Aku bersandar di pohon randu, dengan memeluk tafsir yang senantiasa selalu setia menemaniku. Sudah lama aku tidak kesini, menghirup udara segar dengan kesunyian yang menenangkan.
Aku masih kepikiran Hasna, setelah kabarnya aku malah lebih banyak mengenalinya. Dalam percakapan singkat saja dia selalu terlihat ceria dan tanpa beban, pernah sekali dia mengatakan bahwa dia ingin mengkhatamkan hafalannya kemudian lanjut untuk kuliah.
Tidak sekali dia mengatakan bahwa ingin sekali menemuiku, ingin bertemu denganku, ingin mengobrol langsung denganku. Dia mengatakan ketika dia datang ke pondokku, dia akan masuk ke kamarku dan melihat semua isi lemariku. Dia juga ingin membaca tulisanku didalam buku-buku yang ku tulis.Mba Naya bercerita padaku, bahwa Hasna adalah anak kesayangan Ayahnya karena dia adalah anak yang kuat dan tegar. Tidak pernah mengeluhkan rasa sakit meski kesakitannya luar biasa. Dia bahkan bilang bahwa rasa sakitnya adalah kasih sayang pemberian Allah kepadanya. Aku sangat iri kepada kesabaran, ketabahan dan keikhlasan hati Hasna. Aku jadi bersedih karena diriku sendiri tidak bisa melakukan hal seperti Hasna.
Bahkan aku masih sering sekali mengeluhkan hidup yang bahkan jauh lebih baik dari orang lain. Dari kehilangan ini, aku mampu memahami bahwa penderitaan yang aku rasakan tidak sebanding dengan mereka. Aku malah termasuk manusia lemah yang selalu mengeluhkan segala hal. Ketika Hasna mampu yakin dan percaya bahwa dia akan bisa bertahan hidup untuk menyelesaikan hafalannya, aku masih sering membuang waktu sehatku untuk hal yang tidak berguna.Aku menyeka air mata yang mulai mengaliri pipi, entah kenapa kehilangan seseorang yang bahkan belum aku temui itu begitu terasa menyedihkan.
Aku tidak ingin berlama-lama bersedih, seikhlas hati Hasna dalam menghadapi detik-detik kehidupannya. Aku juga harus mampu melakukannya untuk perjalananku yang masih panjang!"Duuurrr!" itu suara Mba Elok.
"Duurr!"
Aku berdiri dan berjalan meninggalkan randu kembar.
"Apa Mba Elok!"
"Iku ngajinya Duhur. Aku minta semain" katanya.
"Oke!"
"Dideket balong baru aja yuk, Dur. Kamu abis ngapain dirandu kembar?"
"Biasa, Mba. Enak nderes disana kan sepi" kataku sambil menyusulnya di belakang.
"Karang kan emang sepi, orang nggak ada siapa-siapa" aku cuman nyengir. Ya emang sih, cuman udah nyaman sama randu kembar. Sayang buat dilewatkan kalau lagi ke Karang tuh.
"Kang 'Aisyah nyuruh ngaji sampe sehari sebelum malam takbiran, Dur" kata Mba Elok.
"Iya gapapa"
"Kamu mau kapan pulangnya?" Aku menggeleng cepat.
"Gatau. Mba Elok mau kapan?"
"Dua hari setelah lebaran, nanti Elok berangkat lagi ingsyaAllah kalau udah 2 minggu dirumah" wihh rajin banget dah, aku mana bisa tahan dirumah cuman sebentar. Tapi, kadang kalau kelamaan juga udah di usir sih sama Mamah. Anaknya pengen diem dirumah dulu malah disuruh-suruh buat cepetan berangkat. Ah, jadi kangen Mamah deh!
"Aku liat nanti aja deh!"
"Yaudah. Nih semain Elok dulu!" katanya sambil menyerahkan tafsirnya padaku.
"3 kaca ya, Mba?"
"Hish! Satu aja masih ndet-ndetan!" Aku cuman nyengir. Mba Elok memulai ta'awudz.
Aktivitas seperti inilah, yang sering aku rindukan dirumah. Pekerjaan rutin dipesantren adalah nderes, setoran dan semaan. Sisanya dilakukan ketika para santri sedang bosan dan ingin pulang. Semisal memancing di balong, berenang, hujan-hujanan atau menciptakan permainan dari bahan seadanya.Memang santri tetaplah santri, semodern apapun pemikirannya dia akan tetap masuk kepada dunia sunyi yang hanya dipahami oleh para santri.
Kebersamaan yang hadir setiap hari menjadi sesuatu yang melekat dalam ingatan, momen inilah yang nantinya akan dirindukan.
Tapi, kadang ada beberapa perbedaan dalam setiap pesantren. Karena sistem dasarnya ada yang salafi, setengah salaf, dan modern.
Biasanya pondok pesantren modern itu yang diiringi dengan sekolah, dan berbasis bahasa. Maksudnya, menggunakan bahasa Arab dan Inggris sebagai kesehariannya. Jumlah santrinya juga banyak meski Lirboyo juga memiliki banyak santri sih, tapi bukan pondok modern. Atau pondok pesantren Al-Anwar Sarang.Banyak sih pesantren besar dan bagus, tapi sebaik apapun pesantrennya tetap tergantung bagaimana kitanya. Meski menjadi santri dipondok pesantren yang kecil dan jarang dikenal orang, kalau memang niatnya bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu, ingsyaAllah akan berkah ilmunya. Jangan berkecil hati jika pesantren kita tidak dikenal oleh orang banyak, setiap orang punya jalannya masing-masing. Semua selalu tergantung kepada usahanya.
Kadang bukan hanya siswa saja yang berbangga diri karena bisa bersekolah di sekolah favorit, tapi santri juga begitu. Meski tidak semuanya, karena manusia selalu punya sifat yang sebagian sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Santri Jatuh Cinta II (End)
Teen FictionSQUEL KEDUA!! Kalian bisa baca squel pertama biar nggak pusing memahami alur dan tokohnya yah, judulnya sama "Ketika Santri Jatuh Cinta" 🌼🌼🌼 Masih tentang santri, masih tentang banyak masalah yang dialami santri, masih tentang Durotuss Tsaminah y...