Kembali Abil tatap dua orang itu bergantian. Masih sama. Sira masih berpura-pura sibuk membantu petugas UKS yang tengah beres-beres, meski beberapa kali mencuri pandang ke arahnya. Barangkali masih khawatir semenjak ia datang dalam keadaan yang jauh dari kata baik. Sedangkan Pandu masih duduk anteng di sebelahnya sembari memeriksa soft file proposal Acara Akhir Tahun Sekolah di ponsel pintar miliknya. Ia sebenarnya lelah. Tak hanya karena masalah fisik, namun hubungan persahabatannya saat ini membuat pundaknya semakin berat.
Sebenarnya, Abil ingin sekali saja tak terlibat. Ia ingin memberi kesempatan untuk mereka dewasa dengan sendirinya. Bukan lagi sedikit-sedikit—tanpa sadar—memaksa ia untuk andil menyelesaikan.
Hela napas panjang, Abil udarakan. Laki-laki itu menurunkan pundaknya, meluruskan kaki-kakinya yang masih sedikit lemas. Sisa rasa sakit beberapa menit yang lalu. “Pan,” panggilnya, mendapat tolehan Pandu sebagai jawab.
“Lo nganggurin Sira? Enggak takut makin jauh nantinya?”
Sekilas Pandu melempar pandang ke arah gadis bersurai cokelat itu. Hanya beberapa detik sebelum ia alihkan pada kedua manik mata hitam Abil.
“Gue udah ngajak bicara, tapi dianya tetap aja ketus.” Pandu menghela napasnya. Sekejap terlintas kejadian di Ruang OSIS beberap hari yang lalu.
“Terus lo udahan gitu aja?” Abil memicing.
“Bil, lo enggak nger—”
“Gue ngerti. Gue paham,” Abil menegakkan punggungnya. “Emang biasanya siapa yang paling ngertiin kalian?”
Lagi-lagi Pandu menghela napas. “Tapi Alwin udah kebangetan, Bil. Kali ini gue enggak bisa biarin dia gitu aja.”
Seperti yang dibilangnya, Abil paham betul itu. Tak mudah memang jika ia dalam posisi Pandu. Mendapati perlakuan Alwin ke sepupunya sendiri, ditambah pemandangan yang tak seharusnya ia lihat terlalu kuat untuk melunakkan hatinya kali ini.
“Lo lihat, kan? Bukan cuma Metta, tapi persahabatan kita jadi secanggung ini sekarang. Dan kalau lo beneran paham, ini salah siapa? Salah si pea itu! Emang dari dulu dia biang masalah!”
Urat leher Pandu tampak semakin jelas. Kalau Abil menyanggah, meski sekadar meluruskan, paham yang salah justru akan muncul di sini. Mungkin Pandu akan berpikir bahwa Abil membela Alwin. Bukannya Abil mau menyerah, tetapi melanjutkan percakapan ini dengan Pandu hanya akan menyita tenaganya yang tak banyak.
Abil harus memutar otak. Bukan asal ambil benang dalam suasana runyam seperti ini. Pada akhirnya, ia harus turut turun tangan. Menarik akar dari permasalahan ini, mencabutnya, sebelum batangnya bercabang.
Dan kali ini, dirasanya Pandu bukan sasaran tepat untuk memulai. Ia harus kembali ke titik semula. Kendati Abil tak suka menyebutnya sama seperti Pandu, tetapi sosok itu memang awal dari semua. Alwin.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISARRAY (RETAK)
Подростковая литератураAbil Naufal tahu kalau hidupnya tidak diinginkan. Bagaimana ia ditinggal sendiri dengan dalih agar hidup mandiri, menjadi bukti kalau keluarganya tidak menginginkan kehadirannya. Kendati begitu, Abil punya banyak sahabat yang selalu menjadi alasan i...