Bagian 24

285 36 2
                                    

Anak-anak berlarian menuruni tangga setelah mendapat pengumuman. Aku masih bingung karena tidak tau apa yang terjadi.

"Apaan sih, Ra?" Aku bertanya pada Naura, karena baru bangun tidur.

"Suruh kumpul di mushola, Mba"

"Ada apaan sih?"

"Kayaknya ada masalah, tapi nggak tau. Buruan turun!" Aku memakai kerudungku dan berjalan gontai menuruni tangga.

"Denger-denger mah, aturan keluar bakalan diperketat!" Bisik Naura.

"Masalah apalagi sih?" Naura mengangkat bahu, "Entahlah" jawabnya.

Semua orang sudah berkumpul di Mushola. Santri masih ada sebagian lagi yang belum berangkat. Mushola jadi terlihat lebih lega.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh.." suara Mba Alfiya menggema.

"Wa'alaykumsallam warahmatullahi wabarokatuh.." dijawab serentak oleh para santri.

"Sebelumnya, kami mohon maaf karena mengumpulkan kalian secara mendadak. Dikarenakan peraturan pondok yang sering disepelekan. Kang Unah memerintahkan untuk diperketat lagi"

"Yahhhhh.." sebagian santri merasa kecewa adanya aturan baru lagi. Setiap tahun ajaran baru, pasti ada saja yang diperbaharui. Pesantren sudah tidak seperti dulu yang bebas tapi tetap menjaga diri.

"Kami mohon maaf. Aturan yang diperketat adalah, keluar gerbang dibatas sampai jam 5. Di atas jam itu, semua santri harus ijin kepada para pengurus"

"Tuhkan ribet lagi.." bisik Naura.

"Hussh! Jangan gitu!" bagaimanapun semua aturan dibuat untuk kebaikan.

"Ini bukan masalah sepele. Karena masih ada santri yang keluar lewat pintu belakang dan ketemuan dengan santri putra. Ini sudah fatal, jadi karena ini aturan diperketat. Mohon dimaklumi" para santri mulai berbisik dan melirik satu sama lain. Ah, siapa lagi sekarang?

Aku melirik Naura, dia menggelengkan kepala.
"Naura udah nggak sama Zein. Sumpah mba!"
"Iya, tapi tetep hati-hati!"

"Selebihnya tidak ada aturan tambahan. Dan kami memperingatkan kepada santri putri yang dengan sengaja membuat janji pertemuan agar segera menghadap atau akan kami sebutkan namanya. Silahkan kembali ke kamar. Mohon maaf mengganggu waktunya sebentar. Wassalamu'alaikum.."

"Hayoloh, Mba Duroh yah?" Sergah Nok Nik.

"Ihh, lambemu kalau ngomong!" Nok Nik ketawa.

"Lagian ngapa sih ya pada ketemuan. Emang santri putra ada yang ganteng yah?" tanya Nok Nik sembari menggandeng tanganku.

"Ihh, banyak Mba Nok Nik! Kang Ja'far, Kang Zaky tuh ganteng, putih pula!" Kata Naura.

"Deuhh, bisanya Zein gak disebutin?" ledek Nok Nik.

"Orang dia nggak ganteng!"

"Haha bohong banget!" kataku.

"Iihh, beneran. Gantengan juga Gus Faqih. Iya nggak mba Nok Nik?" Naura melirik Nok Nik dan menaikturunkan alisnya.

"Itusih gausah ditanya lagi. Gus Faqih dengan sejuta pesonanya. Mba Duroh aja suka!" Aku langsung menjitak kepala Nok Nik.

"Disleding Mba Gita, tau rasa!" bisikku.

"Aduhh, sakit Mba!" protesnya.

"Hahaha Mba Nok Nik kena pites!"

"Aduhhh, jangan gandeng tangan aku kalau buat ngomongin dia doang!" Aku melepaskan tangan mereka dan berjalan mendahului.

Ketika Santri Jatuh Cinta II (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang