13

1.7K 227 0
                                    

BAB 13
RASA SESAK DAN AMARAH

-Manusia sering buta, karena hati yang terlampau kotor. Bukan kotor dengan dosa melainkan rasa benci yang menggunung pada manusia yang lainnya
"***"

Setelah cukup lama setelah kejadian itu Savana hanya bungkam dan Ervin tampak tak banyak bicara lagi.

Ada yang aneh, Savana sendiri bisa merasakan nya ada hawa asing disekitarnya tadi, dan entah kenapa itu membuat Savana tidak nyaman, seolah wilayah Savana seperti sedang dijamah oleh orang asing.

Savana sendiri tidak mengerti kenapa ia merasakan hal seperti itu, yang pasti ada gejolak marah, ada dorongan untuk mencari tahu penyebab perasaan resahnya ini dan ingin membasmi hal itu dengan segera.

Dia memiliki firasat seakan ada yang rusak dalam kehidupannya namun, apa itu ia sendiri tidak tahu.

Savana cukup lama termenung, ia memutuskan akan pulang, kakinya menuruni anak tangga bersama  Ervin yang memimpin jalan lebih dulu dengan langkah tergesa-gesa  untuk segera pergi.

Mungkin Ervin ingin menghindari seseorang pikirnya.

Tak urung demi kesopanan Savana menyapa wanita yang tampak duduk diruang tamu dengan senyum saat mata mereka bertubrukan, yang tak lain adalah mamah dari Ervin.

Terlihat sorot mata sendu dari wanita itu saat netranya melihat Ervin, namun wanita itu hanya diam tidak mengatakan apa pun. Hingga pandangan wanita itu kini beralih lagi kepada Savana.

Savana memang tidak tahu masalah keluarga apa yang dihadapi oleh Ervin namun tidak lah sopan hanya berlenggang pergi setelah bertamu tanpa izin bukan.

Dirinya berinisiatif untuk berpamitan pada wanita paruh baya yang masih tampak cantik itu.

Wanita itu tampak bangkit dari kursinya, tersenyum tipis pada Savana yang menghampirinya.

"Udah mau pulang?"tanya Wanita tersebut, Savana menganggukkan, lalu menyalimi tangan wanita paruh baya tersebut yang tampak sedikit terkesiap.

"Maaf Tante, saya Savana adik kelas Kak Ervin, maaf atas kelancaran bertamu saya tadi yang tidak sopan,"tuturnya, wanita itu tampak mengangguk dengan anggun.

"Panggil Tante tari aja, ngga perlu sungkan. Ngga pernah loh ... Ervin bawa perempuan kerumah, "ada nada sedikit menggoda dalam penuturan Tari membuat Savana menggaruk tengkuknya, kikuk.

"Saya iz— ehh," lengan Savana ditarik tiba-tiba membuat ucapannya terpotong.

Tari tampak terkejut melihat putranya menarik Savana dengan sedikit kasar, "Ervin dia cu—" bibirnya terkatung kembali saat putranya melayangkan tatapan tajam dan menarik gadis dihadapannya keluar.

Diteras rumah, Savana penyentak lengan Ervin membuat pemuda itu berbalik, "Ngga usah kasar bisa?!"memegang lengannya yang tampak memerah.

Tatapan Ervin benar-benar tidak bersahabat, "Ngapain? Ngapain Lo ngobrol sama dia, gue udah nunggu Lo diluar tadi,"ujar Ervin dengan nada dingin.

"Cuman pamit Kak, saya masih punya sopan santun!"

"Maksud Lo gue ngga punya sopan santun?!" Savana mendengus mendengar hal itu, ia menujuk wajah Ervin, "Liat dan nilai sendiri, dari segi mana-nya Ka Ervin bisa dianggap punya sopan santun,"sarkas Savana.

Ervin memejamkan matanya, mengepalkan tangga dengan kuat untuk menyalurkan amarahnya, entah kenapa kali ini ia tidak ingin menunjukkan sisi gelapnya pada gadis dihadapannya.

Ada rasa takut, takut jika gadis didepannya tak mau lagi berbicara padanya dan takut gadis dihadapannya ini menjauh darinya, ia terlampau tertarik, terlampau ingin memiliki sebagai pengurangan beban dihatinya.

"Masuk mobil kita pulang sekarang,"tuturnya berlenggang pergi menuju kearah mobil, Savana membuang muka. Namun tetap menurut.

Ervin mengendarai mobilnya dalam diam, Savana juga memilih bungkam setelah mengatakan alamat rumahnya.

"Jangan sok kaya tadi lagi, gue ngga suka."ucapan Ervin memecah keheningan, Savana melirik lewat ekor matanya, mengepalkan tangannya terlamapu geram.

"Saya cuman orang asing, tadi itu cuman demi kesopanan,"membela diri, tak ayal Savana sungguh merasa kesal karena merasa disudutkan.

Ervin menggeram, "Justru itu Lo cuman orang asing, seharusnya jaga batasan,"

Savana mendelik, "Terserah Kak! Saya muak, cape ngomong sama—"

Cit... cit... cit...

Ervin mengerem mendadak, Savana bahkan terlonjak kaget. Belum sempat Savana perotes, Ervin keluar dari mobil dan menutup pintu mobil dengan keras.

Savana ikut keluar, Ervin tampak berjalan kearah taman tak jauh dari mobil mereka. Savana yang kesal menarik lengan Ervin hingga mereka bertubrukan.

Tangan Ervin dengan lancang merangkul pinggang Savana mendekatkan jarak antara mereka, mendekap erat tubuh gadis itu.

"Lo tuh kenapa sih harus bikin gue darah tinggi terus, kenapa harus Lo yang bisa bikin perasaan gue berantakan!"bisiknya membuat bulu kuduk savana meremang. Ia memberontak minta dilepaskan tapi pelukan itu semakin erat.

"Rasanya sakit, kesel tapi anehnya gue suka, dan itu cuman berlaku saat bersamaan dengan Lo," lanjutnya membuat Savana diam membeku.

Tanpa mereka sadari seorang gadis dengan plastik penuh cemilan didalamnya tengah menatap dua orang tersebut dengan sendu.

Gadis berambut sebahu dengan bando pink berbentuk kelinci, Ziva, dirinya tersenyum getir. Sial untuk dirinya motor yang ia kendarai mogok didaerah ini, ada rasa tak rela dan kecewa dihatinya saat ini.

Namun hembusan angin malam juga yang membuat senyumnya kembali cerah, tidak dirinya bukanlah orang yang egois.

Esok akan baik-baik saja, karena Savana bahkan lebih penting dari pada cinta pertama, mungkin, untuk sekarang dan semoga sampai nanti pun tetap begitu.

"***"
Thanks for reading guysss

Please jangan lupa untuk Vote sebagai dukungan dan follow akun Wattpad aku biar kalian selalu dapet notification, dari cerita ini

See you next chapter byee

rbilqisasiah





The Hole Of HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang