15

1.8K 211 5
                                    

BAB 15
SERANGAN

Manusia berhati malaikat pun tak segan menjadi iblis saat orang terkasih terancam.
***

Savana kini tengah berada di taman belakang menunggu kedatangan Derren, dengan sebuah tote bag ditangannya beri isi seragam milik pemuda itu.

Perkataan Ervin tadi pagi masih sering hilir mudik dikepalanya, ucapan yang tampak ngawur namun sulit juga untuk ia tepis begitu saja.

"Ngelamun?" suara itu mengintrupsi Savana yang refleks mengalihkan pandangannya, Derren tampak memiringkan kepalanya dengan tatapan penuh selidik.

Savana berdehem, tersenyum tipis. Ia mengacuhkan pertanyaan dari Derren dan lebih memilih untuk langsung menyodorkan tote bag berisi seragam didalamnya.

"Makasih udah minjemin seragamnya Kak,"ujar Savana, nampak Derren hanya mengangguk seadanya. "Muka Lo pucet, kenapa?"tanya Darren.

"Kecapean dong, kalo gitu saya deluan Kakak, waktunya istirahat."jawabnya berlenggang pergi tanpa menunggu jawaban dari Derren.

Pemuda itu mengangkat bahunya acuh, ikut berlenggang pergi dengan raut wajah datarnya namun tanpa Savana sadari tadi rahang pemuda itu sedikit mengeras saat dirinya hanya menanggapi dengan acuh.

"***"

Kali ini bukan kantin tujuan Savana untuk istirahat siang ini meski perutnya sedikit keroncong, ia memiliki pergi ke mesjid sekolah sendiri tanpa memberi tahu siapapun.

Savana memang bukan gadis berhijab yang agamis namun dirinya tahu, dan mau terus belajar menjadi lebih baik, dan berusaha untuk selalu dekat dengan Tuhannya.

Dirinya tahu tempatnya pulang hanyalah Tuhan, meski tak ayal diri sering mengeluh sendiri perihal hidup.

Hamparan sajadah selalu menjadi saksi tangis Savana dalam keadaan susah maupun senang, saat dirinya resah maupun bingung dengan arah tujuan, tak ada teman yang lebih baik diajak diskusi perihal kehidupan selain sang pencipta.

Itulah petuah sang ibu yang selalu ia tetapkan, tangannya kini terangkat, matanya terpejam mencari ketenangan. "Tuhan aku tahu, perihal menilai baik buruknya seseorang bukanlah kuasa manusia, yang bisa saja keliru."

"Untuk itu, bisakah engkau perlihatkan kepada ku kebenaran yang harus kupercayai, untuk menghilangkan rasa resah ini?"

"Tak ada yang tidak mungkin saat enggkau berkehendak, beri aku kekuatan, kuatkan aku, apapun yang akan terjadi, aku akan siap dengan segala kondisi dan konsekuensi-nya."

Selesai shalat Dhuha, Savana kembali ke kelas karena bel masuk sudah berbunyi beberapa saat yang lalu.

"***"
Waktu pulang sekolah tiba, sekalipun tidak se-semangat biasanya Savana masih bisa mengikuti pembelajaran dengan baik seperti biasanya.

Banyak teman sekelas yang khawatir dan menyuruh istirahat di UKS, namun bukan Savana namanya jika tidak keras kepala dan anti yang namanya mengesampingkan belajar.

Savana membereskan barang, dan alat tulis kedalam tas, mengecek ponselnya sebentar memastikan bahwa Adrian, sang ayah tidak membatalkan janji menjemputnya.

The Hole Of HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang