"Mbaa.. Mba Duroooh!!"
"Hmm.."
"Ihh, dicariin malah disini!"
Aku menutup tafsir, dan bertanya.
"Ada apa?""Nania!!!" Hufff, sudah aku duga pasti akan terbongkar sendiri.
"Kok Mba Duroh mukanya santai banget sih nggak kepo!"
"Ya gimana emangnya? Kamu bilang Nania doang sambil panik. Aku kan belum tau ceritanya".
"Lahiya juga yah. Yaudah gini ceritanya.."
Naura ikut duduk di sebelahku.
"Btw, enak banget Mba Duroh disini pake kasur gini". Ihh, iyalah. Nderes harus nyaman. Kasur daripada dibuang sia-sia mending aku pake buat alas nderes. Empuk dan nyaman.
"Buruan cerita!"
"Ohiya, Nania kesandung masalah. Yang kemaren Mba Alfiya umumin itu ternyata dia. Ah, parah banget pokoknya Mba! Dia ketemuan sama Zein! Aku nggak nyangka banget sebelumnya ihh kenapa Zein bisa jadi kayak gitu sih Mbaaaa! Lebih parahnya lagi mereka ketemuan nggak cuman sekedar ngobrol. Ah, sumpaaaaah Naura sakit hati karena sempet sama Zein dulu ihhhh! Tapi, Naura mah nggak gitu Mba. Naura mah cuman ketemu sekali doang, itu juga nggak ngapa-ngapain. Dan nggak sengaja juga, cuman ngobrol".
"Hadeuh, udah ceritanya?"
"Mba Duroh ih! Naura serius banget loh ini. Zein sama Nania parah banget ketemuannya melebihi dari sekedar ngobrol!" Aku menghela napas panjang.
"Istighfar, Ra. Jangan benci orangnya, benci kesalahannya aja". Waduh, aku jadi menasehati diriku sendiri. Jangan benci Mba Gita, cukup benci kelakuannya.
"Tapi, berat juga sih. Aku juga nggak bisa".
"Ah, Naura nyesel pernah kenal Zein!"
"Hei! Nggak boleh gitu loh! Seburuk apapun Zein, dia pernah baik sama kamu. Kamu juga pernah suka sama dia kan? Kamu nggak boleh membenci hanya dengan satu kesalahan yang baru saja dia lakukan, Ra".
"Tapi, kesalahan dia fatal! Dia bakalan dikeluarin dari pesantren!"
"Itu urusan dia, Ra. Urusan kamu dan hati kamu itu nggak boleh membenci orang berdasarkan kesalahan dia. Semua orang pasti pernah bikin salah. Jangan gitu deh!"
"Naura masih nggak nyangka, Mba. Nania loh sama Zein. Mereka.. ihh astaghfirullah! Kok bisa-bisanya penghafal Al-Qur'an tapi malah berbuat maksiat di pesantren!"
"Astaghfirullah, Naura! Apa kamu lupa kalau Naura sama Zein itu manusia? Apa kamu pikir penghafal Al-Qur'an tidak boleh punya kesalahan yang fatal? Sadar, Ra! Istighfar!"
"Ya Allah.. astaghfirullahal'adim.."
"Kamu nggak boleh loh menghakimi kesalahan orang. Kita pasti pernah ngelakuin salah cuman nggak ketauan aja. Aib Nania lagi dibuka itu buat ujian juga, Ra. Seberapa jauh kita melihat diri kita sendiri. Gimana kalau suatu saat aib kita yang dibongkar sama Allah?"
"Ya Allah.. Maafin Naura.."
"Jangan dipandang santri dan penghafalnya, Ra. Mereka tetap manusia yang punya hawa nafsu dan bisa melakukan kesalahan".
"Aahhh, maafin Naura ihh. Naura tadi kebawa kesel!"
"Iya, gapapa. Lain kali kita harus berpikir lebih jauh lagi sebelum menghakimi yah".
"Makasih ya Mba! Mba Duroh selalu tau cara buat memandang sesuatu menjadi sebuah pembelajaran!"
"Hmmm, banyak-banyak bersyukur sama Allah karena kamu masih dikasih kepekaan dalam menerima nasehat".
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Santri Jatuh Cinta II (End)
Teen FictionSQUEL KEDUA!! Kalian bisa baca squel pertama biar nggak pusing memahami alur dan tokohnya yah, judulnya sama "Ketika Santri Jatuh Cinta" 🌼🌼🌼 Masih tentang santri, masih tentang banyak masalah yang dialami santri, masih tentang Durotuss Tsaminah y...