Abil Naufal tahu kalau hidupnya tidak diinginkan. Bagaimana ia ditinggal sendiri dengan dalih agar hidup mandiri, menjadi bukti kalau keluarganya tidak menginginkan kehadirannya. Kendati begitu, Abil punya banyak sahabat yang selalu menjadi alasan i...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"ANJIR!" Umpatan kasar itu untuk ke sekian kalinya lolos dari bibir tipis Alwin. Kepanikan jelas kentara tergurat di balik wajah yang selalu digilai banyak gadis itu. Pasalnya, sudah setengah jam berlalu, tetapi ia belum juga berhasil membantu Abil menghentikan aksi mimisannya. Malah cairan merah itu semakin gencar keluar dari hidung si Sahabat. Alwin sampai ikut pusing melihatnya. Wajahnya bahkan tak kalah pucat dari wajah Abil.
"Kita ke dokter sekarang!" Ini bukan pertama kalinya. Sudah berkali-kali Alwin mengatakan hal itu di setengah jam ini, namun-—
"Gue gak mau, Alwin!"
-—lagi dan lagi Abil menolaknya. Membuat Alwin kembali mengumpat kasar lantaran kesal.
"Sialan! Sejak kapan lo jadi keras kepala gini, hah?" rutuk Alwin selagi tangannya berusaha menahan berat badan Abil agar tak tumbang begitu saja. Tangan Abil yang tengah mencoba membasuh darah di hidungnya bahkan mulai terlihat bergetar.
"Sejak saat ini."
Erangan frustasi Alwin keluarkan begitu mendengar jawaban Abil. "Lo mau mati apa?"
"Gak masalah!" Kembali Abil menjawab sarkastik. "Mati gara-gara mimisan lebih baik ketimbang mati bunuh diri seperti yang selalu gue rencanain."
"Anjir, lo emang butuh psikiater."
Abil tak menjawab. Darah di hidungnya sepertinya sudah bosan dan mulai berhenti menyiksa. Namun, pusing dan lemas mulai mengambil alih. Alwin yang melihat hal itu buru-buru memapah Abil keluar toilet.
"Gue anterin lo ke rumah sakit pokoknya."
Abil refleks menggeleng. Sebentar ia menyandarkan tubuh rapuhnya di dinding toilet. Berusaha mengumpulkan kembali sadarnya yang sempat tercecer. "Anterin gue pulang aja."
Alwin mendengkus. Kesal. Tak paham kenapa Abil mendadak menjadi keras kepala seperti sekarang ini. Masalahnya, melihat betapa menderitanya Abil saat ini, membuat Alwin yakin kalau Abil membutuhkan penanganan serius.
"Win! Anterin gue pulang ...." suara Abil terdengar melemah. Laki-laki bertubuh tinggi itu membungkuk dalam. Menjadikan kedua lututnya yang juga bergetar sebagai topangan kala tubuhnya terasa semakin lemas tak bertenaga. "Anterin gue pulang aja!" ulangnya lagi.
Sebentar Alwin mengusap kasar wajahnya guna melampiaskan rasa frustasi. "Yaudah!" putusnya kemudian. Setengah pasrah dan mengalah.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.