengetahui fakta tersebut.

Sedang asik asiknya berfoto, terdengar suara pecahan kaca yang terdengar melengking disekitar meja mereka dibarengi dengan teriakan seorang gadis.

Prang!

Mata Ivana menatap kearah sumber suara, terlihat asbak yang terbuat dari sejenis keramik hancur mengenai tembok. Sedangkan satu gadis tampak menutup telinga dengan ekspresi ketakutan.

Fita.

Teman sekelasnya itu tampak ketakutan menghadapi wanita paruh baya, wanita ini berbeda dengan yang dulu ia lihat, astaga. Berapa banyak sebenarnya rumah tangga yang dihancurkan oleh gadis itu.

Menjijikkan.

Kalla menutup mulutnya, bukan terkejut tapi menahan tawa. "Fita si jalang lagi kena batunya tuh,"celetuk Kalla, yang lain nampak mengangguk kecuali Ivana.

"Emang kenapa sama Fita?"tanya Ivana dengan alis terangkat satu, salsa menepak lengan Ivana gemas. "Lo pelupa apa gimana sih, jelas-jelas kita tahu Fita itu jalang."bisiknya penuh penekanan.

"Wajar sih, Ibunya gila karena ayahnya main perempuan. Mungkin itu semacam penyaluran emosi dia, that's just my assumption."ucap Kalla tersenyum miris.

"Dengan ngerusak dirinya sendiri?" Pandangan Ivana, menatap sedikit iba pada Fita yang kini tengah dimaki-maki oleh wanita paruh baya didepannya itu.

Kalla mengangkat bahunya, "Well what else, the community environment in his house is not supportive and nothing is right about his friends and family,"jawabnya, yang diangguki oleh Salsa.

"Kita tolong dia kalo gitu," Ivana melangkah ingin mendekat namun tangannya dicekal, Kalla menggeleng kearah Ivana. "Itu urusan dia, biarin."ucapnya lalu menarik tangan Ivana untuk menjauh dari sana.

Sementara Salsa kini melangkah kearah kasir untuk membayar makan mereka sebelum menyusul Kalla dan Ivana dengan tas jinjing penuh ditangannya.

Sampai diluar Kalla menggeleng kepalanya, "Jangan pernah ikut campur Ivana, kita ngga tahu siapa yang salah, dua duanya bisa aja salah kan? Kalo orang luar nanggepin dan coba cari solusi ditengah-tengah puncak konflik yang ada Lo yang kena."

"Berfikir rasional Ivana, jangan cuman pake perasaan."lanjut Kalla, ucapan gadis tersebut membuat Ivana tertegun.

"Nah bener itu, emang sih keliatan ga punya empati kalo kita bersikap kaya gitu. Tapi kita sendiri tahu rasanya kalo ada orang lain yang gatahu apa-apa tiba tiba ikut campur dalam masalah kita, itu ngga akan nyaman."sahut Salsa yang baru sampai sambil membagikan tas jinjing sesuai pemiliknya.

Ivana mengembangkan senyum, "Lo berdua bener, makasih udah mau ngasih tahu. Kayanya gue emang terlalu banyak ikut campur masalah orang lain, yang imbasnya bikin gue sendiri kena masalah."

Kalla tampak mengangkat dagu menyombongkan diri begitupun dengan Salsa. "Pastinya dong! Keren kan kata-kata kita hhhaaa," ujar Salsa dengan antusias, dengan mata yang terlihat seperti seekor anjing yang meminta pujian dari majikannya.

Astaga, apa-apa dengan binar dimata kedua temennya itu. "Iya keren banget! Makasih kawan." Ivana merangkul mereka berdua dan pergi dari sana.

"***"
Ivana pulang kerumah dengan suka cita, moodnya benar-benar bagus hari ini. Saat akan masuk kedalam rumah terdengar suara saling membentak dari dalam membuat dahi Ivana berkerut.

"Pah demi kebaikan Ivana kirim dia keluar negri, jangan ke mamah! Aku ngga bisa terus acuhin dia kaya gini,"

"Papah juga ngga mau acuhin dia, Bagas! Tapi ini satu-satunya cara supaya dia mau ketemu Karmila,"

"Buat apa? Ketemu mamah sama aja ngasih luka buat Vana Pah!"

"Saat dia ada dititik terendah, aku ngga ada disana, dia pasti benci sama aku."

"Setidaknya kebencian itu bisa bikin dia mau ngga, mau tinggal sama Karmila, Mamah kamu sekarat Bagas!"

"Sejak kapan papah peduli sama Mamah! Setelah jalang Aida itu udah monopoli papah, bahkan papah selalu bikin aku benci sama mamah tiap harinya!"

"Hati aku mati buat Mamah, itu semua karena papah!"

Ivana terdiam didepan pintu, hanya suara itu yang terdengar. Ivana mengurungkan niatnya untuk masuk kedalam rumah, ia berbalik akan pernah namun sebelim itu pintu dibuka dengan kasar dan menampilkan tubuh Bagas yang tampak terlihat kacau.

"Dek,"panggilannya dengan lirih.

"***"
Wajib vote ngga mau tahuuu

See you next chapter guyss ❤️

rbilqisasiah

The Hole Of HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang