Bagian 8

676 60 5
                                    

Apa bahasa paling tepat untuk menggambarkan kesunyian? Aku pikir beberapa dari sunyi adalah bentuk jeda dari Allah untuk manusia berpikir dan memikirkan banyak hal tentang apa tujuannya diberi nyawa dan hidup di dunia. Kebanyakan dari manusia merutuki kesepiannya, bahwa jauh dari manusia lainnya adalah hal menakutkan dan menyakitkan. Padahal jika manusia mampu memahami, itu adalah sebuah waktu dimana Allah memberinya kesempatan untuk mengetahui lebih banyak perihal cintanya kepada Sang Khalik. Bukankah dunia yang terlalu ramai malah membuat kita bingung. Aku sih begitu, tidak tau dengan oranglain.

Kalau-kalau manusia temui kesunyiannya, dia harus cepat tanggap dengan berpikir tentang hal-hal yang baik. Bukan malah mengeluhkannya. Bukankah bahwa ketika tidak ada satupun manusia didunia ini yang peduli berarti orang itu sedang diberi tau untuk bergantung sepenuhnya kepada Allah? Yup! Dari pesantren inilah aku mulai memahami banyak hal tentang kesendirian. Agar aku bisa mengingat banyak hal yang bisa aku syukuri daripada masalah kecil yang aku keluhkan.
Mungkin sulit, tapi apa salahnya untuk belajar? Tidak ada yang tidak mungkin jika aku memang benar-benar berusaha.

Wah, Ramadhan kali ini cuacanya selalu cerah. Pagi hariku disambut dengan sunyinya pondok karena sebagian besar mereka memilih untuk tidur kembali setelah sholat shubuh, dan bangun sebelum semaan dimulai. Apa boleh buat? Santri juga manusia yang membutuhkan tidur, karena kegiatan kami kan tidak hanya dzikir. Kadang, kami juga harus belajar untuk mengenali diri sendiri. Mencari tau apa yang sebenarnya hati inginkan, mimpi yang ingin dicapai dan bagaimana merubah sikap agar tidak hanya cepat lulus tapi juga mampu menjadi manfaat untuk diri sendiri. Kadang banyak santri yang lupa pada tujuan sebenarnya. Bahwa dia tidak hanya dituntut untuk lancar hafalan dan cepat lulus, tapi juga merubah akhlak menjadi lebih baik. Santri juga dituntut untuk mandiri juga memahami kehidupan bermasyarakat.

Dengan banyaknya hal yang mampu menggoda santri, kadang aku juga suka lupa. Apalagi kalau pulang ke rumah, rasanya pengen banget pamer ke sosial media. Ikut-ikutan tren dengan posting banyak hal di sosial media, dan akhirnya aku lupa kalau aku adalah seorang santri yang harus menjaga diri. Guruku tidak melarang santri untuk melakukan aktivitas apapun, tapi aku malu dengan hafalanku jika aku hanya mengejar ketenaran dari sebuah postingan. Ingin dilihat orang adalah sebuah penyakit. Membuktikan bahwa aku adalah seseorang yang lebih baik dari orang lain karena aku seorang penghafal. Itu adalah sebuah penyakit hati yang sering menghinggapiku. Tidak sekali aku ingin mengikuti mereka yang bebas dalam berfoto, menyukai sesuatu atau berjalan-jalan keluar dengan siapa saja tanpa batas.

Hmmm, aku terkadang merasa minder jika pulang ke rumah dan bertemu teman-temanku. Rasanya aku kuno sekali karena tidak tau berita apa yang terjadi didunia ini. Apa yang sedang tren, dan fashion apa yang pantas untuk dipakai ketika keluar rumah. Ketika aku membuka lemari bajuku, hanya berisi tumpukan baju muslim, sarung dan juga kerudung segiempat yang tidak tren. Apa mereka tidak malu jika aku datang dengan keadaan seperti ini? Bagaimana aku bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan jika pakaian saja aku tidak bisa menyelaraskan? Aku selalu bingung bagaimana caranya berbaur setelah lama berkecimpung didunia pesantren. Aku selalu terpesona dengan teman sebayaku yang sudah bekerja, mereka makan di restoran ala Korea dan juga restoran terkenal lainnya. Sedangkan aku, terbiasa makan di atas nampan dengan lauk oreg tempe yang kadang hambar juga krupuk. Aku takut tidak bisa berbaur dengan mereka karena terlalu kuno, tapi sebenarnya aku tidak merasa kuno sih. Semenjak aku masuk pesantren, aku seperti menemukan jati diriku. Aku suka kesederhanaan, tidak suka keluar rumah, dan tidak suka dandan juga fashion. Yah, santri tetaplah santri. Kadang kami juga oleng dengan kemahsyuran dunia, berlomba-lomba untuk menjadi fashionista seadanya. Tidak bisa dandan, yang penting tambahan lipstik sudah jadi hal paling berbeda dalam penampilan. Aku kadang ikutan, tapi setelah ditelaah dan ditelusuri lebih dalam, aku selalu malu dengan para penghafal dahulu. Mereka tidak pernah memikirkan penampilan, ataupun tren makanan. Mereka selalu memikirkan hafalan, bagaimana cara menjaganya dan menahan diri dari makanan.

Ketika Santri Jatuh Cinta II (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang