8 | Abil dan Masa Lalunya

5.2K 414 13
                                    

DALAM kondisi fisik tak baik, kadang perasaan juga terasa jauh lebih sensitif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

DALAM kondisi fisik tak baik, kadang perasaan juga terasa jauh lebih sensitif. Semenjak sakit itu kerap hadir tanpa permisi, Abil selalu merasa perasaannya begitu emosional dan labil. Sepi dan kesendirian yang selama ini menjadi teman sejati, tak jarang membuat ia begitu sedih. Kadang pula mengundang gusar dalam dada.

Sejak dulu, Abil bukan tipe orang yang gampang marah. Semarah apa pun, menyembunyikannya dengan rapi adalah keahlian dirinya. Dan, Abil pikir, prinsip "Diam saat marah" yang selama ini ia anut itu hanya mampu membuat keadaan membaik, tetapi tak mampu membuat rasa sakit yang diterimanya memulih.

Bahkan meski ia sudah berusaha menyembuhkannya sejak bertahun-tahun yang lalu, sakit itu tetap terasa mencubiti. Sehingga mungkin, sakit itu hanya akan sembuh jika ia menggantung diri atau meloncat dari atap gedung paling tinggi. Namun, meski kadang pemikiran itu hadir membisiki hati nurani, asa yang Abil bangun masih terlalu kukuh untuk diruntuhkan hanya dengan keputusasaan konyol semacam itu.

Jika diingat kembali, keadaan kacau itu bermula saat kedua orangtuanya bercerai. Abil masih duduk di bangku sekolah dasar ketika itu. Meski tak begitu paham, tetapi Abil tahu kalau setelah ia kembali dari pengadilan---sebuah tempat yang tak Abil tahu tempat apa kala itu---keluarganya mulai retak kemudian pecah. Terlebih setelah si ibu memutuskan untuk pergi tanpa sempat pamit kepadanya, yang kemudian membawa perubahan besar terhadap sikap Guntur, ayahnya.

Setahu Abil, kendati dulu Guntur bukan tipe ayah yang ramai dan banyak bicara, hanya sosok ayah pendiam. Namun, tegas dan pekerja keras, tapi Abil selalu melihat ketulusan dan kehangatan yang nyata dari balik gurat wajah pria itu. Sampai kemudian ibunya pergi, Abil tak pernah melihat dan merasakan kehangatan itu lagi. Ayahnya menjadi lebih dingin terhadapnya.

Akan tetapi, meski masa itu begitu sulit, tetap saja yang paling berat dan menjadi rebak lebar dalam sanubari adalah ketika ayahnya membawa figur wanita lain yang mengaku istri ayahnya ke dalam rumah. Risa namanya, ibu tirinya.

Saat itu adalah saat di mana Abil merasa nasib Cinderella bahkan jauh lebih baik ketimbang dirinya. Memang, ibu tirinya tak menyiksanya macam di kisah Bawang Merah Bawang Putih. Namun, bagaimana cara wanita itu mendiamkannya, tak pernah berkata apa pun padanya, itu jauh lebih menyakiti hati Abil tentu saja.

Lebih kejam lagi, kakak-kakak tirinya. Mereka sungguh aktif mem-bully dan mengerjainya padahal ia tidak pernah melakukan kesalahan apa pun terhadap mereka.

Dan, luka yang belum sembuh itu kembali menganga lebar, berdarah dan bernanah ketika lagi dan lagi Abil harus mengakui kalau kini tak hanya ibunya yang meninggalkannya, tetapi juga si Ayah. Abil bahkan tak habis pikir kenapa pria itu lebih memilih untuk tinggal di Den Hag bersama keluarganya yang lain ketimbang tinggal bersamanya.

Buku-buku tangan Abil memutih tepat ketika laki-laki beriris pekat itu mengepalkan tangannya kuat-kuat. Terlalu banyak jelaga kenangan yang memadati seluruh ruang parunya. Menimbulkan sesak dan nyeri di sana-sini. Bahkan setiap kenangan menyakitkan itu terlalu Abil hapal betul, melekat kuat dan tak pernah mampu dihapus.

DISARRAY (RETAK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang