Sebentar, Sebelum Dilanjut.

1.5K 69 8
                                    

baca aja dulu!

.....

“ASSALAMUALAIKUM!”

Abil, Pandu, dan Hilal sontak menoleh ke arah sumber suara. Selagi kening mereka berkerut dalam. Alwin baru saja datang dan mengambil poisisi di samping Abil, berhadapan dengan Hilal.

“Tumben amat pakai ‘Assalamualaikum’ segala.” Pandu memutar bola mata malas.

“Yaelah, walaupun enggak nyantri dan enggak sealim manusia 3G-nya penulis di Syubbanul Yaum, gue ini muslim, tahu,” gerutu Alwin.

“Iyalah yang muslim tapi salatnya suka bolong-bolong,” cibir Pandu.

 Abil tertawa kecil melihat bagaimana ekspresi Alwin. “Lo ganteng, Win. Kalau rajin salat, pasti gantengnya nambah seratus persen.”

“Duh, senengnya dibilang ganteng sama Abil.” Alwin memasang ekspresi pura-pura tersipu. “Eh, tapi by the way, ada apaan sih, Bil, lo ngajak kita kumpul pagi-pagi gini? Anak-anak cewek enggak pada diajak, ya?”

“Enggaklah, ribet kalau ngobrolnya sama anak-anak cewek. Malah lo entar salfok terus sama Metta."

Mendengar hal itu, Alwin kontan saja merengut. Pandu dan Hilal mengangguk, setuju dengan kata-kata Abil.

"Jadi gini … udah tahu, kan, kalau cerita kita ini mau diterbitkan?” Abil kembali membuka suara.

Pandu, Alwin, dan Hilal kompak mengangguk.

“Katanya, cerita kita di versi cetak ganti judul, ya? Jadi RETAK, bener enggak?” Pandu melempar tanya yang langsung dihadiahi anggukan dari Abil.

Melihat anggukan Abil, Hilal berdecak. “Enggak konsisten,” cibirnya kemudian.

“Apalah daya, penulisnya suka berubah-ubah kayak Boboiboy.” Alwin ikut mencibir. “Sekarang dia malah kayaknya lebih ngefans sama si Fang ketimbang visual lo yang ganteng, Bil.”

“Pantesan, tuh foto profilnya diganti.” Pandu menambahkan. “Cha Eunwoo sama Kim Mingyu bentar lagi dilempar ke galaxy.”

Panjang, Abil menarik napas. Si baik hati ini hanya tersenyum saja mendengar komentar teman-temannya. “Enggak mungkinlah, gue ini kesayangan penulis,” cetusnya selagi tangannya sibuk mengotak-atik ponsel miliknya. “Di antara semuanya, gue ini yang paling Bunda sayang.”

“Iyalah, lo yang paling menderita dari sekian banyak anak-anaknya. Semakin menderita, semakin disayang,” celetuk Alwin. Abil nyengir saja.

“Ini sebenarnya mau ngapain, sih?” Hilal mulai tak sabar sebab percakapan Abil, Alwin, dan Pandu semakin ke sana-sini. Untung Abil tak mengajak Jihan dan yang lain. Kalau ada anak-anak perempuan, urusannya pasti lebih ribet, seperti yang Abil bilang.

Abil menyimpan ponselnya di tengah-tengah meja supaya bisa dilihat oleh ketiga temannya. “Penerbitnya kita lagi ngadain vote cover buat cerita kita. Ajakin pembaca cek instagram anikapublisher buat bantu pilih cover yang cocok buat kita, hayuk!”

 Ajakin pembaca cek instagram anikapublisher buat bantu pilih cover yang cocok buat kita, hayuk!”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Hm … bilang dari tadi, dong. Yuks, semuanya cek instagramnya anikapublisher, dan bantu kita milih mana cover yang cocok buat buku kita nanti.”

“Oya, jangan lupa juga nabung dari sekarang buat ikut PO nanti. Asyik kan, kalau bisa peluk kita bareng-bareng di versi cetak.” Pandu menambahkan. Abil, Alwin, dan Hilal mengangguk setuju.

........

Karena penulisnya enggak konsisten kayak yang Hilal bilang, yuk bantu Abil dan yang lain pilih cover mana yang bagus buat mereka di versi cetak nanti.

Karena penulisnya enggak konsisten kayak yang Hilal bilang, yuk bantu Abil dan yang lain pilih cover mana yang bagus buat mereka di versi cetak nanti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DISARRAY (RETAK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang