BAB 5
DIRI SENDIRIYang mampu membuat mu keluar dari rasa takut adalah diri kamu sendiri.
Ingat itu!***
Setelah aksi Savana saat di sekolah tadi, membuat Alina terus menggelengkan kepalanya tidak percaya.
"Aduhh maafin Alin ya, ini semua awalnya salah Alin," ucap Alina dengan raut wajah yang sedih.
"Udahlah, gausah dibahas lagi,"jawab Savana, Savana sendiri sedikit menyesal dengan apa yang ia perbuat tadi, seharusnya ia bisa mengontrol emosinya.
Tapi mau bagaimana lagi, emosinya memang jarang bisa terkontrol saat ada yang merendahkan masalah orang tua.
Alina pun memutuskan untuk tidak membahas hal itu lagi, ia tahu mungkin Savana merasa tidak nyaman, terus membahas hal tersebut.
Setelah turun dari Angkutan umum, tidak jauh dari jalan raya. Kini Alina dan Savana sudah berada di depan rumah sepupu Alin.
Rumahnya terlihat minimalis, namun bunga bunga yang tertanam dengan indah didepan rumah tersebut, membuat suasana menjadi lebih hidup dan asri.
"Asalamualaikum Tante," ucap Alina sambil mengetuk pintu rumah tersebut.
Tidak lama pintu rumah pun dibuka dan menampakan sosok wanita kisaran umur tiga puluh lima tahunan. Yang langsung tersenyum kala melihat tamu yang datang.
"Walaikumsalam, ehh... Alina. Mari masuk Nak," jawab sang Tante, dengan ramah.
Alina pun mengangguk sopan dan mencium tangan Tantenya yang di susul oleh Savana "Tante ini Savana, temen Alin" ucap Alina memperkenalkan, "Savana ini Tante Maya" lanjut Alina.
Savana tersenyum "Saya Savana Tante," tutur Savana sambil menganggukan kepala pada Maya dengan sopan.
"Cantik ya temen kamu, sopan lagi duhh ..."ucap Maya sambil mengelus rambutnya Savana.
"Hhhee ia dong Tan, Eh ... iya tumben rumah ko sepi, Ririnya dimana?" tanya Alina celingukan.
"Ada dikamarnya. Ngurung diri terus, Tante juga ngga ngerti kenapa," jelas Maya dengan nada sedikit lesu.
"Tante udah tanya alasan dia ngurung diri kenapa?" tanya Alina.
"Udah Lin tapi dianya minta waktu sendiri terus, bingung tente jadinya." jawab Maya menghembuskan nafas panjang.
"Yaudah Tante yang sabar, biar Alin coba ngomong sama Riri,"ucap Alina membuat Maya tersenyum senang lalu mengangguk.
"Tolong yah Lin," lirih Maya-nya. Alina mengangkat jempol sambil menaiki tangga kelantai dua untuk menemui Riri.
"***"
-Kamar Riri-"Riri?" panggil Alina, yang membuat seorang gadis menengok saat ia tengah bergelut dengan ponselnya.
"Kaa Alin! Riri kangen, "jawabnya sambil berlari, lalu memeluk Alina. Namun beberapa saat kemudian Riri melepaskan pelukannya.
"Ka Alin cuman mau nanya kenapa Riri ngurung diri kan?" tanya gadis tersebut menundukkan kepalanya.
Alina mengangguk kepalanya, Riri yang melihat itu mendengus kesal. "Riri belum bisa cerita, Riri cuman butuh waktu," ucap gadis tersebut.
Savana yang sedari tadi hanya menonton pun akhirnya dilirik oleh gadis bernama Riri itu.
"Savana temennya Alina," gumam Savana pada Riri. Gadis itu mengangguk sambil tersenyum kearahnya. "Aku Riri Ka" ucapnya.
"Riri, boleh Ka Savana bicara?" tanya Savana, gadis dihadapannya pun mengangguk dengan sedikit ragu.
"Kalo kita ngga pernah mulai untuk mencoba, sekalipun itu adalah hal yang sulit karakter dan kekuatan dalam diri kita ngga pernah berkembang." tutur Savana, kata kata Savana sedikit menohok bagi Riri.
Gadis itu memalingkan wajahnya, "Kadang semua butuh waktu Ka, maaf tapi Ka Savana cuman orang asing. " lirih Riri. Savana terdiam mendengar jawaban gadis itu.
Alina nampak tidak enak kerena penuturan sepupunya itu pada Savana, namun Savana memberi kode bahwa ia baik-baik saja.
"Riri pernah dengar kisah gadis bola sepak ngga?" tanya Savana, sambil memainkan semua rubik yang tergeletak dimeja.
"Emang ada? Yang kaya gimana?" tanya Riri menatap Savana. Alina yang mendengar itupun nampak berfikir.
"Emang ada cerita bola sepak? Penemu bola sepak maksud kamu Fa?" tanya Alina bingung. Savana menggeleng kepalanya.
"Mau pada denger cerita hm?" tanya Savana, yang langsung dijawab anggukan kompak oleh Alina dan Riri.
"Gini, dulu ada seorang gadis kecil yang cengeng. Dia selalu menangis karena anak laki-laki yang nakal. Suatu hari gadis kecil itu di jaili lagi dengan bola sepak yang ditendang ke arahnya. Alhasil Riri tau apa yang terjadi?" tanya Savana menghentikan ceritanya.
"Nangis lah pasti," jawab Riri spontan. Alina pun ikut mengangguk menyetujui hal tersebut.
Sayangnya Savana malah menggelengkan kepalanya sebagai jawaban membuat Alina dan Riri menyeringat bingung.
"Gadis itu mendadak lari sekuat tenaga dengan marah, dan meninggal tempat itu. Semua temannya tertawa melihat itu. Mereka kira gadis itu akan menangis, tapi tanpa disangka saat semua temannya kembali bermain---"Savana menghenti dan menggantung ceritanya, membuat Riri dan Alina tanpa sadar menahan nafas saat cerita itu berhenti.
"Gadis kecil itu kembali dengan bola sepak di tangannya," lanjut Savana
"Semua temannya menatapnya bingung dong kearah gadis kecil itu," ucap Savana.
"Dan semuanya dibuat kaget saat gadis kecil itu melempar bola-nya tepat ke kepala anak laki-laki yang sering menjailinya itu"
Gadis itu kemudian berkata, "Aku tidak akan diam. Kalo kamu masih nakal aku akan bilang ayah ku. Untuk memotong tangan dan kaki mu. Biar tidak bisa berbuat jail lagi" ucap Savana menirukan suara anak kecil perempuan.
"Kata kata yang dilontarkannya membuat semua yang berada disana takut dan terdiam. Sejak itu dia tidak pernah di jaili lagi. Malah, sekarang mereka mulai berteman," ucap Savana mengakhiri ceritanya.
Riri tampak berfikir, "Ngga semudah itu! Kalo keberanian bisa ngubah hal negatif, aku mau ngelakuin hal itu, tapi nyatanya hal itu seperti sebuah lulucon" ucap Riri.
Savana menatap Riri penuh arti, "Seperti yang terkias dalam cerita yang aku paparkan tadi, jangan pernah diam dan menerima jika itu membuat diri kamu merasa tidak nyaman" jelas Savana.
"Hm lagi pula disisi lain ada janji yang harus aku tempati, Kaka mungkin ngga akan paham,"gumam Riri pada dirinya sendiri namun masih bisa terdengar oleh Alina dan Savana.
"Selagi apa yang kamu lakukan ngga buat siapapun dirugikan sah sah aja Ri, Ka Alin ngga tahu rasanya diposisi kamu tapi, jangan sampai suatu hal bikin diri kamu sendiri rugi," ucap Alina. Riri mengangguk paham dan tersenyum.
Savana sudah menebak dari awal bahwa gadis dihadapannya cukup dewasa dalam menyikapi masalah.
"Kalo kamu ngga bisa cerita kamu harus inget ini, siapa pun bisa menolong kamu, tapi ngga semua orang bisa selalu ada kan? Untuk itu yang perlu kamu lakuin adalah memperkuat diri sendiri," ucap Savana.
"Bener kata Savana, Karena yang bisa nyelesain semua masalah hanyalah diri kamu sendiri dengan bantuan Tuhan, ingat itu ya Ri," tambah Alina yang mendadak menjadi bijak sambil mengelus rambut sepupunya itu.
"***"
Thanks for reading and please for vote ya guys ❤️
See you next chapter!-rbilqisasiah
![](https://img.wattpad.com/cover/220880646-288-k425015.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hole Of Hope
خيال (فانتازيا)| TAMAT- CHAPTER MASIH LENGKAP| Impian Remaja, adalah salah satu judul novel yang memuat tentang perjuangan seorang gadis bernama Savana sampai titik puncak kesuksesan-nya. Namun bagaimana jika ceritanya mulai menjadi melenceng dari alur yang seharu...